Sritex Dapat Perpanjangan PKPU 90 Hari, Bagaimana di Singapura dan AS?
Perjalanan bisnis berliku PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memasuki babak baru. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang memutuskan untuk memperpanjang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) senilai Rp 5,5 miliar hingga 90 hari ke depan, tepatnya sampai 21 September 2021.
Jangka waktu penundaan lebih singkat dari permohonan Sritex kepada majelis hakim yang ingin memperpanjang PKPU hingga 120 hari. Menurut manajemen Sritex, perpanjangan itu dimohonkan karena kompleksitas proses restrukturisasi utang perusahaan.
"Kami berharap dengan adanya perpanjangan ini, proses menuju perdamaian antara Sritex dan para pemangku kepentingan dapat diselesaikan secara menyeluruh dan sebaik-baiknya," ujar Corporate Communication Sritex Joy Citradewi dalam keterangan tertulis, Rabu (23/6).
Dikutip dari Bloomberg, total kewajiban yang belum dibayar dan menjadi bagian dalam proses restrukturisasi utang Sritex tercatat mencapai Rp 20 triliun.
Alfin Sulaiman, Anggota Tim Administrator yang ditunjuk Pengadilan Niaga Semarang mengatakan, klaim tersebut mencakup sekitar Rp 19 triliun yang diajukan oleh kreditur tidak terjamin, dan Rp 700 miliar oleh kreditur terjamin per 10 Juni 2021.
"Verifikasi sedang berlangsung dan jumlah final akan segera dirilis," kata Sulaiman dikutip dari Bloomberg.
Perpanjangan proses PKPU di Indonesia juga sejalan dengan moratorium yang diberikan oleh Pengadilan Tinggi Singapura untuk anak perusahaan Perseroan di Negeri Singa tersebut.
Pada 21 Mei 2021, Pengadilan Singapura memberikan perlindungan dari segala tindakan penegakan hukum terhadap anak usaha Sritex di Singapura. Hal itu bertujuan agar proses restrukturisasi dapat berjalan secara menyeluruh.
Sebelumnya, Sritex dan anak usahanya di Indonesia dan Singapura juga mengajukan petisi ke Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat (AS) di Distrik Selatan New York. Hal itu berdasarkan Bab 15 Undang-Undang Kepailitan AS (Chapter 15 Petitions). Permohonan Chapter 15 tersebut diajukan untuk memperoleh pengakuan di AS atas proses restrukturisasi di Indonesia dan Singapura.
Pada 10 Juni 2021, Pengadilan Kepailitan AS memberikan moratorium sementara berdasarkan Chapter 15 dari UU Kepailitan AS. Tujuannya, untuk melindungi Sritex dan anak usahanya di Indonesia dan Singapura dari tindakan penegakan hukum di Amerika Serikat sebelum persetujuan petisi Chapter 15.
Joy berharap moratorium sementara itu dapat menyelaraskan perlindungan yang berlaku di Sritex Indonesia dan Singapura. "Sekaligus menciptakan suasana yang kondusif di mana Sritex dan anak usaha dapat melakukan upaya restrukturisasi untuk pemangku kepentingan," katanya.