Sederet Capaian Ekonomi Turki dan Kebijakan Kontroversial Erdogan
Recep Tayyip Erdogan kembali terpilih menjadi Presiden Turki untuk ketiga kalinya. Lalu, bagaimana kebijakan ekonomi Erdogan selama ini hingga dipercaya untuk memimpin Turki hingga 2028?
Kemenangan tersebut setelah Erdogan berhasil meraup voting lebih besar di Pemilu putaran kedua yang digelar pada Minggu (28/5). Ia berhasil mengalahkan rival beratnya di Pemilu kali ini, Kemal Kilicdaroglu.
Erdogan memperpanjang masa jabatannya sebagai pemimpin terlama sejak Mustafa Kemal Ataturk mendirikan Turki modern dari reruntuhan Kekaisaran Ottoman seabad lalu. Kemenangan itu memperkuat citra Erdogan yang tak terkalahkan, setelah mengubah kebijakan domestik, ekonomi, keamanan, dan luar negeri di Turki
Erdogan sebenarnya telah memimpin Turki sejak 2003, saat itu ia menjabat sebagai Perdana Menteri Turki pada 2003-2014. Namun karena tak bisa kembali maju untuk periode keempat, maka ia maju di Pilpres Turki 2014 dan berhasil.
Namun, kekuasaan Erdogan saat itu masih terbatas karena Turki menganut Sistem Parlementer, yakni kekuasaan eksekutif lebih banyak berada di tangan Perdana Menteri. Beberapa tahun menjabat sebagai Presiden, Erdogan mengambil langkah mengubah sistem pemerintahan Turki dari Parlementer menjadi Presidensial. Referendum konstitusi itu dilakukan pada 2017 dan membuat posisi Erdogan sebagai Presiden makin kuat karena jabatan Perdana Menteri kemudian mulai dihapuskan.
Kebijakan kontroversial tak hanya ditempuh Erdogan dalam hal politik, tapi juga ekonomi. Ia terkenal dengan kebijakan makro ekonomi yang tidak ortodoks, meyakini bahwa pemangkasan suku bunga acuan bank sentral bisa membantu menekan inflasi. Ia bahkan berjanji melanjutkan kebijakan ini pada kepimpinannya lima tahun mendatang.
"Tolong ikuti saya setelah pemilihan, dan anda akan melihat bahwa inflasi akan turun bersama dengan suku bunga," kata Erdogan dikutip dari CNN Internasional, (19/5).