Harga Kedelai Tinggi, Pemerintah Subsidi Pengrajin Tahu Tempe Rp 900 M
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyiapkan dana sekitar Rp 900 miliar untuk memberi subsidi bagi pengrajin tahu-tempe di dalam negeri, di tengah harga kedelai yang melonjak.
Skema subsidi yang dipilih adalah pembiayaan selisih antara harga jual importir dan harga yang diinginkan melalui Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog). Dalam hal ini, Bulog ditugaskan untuk menyerap kedelai sebanyak 200 ribu ton selama empat bulan ke depan.
"Jadi, anggaran yang disediakan bukan untuk impor (kedelai) tapi menyalurkan selisih harga yang besarannya Rp 1.000. Diharapkan (harga kedelai yang diterima pengrajin tahu-tempe) jadi Rp 11.000 per kilogram (Kg) dan di sana marginnya sudah ditetapkan pemerintah," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Kamis (24/3).
Oke mencatat, saat ini harga kedelai telah naik 92,08% dibanding Maret 2020. Pasalnya, harga kedelai domestik dipengaruhi kedelai di pasar ekspor lantaran lebih dari 90% pasokan berasal dari impor.
Harga kedelai di pasar internasional melonjak lantaran naiknya permintaan akibat pemulihan dari pandemi Covid-19. Pada saat yang sama, pasokan kedelai global menyusut mengingat beberapa produsen kedelai dunia gagal panen.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso atau biasa dipanggil Buwas mengatakan, harga kedelai yang didapatkan dari importir kini terlampau tinggi. Buwas menilai hal itu disebabkan kedelai yang dimiliki oleh importir berasal dari Amerika Serikat (AS).
Adapun, tingginya kedelai dari Negeri Paman Sam disebabkan oleh inflasi yang cukup tinggi. Alhasil, biaya produksi kedelai di sana melonjak dan tercermin dalam harga jual di pasar internasional.
"Padahal ada delapan negara lain yang menghasilkan kedelai (dengan harga yang lebih murah), seperti Brasil. (Akan) tetapi, kita tidak dagan dengan negara-negara itu (dengan volume yang lebih tinggi)," kata Buwas.
Sementara itu, Buwas menyebutkan, Bulog tidak dapat melakukan transaksi langsung dengan negara-negara produsen kedelai tersebut. Pasalnya, Bulog hanya dapat bergerak jika mendapatkan penugasan dari pemerintah.
Oleh karena itu, Buwas menyampaikan pengrajin tidak mungkin mendapatkan kedelai di level Rp 11.000 per Kg meski telah disubsidi.
"Tapi, kami punya keyakinan kalau kita buka perdagangan (dengan) negara (produsen kedelai lain dan) tidak hanya satu, itu harganya (kedelai domestik akan kompetitif)," ucap Buwas.
Sebagai informasi, Amerika Serikat merupakan negara pemasok kedelai terbesar ke dalam negeri atau mencapai 2,15 juta ton pada 2021. Adapun, total volume impor kedelai Indonesia pada tahun lalu mencapai 2,49 juta.
"Banyak negara-negara lain yang memproduksi kedelai (dan) sudah kami jajaki. Kurang lebih ada tujuh negara produsen kedelai yang (harganya) relatif lebih murah daripada impor dari Amerika Serikat," ujar Buwas.
Buwas menyebutkan realisasi penjajakan tersebut hanya dapat dilakukan jika pihaknya menerima penugasan langsung dari Kementan. Pasalnya Buwas mengatakan penyerapan kedelai impor bukan menjadi salah satu tugas Bulog.