Ancaman Karhutla ke Hubungan Antarnegara
Akhir pekan bagi para aparat keamanan di Bengkalis, Riau pada Sabtu (19/3) berlangsung tidak seperti biasa. Hari itu, api melalap lahan gambut di area Desa Kembung Luar, Kecamatan Bantan, Bengkalis. Si Jago Merah mengamuk hingga keesokan harinya.
Lebih dari 100 personel TNI, kepolisian, pemadam kebakaran, dan staf BNPB dikerahkan untuk mengendalikan api. “Lokasi kebakaran sulit dijangkau. Tidak ada akses jalan sehingga petugas terpaksa membabat semak belukar, “ kata Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol. Sunarto, dilansir dari Antara.
Setelah dua hari para pemadam berjibaku, api akhirnya berhasil dijinakkan pada Senin (21/3). Setidaknya 25 hektare lahan gambut dan akasia di wilayah itu ludes terbakar. Ini menambah luas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau yang hingga pertengahan Maret 2023, api sudah menghanguskan 160 hektare lahan.
Bukan cuma di Riau, titik panas (hotspot) juga terpantau di wilayah lain seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Meskipun hujan di Jabodetabek masih kerap turun, tetapi di daerah lain kebakaran hutan dan lahan (karhutla) justru sudah mulai terjadi.
“Tahun ini ada potensi penurunan curah hujan sehingga ada peningkatan potensi karhutla.”
Fenomena ini sejalan dengan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Awal Januari silam, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati sudah mewanti-wanti karhutla berpotensi terjadi pada periode April-Mei. Ia menyebut selama tiga tahun terakhir Indonesia mengalami La Nina, kondisi ketika suhu muka laut di Samudera Pasifik mengalami pendinginan hingga di bawah normal. Ini membuat Indonesia mengalami tingkat curah hujan yang tinggi.
Menurut BMKG, kondisi La Nina akan semakin melemah di tahun ini dan masuk kategori netral. Namun, kondisi netral ini sangat dengan dan hampir berhimpit dengan kondisi El Nino lemah.
“Tahun ini ada potensi penurunan curah hujan sehingga ada peningkatan potensi karhutla,” kata Dwikorita.
Ancaman di Lahan Gambut
Setiap kali ancaman karhutla muncul, hampir bisa dipastikan lahan gambut menjadi ekosistem yang paling rentan. Data Pantau Gambut menunjukkan selama periode 2015-2019 setidaknya 1,4 juta hektare lahan gambut terbakar. Tahun ini, ancaman terhadap ekosistem gambut juga diperkirakan kian meningkat.
Di Indonesia, pengelolaan gambut diatur melalui konsep Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG). Ini merupakan ekosistem gambut yang terletak di antara dua sungai, di antara sungai dan laut dan/atau rawa.
“Pengelolaan lahan dalam satu KHG ini akan saling mempengaruhi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya,” kata Wahyu Agung Perdana, Juru Kampanye Pantau Gambut.
Data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menunjukkan terdapat 865 KHG di Indonesia dengan total luas 24,2 juta hektare. Pulau Sumatera memiliki 207 KHG dengan total 9,18 juta hektare, Kalimantan memiliki 190 KHG dengan total luas 8,4 juta hektare, Sulawesi sebanyak 3 KHG dengan total luas 60 ribu hektare, dan Papua memiliki 465 KHG seluas 6,58 juta hektare.
Wilayah perairan seperti sungai dan rawa menjadi pembatas alami KHG. Di beberapa wilayah, gambut juga berbatasan dengan laut.
Puncak kubah gambut merupakan areal pada kubah gambut dengan topografi paling tinggi yang penentuannya berbasis neraca air berdasarkan prinsip keseimbangan air.
Kubah gambut merupakan area di ekosistem gambut yang memiliki topografi lebih tinggi dibandingkan dengan area di sekitarnya, sehingga secara alami memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air lebih banyak.
Wahyu menjelaskan gambut merupakan ekosistem esensial yang terbentuk dari material organik seperti serasah, ranting pohon, akar pohon, dan kayu. Material-material ini tidak membusuk sempurna sehingga menumpuk dan membuat lapisan gambut. Gambut juga bersifat anaerob sehingga mampu menyimpan karbon yang sangat tinggi. Lahan gambut misalnya, bisa menyimpan karbon hingga 18%-60% dari bobotnya, dibandingkan dengan tanah mineral yang hanya menyerap 0.5%-5% karbon dari bobotnya.
“Lahan gambut juga sangat unik karena memiliki tingkat daya serap air yang sangat tinggi,” katanya.
Menurut Wahyu, Gambut memiliki kemampuan menyerap dan menyalurkan air hingga 100% - 1.300% dari bobot keringnya. Bandingkan dengan tanah mineral yang hanya mampu menyerap 20% - 30%.
Dengan demikian, gambut sehat yang masih menyimpan banyak air sejatinya aman dari kebakaran. Namun, ketika lahan gambut dikeringkan, ekosistem menjadi rusak dan rentan terbakar. Hal ini terjadi karena saat dikeringkan gambut kehilangan fungsinya sebagai penyerap air dan beralih sifat layaknya kayu kering.
“Ketika dikeringkan, gambut juga secara konstan mengeluarkan emisi karbon,” ujar Wahyu.
Guna mengidentifikasi potensi kerentanan Karhula di tahun ini, Katadata berkolaborasi dengan Pantau Gambut. Studi terbaru Pantau Gambut menunjukkan sekitar 16,4 juta hektare area gambut di Indonesia rentan terbakar di 2023.
Peneliti dan Analis Data Pantau Gambut, Almi Ramadhi mengatakan sekitar 3,8 juta hektare di antaranya bahkan masuk kategori kerentanan tinggi (high risk), sedangkan 12,6 juta lainnya masuk kategori medium.
Almi menyebutkan jika melihat dari proporsi area KHG yang rentan terbakar, Papua Selatan menjadi provinsi dengan KHG rentan terbanyak. Ini misalnya, 97% dari total 1.421 hektare area KHG Sungai Ifuleki Bian–Sungai Dalik berada pada tingkat kerentanan tinggi.
Sementara itu, jika merujuk pada sisi luasan area,Pantau Gambut menemukan wilayah dengan risiko tinggi terluas berada pada Provinsi Kalimantan Tengah dengan total luasan lebih dari 1,13 juta hektare yang tersebar di 13 KHG.
“KHG Sungai Kahayan–Sungai Sebangau dengan daerah high risk terluas ini berada di dalam lokasi eks-PLG (Proyek Pengembangan Lahan Gambut) satu juta hektare pada masa Soeharto dan saat ini sebagian eks-PLG menjadi bagian dari proyek Food Estate,” ujarnya, Rabu (2/3).
Area dengan tingkat kerentanan rendah
Sebagian besar gambut yang masuk kategori "low risk" merupakan jenis gambut sehat yang masih memiliki kemampuan tinggi menyimpan air.
Area dengan tingkat kerentanan sedang
Pantau Gambut menangkap kemunculan 1.275 hotspot, dengan indikasi karhutla pada total empat minggu, terhitung sejak Januari hingga Februari 2023. Sebanyak 381 titik panas berada di wilayah high risk dan 520 titik panas pada wilayah medium risk.
Area dengan tingkat kerentanan tinggi
Pantau Gambut menyebut Area eks-PLG (Proyek Pengembangan Lahan Gambut) satu juta hektare pada masa Soeharto masih masuk ke dalam area kerentanan tinggi dan saat ini sebagian eks-PLG menjadi bagian dari proyek Food Estate.
Setiap kali kebakaran besar melanda hutan-hutan Indonesia, kerugian materiil dan inmateril selalu muncul dengan skala yang sangat besar. Pada 2019, kebakaran menghanguskan 1,6 juta hektare terutama di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Di Kalteng saja, setidaknya 183.000 hektare lahan gambut dilalap api.
“Sekitar 99% kebakaran itu manusia yang bakar. Hanya satu persen saja yang penyebabnya alam,” kata Doni Monardo, Kepala BNPB saat itu.
Tidak hanya dari sisi lingkungan, kebakaran hutan juga menyebabkan masalah kesehatan dan ekonomi. Kabut asap di 2019 memaksa 12 bandara berhenti beroperasi. Ratusan sekolah di Indonesia, Malaysia dan Singapura juga ditutup. Karhutla bahkan sempat memicu ketegangan diplomatik antara Jakarta dan Kuala Lumpur.
Laporan Bank Dunia menunjukkan total kerugian Indonesia akibat karhutla 2019 mencapai US$ 5,2 miliar (sekitar Rp 76 triliun). Bahkan di 2015, kerugiannya mencapai US$ 16,1 miliar. Secara khusus Bank Dunia juga menyoroti dampak ekonomi jangka panjang akibat karhutla. Selain mengganggu produktivitas tanaman hutan tahunan, karhutla juga memperburuk persepsi global terhadap kelapa sawit Indonesia.
Tidak hanya itu, karhutla juga seringkali menyebabkan ketegangan diplomatik di kawasan Asia Tenggara. Pasalnya, asap dari karhutla seringkali terbawa angin hingga mencapai negeri tetangga. Pada 2002, ASEAN merilis kesepakatan soal Transboundary Haze Pollution. Ini merupakan kesepakatan mengikat untuk memitigasi asap lintas negara yang disebabkan oleh kebakaran hutan. Pada 2014, seluruh negara Asia Tenggara sudah meratifikasi kesepakatan tersebut.
Beban Berat di ASEAN Summit
Tahun ini, Indonesia akan menjadi tuan rumah ASEAN Summit yang akan digelar pada 9-11 Mei 2023 di Labuhan Bajo. Hal ini membuat tekanan kepada pemerintah untuk mengatasi dampak karhutla semakin meningkat.
Direktur Progam World Resources Indonesia Arief Wijaya mengatakan karhutla memang menjadi isu sensitif yang bisa mengganggu hubungan bilateral di regional. Pada 2016 misalnya, Singapura mengajukan protes kepada Indonesia terkait asap yang mencapai negaranya. Dua tahun sebelumnya, Singapura juga sudah mengeluarkan regulasi Transboundary Haze Pollution yang memungkinkan otoritas setempat menuntut pelaku karhutla di negara tetangga yang menyebabkan polusi asap di negaranya.
“Sangat penting bagaimana upaya pemerintah mengurangi karhutla karena akan berdampak kepada reputasi Indonesia sebagai Chairman ASEAN Summit,” kata Arief, kepada Katadata.
Sejak awal tahun, pemerintah sudah ancang-ancang kaki mencegah karhutla di tahun ketika Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN Summit. Dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) karhutla Januari silam, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan karhutla tidak hanya berdampak pada kesehatan, ekonomi, dan lingkungan.
“Tetapi juga dapat mengganggu stabilitas negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia,” katanya.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengancam akan menindak perusahaan swasta yang melanggar aturan soal pengelolan hutan, terutama jika menyebabkan karhutla. "Enggak ada ampun. Jadi kalau terdeteksi kebakaran di lahan swasta pasti kena," katanya.
Skenario BNPB
Setiap kali karhutla terjadi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selalu menjadi yang paling sibuk. Tahun ini, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengaku sudah mempersiapkan sejumlah skenario untuk menangani karhutla.
“Ada enam provinsi prioritas,” kata Suharyanto.
Enam provinsi tersebut yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatera Selatan dan Riau merupakan wilayah yang sering ditemukan titik panas. Ketika titik panas teridentifikasi, BNPB akan mengerahkan operasi darat dan udara untuk memadamkan api. BNPB akan memperoleh dukungan tenaga dari instansi lain seperti TNI, Polri, KLHK, BPBD, dan para relawan.
BNPB juga akan melakukan operasi udara dengan menyiagakan patroli menggunakan helikopter terutama di enam provinsi prioritas. Jika operasi darat gagal memadamkan api, BNPB akan melakukan water bombing.
Selain itu, BNPB juga akan berkolaborasi dengan BMKG, Badan Riset Nasional (BRIN), dan TNI Angkatan Udara untuk melakukan operasi modifikasi cuaca. Ini dilakukan dengan menghalau hujan dan mempercepat turunnya hujan di wilayah tertentu. Dengan teknologi ini, hujan bisa dialihkan ke daerah yang mengalami karhutla.
Kendati pemerintah sudah bersiaga menghadapi karhutla tahun ini, Pantau Gambut menilai upaya tersebut belum menyentuh akar persoalan.
Wahyu mencontohkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut 2,9 juta hektare perkebunan sawit beroperasi di kawasan hutan secara tidak sah. Selain itu, ia juga menilai penegakkan hukum juga masih lemah. Selama periode 2015-2019 sebanyak 1,4 juta hektare gambut terbakar, di mana sekitar 1,02 juta hektare di antaranya terjadi di area konsesi perusahaan.
“Penanganan karhutla hanya berfokus pada pemadaman api tanpa menyentuh masalah substantif, yaitu kerusakan ekosistem gambut yang memperparah dampak kebakaran,” kata Juru Kampanye Pantau Gambut, Wahyu Agung Perdana.
TIM PRODUKSI
Naskah: Rezza Aji Pratama
Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo
Foto: Muhammad Zaenuddin
Editor: Muchamad Nafi
Desain dan Development: Firman Firdaus, Rizqi Rahmansyah