Curiga Akal-akalan Tarif Listrik

Image title
Oleh
17 Februari 2014, 23:00
2834.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
KATADATA | Donang Wahyu

KATADATA ? PADAMNYA listrik di Blok A Apartemen Graha Cempaka Mas, Senin, 20 Januari lalu, tak meredam nyali sejumlah penghuni di kawasan itu. Emosi warga bahkan kian tersulut, setelah puluhan petugas keamanan PT Duta Pertiwi Tbk., pengelola kawasan itu, memutus aliran listrik.

Penghuni mencoba melawan. Sempat terjadi baku hantam. Kondisi kian ruwet, setelah kisruh ini berujung pada penangkapan Mayjen (Purn.) Saurip Kadi, Ketua Forum Komunikasi Warga Pemilik/Penghuni. Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat ?digelandang? ke Polres Jakarta Pusat.

Persoalan listrik merupakan salah satu pemantik konflik antara penghuni apartemen dan pihak pengelola. Soal serupa tampaknya juga menyengat sejumlah apartemen lain di Jakarta, seperti Gading Mediterania Residence, Gading Nias Residence, Lavande, Thamrin City, dan Mangga Dua Court.

Menurut Parulian Tambunan, Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta, penghuni apartemen banyak mengeluhkan tarif listrik yang dibebankan pengelola. Mereka menuding pengelola telah melakukan penggelembungan tarif listrik, dengan menaikkan tarif secara sepihak. ?Kami ingin memediasi kedua pihak,? ujarnya. ?Tapi tampaknya tidak ada itikad baik untuk menyelesaikannya.?

Di apartemen Graha Cempaka Mas, persoalan ini bermula dari sepucuk surat yang dikirimkan Duta Pertiwi kepada penghuni pada 28 Januari 2013. Surat yang ditandatangani oleh Achrinaldi Nursewan, Head of GCM-RMGCM Duta Pertiwi, itu mengumumkan kenaikan tarif listrik periode 2013. Alasannya, dalam rangka penyesuaian dengan tarif baru listrik PLN, seperti termaktub dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 30 Tahun 2012.

Dari sinilah, riak keresahan penghuni bermula. Ini dikarenakan tarif yang ditetapkan oleh Duta Pertiwi ternyata jauh lebih mahal ketimbang harga resmi dalam Peraturan Menteri. Berdasarkan surat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), tarif untuk penghuni apartemen termasuk dalam golongan B3, yang dalam peraturan menteri tarifnya dipatok sebesar Rp 880 per kWh pada periode 1 Januari-31 Maret 2013. Setiap tiga bulan, tarif dinaikkan 5 persen.

Persoalannya kemudian, tarif yang ditetapkan oleh Duta Pertiwi ternyata sebesar Rp 1.150 per kWh pada periode tiga bulan pertama 2013. Tarif tersebut 30 persen lebih mahal ketimbang tarif resmi PLN, dan belum termasuk pajak penerangan jalan umum (PJU) sebesar 3 persen.

M. Hokli Lingga, kuasa hukum Duta Pertiwi, mengatakan tarif yang lebih tinggi tersebut disebabkan oleh beban pengelola yang harus melakukan pemeliharaan terhadap gardu. ?Termasuk menyediakan genset dan solar jika terjadi pemadaman aliran listrik,? tuturnya kepada Katadata.Mendengar alasan itu, para penghuni tak serta-merta percaya. Bahkan menuding, itu hanyalah akal-akalan Duta Pertiwi. Sebab, setiap bulan para penghuni sudah dibebani Iuran Pemeliharaan Lngkungan (IPL), termasuk di dalamnya adalah biaya pemeliharaan atas gardu.

Kecurigaan penghuni juga ditopang oleh fakta lain bahwa Duta Pertiwi membeli listrik dari PLN secara curah, yang harganya di bawah harga retail.  Jika menilik peraturan yang ada, sepanjang periode 1 Januari-31 Maret 2013 harganya hanya Rp 611 per kWh.

Menurut Direktur Utama PLN Nur Pamudji, pengelola apartemen memang diperbolehkan untuk membeli listrik dalam bentuk curah. Nantinya, listrik tersebut disalurkan pihak pengelola kepada pelanggannya masing-masing, baik di apartemen maupun mal.

?Kami hanya menjalankan, kalau pemerintah melarang ya kami tidak kenakan itu,? katanya seusai rapat kerja dengan Komisi Energi DPR di Jakarta (10/2).

Dia juga menjelaskan, pihaknya tidak mengatur besaran tarif yang disalurkan pihak pengelola ke pelanggannya. Adapun yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi Nomor 30 Tahun 2012 hanya harga listrik curah. ?Itu tarif ke pengelola. (Bentuknya) gelondongan dan bayarnya tiap bulan. PLN urusannya sama pemilik gedungnya, PLN  tidak mengurusi yang kecil-kecil,? kata Nur.

Persoalannya, ada selisih tarif yang kemudian memunculkan adanya dugaan penggelembungan tarif listrik oleh Duta Pertiwi. Sebagai  bukti pendukung, para penghuni menyodorkan bukti informasi tagihan listrik dari PLN pada Februari 2013.

Di situ tertera biaya pemakaian yang dikenakan PLN terhadap Duta Pertiwi, yaitu sesuai dengan tarif golongan B3, yaitu Rp 880 per kWh. Angka ini berbeda dengan tagihan yang diberikan Duta Pertiwi kepada penghuni sebesar Rp 1.185 per kWh, termasuk pajak PJU 3 persen.

?Ini yang menjadi kecurigaan kami. Kenapa tarifnya berbeda?? kata Saurip, penasihat Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Campuran (PPRSC) Graha Cempaka Mas. ?Kami sering mempertanyakan hal ini, tapi tidak pernah mendapatkan jawaban.?

Yang juga dipersoalkan penghuni adalah pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas listrik. Pungutan ini dinilai janggal, sebab dalam bukti tagihan dari PLN kepada Duta Pertiwi, tidak tercantum adanya PPN. ?Di surat tagihan PLN, nilai PPN-nya nol persen, tapi pengelola selalu menagih ke kami ada PPN 10 persen,? kata Tonny Soenanto, Ketua PPRSC Graha Cempaka Mas versi penghuni.

Halaman:
Reporter: Aria W. Yudhistira, Nur Farida Ahniar
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...