Buntut Masalah Utang, Laporan Keuangan Garuda Berstatus Disclaimer
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ternyata memperoleh status "tidak memberikan pendapat" (disclaimer) pada laporan keuangan tahun buku 2020 dari lembaga auditor independen.
Pada umumnya, auditor memberi status disclaimer atas laporan keuangan apabila lingkup audit yang dilaksanakan tidak cukup untuk membuat suatu opini.
Maskapai milik pemerintah tersebut memang belum mengunggah laporan keuangan tahunan 2020 di keterbukaan informasi pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga berita ini ditulis, Jumat (16/7). Catatan kinerja terakhir yang dipublikasikan yakni laporan keuangan kuartal III 2020.
Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan, catatan disclaimer itu diberikan dengan pertimbangan aspek keberlangsungan usaha. Hal itu menjadi perhatian auditor, terutama di tengah upaya perusahaan menjalankan restrukturisasi demi memulihkan kinerja keuangan.
"Pada prinsipnya, Garuda tentu menghargai independensi auditor yang mencatatkan keterangan tersebut dalam pembukuan laporan kinerja keuangan sepanjang 2020," kata Irfan dalam keterangan tertulis, Jumat (16/7).
Irfan menjelaskan hal tersebut merupakan realitas bisnis yang tidak dapat dihindari di tengah tekanan kinerja usaha, imbas pandemi Covid-19 yang mengantarkan industri penerbangan dunia pada level terendah sepanjang sejarah.
Lalu lintas penumpang internasional mengalami penurunan drastis lebih dari 60% selama 2020. Hal tersebut membawa trafik perjalanan lalu lintas udara internasional kembali ke level trafik lalu lintas udara pada 2003.
"Sebuah kemunduran signifikan dari industri penerbangan yang telah berkembang pesat selama 10 tahun terakhir," kata Irfan.
Kondisi itu turut tergambar pada kinerja usaha yang akhirnya berdampak pula pada catatan keuangan Garuda Indonesia sepanjang 2020. Emiten berkode saham GIAA ini membukukan pendapatan usaha senilai US$ 1,4 miliar atau setara Rp 20,3 triliun (kurs: Rp 14.500) sepanjang 2020. Angka ini menyusut hingga 69% dibanding pendapatan usaha pada periode 2019 senilai US$ 4,57 miliar.
Dijelaskan, penunjang utama pendapatan usaha Garuda pada 2020 yaitu, penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,2 miliar. Angka itu menurun drastis hingga 68,2% dibanding pendapatan dari penerbangan berjadwal pada 2019 yang mencapai US$ 3,77 miliar.
Penopang pendapatan usaha 2020 lainnya berasal dari pendapatan penerbangan tidak berjadwal senilai US$ 77 juta. Dibandingkan periode sama tahun sebelumnya senilai US$ 249,9 juta atau menyusut sekitar 69%. Sementara pada lini pendapatan lainnya, Garuda hanya mencatat pendapatan sebesar US$ 214 juta pada 2020. Sedangkan pada 2019 mencapai US$ 549,33 miliar atau anjlok hingga 61,04% secara tahunan.