Biaya Pencadangan Turun, Laba Bersih BCA Tumbuh 15% Jadi Rp 23 T
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan laba bersih Rp 23,19 triliun hingga triwulan III 2021 atau naik 15,8% dari periode sama tahun lalu Rp 20,03 triliun. Salah satu pemicu pertumbuhan laba ialah terjadinya penurunan biaya pencadangan bank.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan BCA mengantongi pendapatan operasional Rp 57,6 triliun per September 2021 atau naik 3,1% dari Rp 55,89 triliun secara tahunan. Penyokong utamanya adalah pendapatan bunga bersih Rp 42,15 triliun, naik 3,3% dari Rp 40,8 triliun.
Sementara itu, BCA harus menanggung beban operasional senilai Rp 21,18 triliun sampai triwulan III 2021. Catatan tersebut turun 4,1% dari periode sama tahun lalu Rp 22,08 triliun.
Alhasil, BCA catatkan laba sebelum provisi atau pre-provision operating profit (PPOP) Rp 36,42 triliun atau naik 7,7% dari Rp 33,8 triliun. Pada triwulan III-2021, BCA menurunkan biaya provisi, totalnya menjadi Rp 7,64 triliun atau turun 16,2% dari Rp 9,12 triliun.
Dengan penurunan provisi tersebut, laba bersih BCA naik 15,8% secara tahunan. Jahja mengatakan, hal tersebut juga tidak lepas dari upaya pemerintah dalam mengendalikan kasus Covid-19 di Indonesia, termasuk mengakselerasi program vaksinasi.
"Sehingga aktivitas bisnis mulai menunjukkan pemulihan seiring peningkatan mobilitas," kata Jahja dalam paparan publik secara virtual, Kamis (21/10).
BCA mencatat penyaluran kredit baru naik 13,8% secara tahunan seiring komitmen BCA mendukung pemulihan ekonomi. Penyaluran kredit baru itu lebih tinggi dibandingkan tingkat pelunasan (loan repayment).
Dengan demikian, total kredit BCA tumbuh 4,1% secara tahunan menjadi Rp 605,87 triliun pada September 2021, dibanding Rp 581,85 triliun. Penyokong utama kredit BCA dalam sembilan bulan pertama tahun ini masih dari segmen korporasi.
BCA menyalurkan kredit korporasi Rp 269,89 triliun per September 2021 atau naik 7,1% dari periode sama tahun lalu Rp 251,99 triliun. Sektor manufaktur mendominasi sebesar 23,1%, diikuti oleh sektor perdagangan 22,2%.
Bank milik Grup Djarum ini juga menyalurkan kredit ke segmen komersial dan bisnis usaha kecil dan menengah (SME) Rp 185,44 triliun, tumbuh 1,5% dari Rp 182,72 triliun.
Segmen kredit lain yaitu, konsumer yang totalnya Rp 144,67 triliun, naik 2,1% dari Rp 141,66 triliun. Kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi penyokong utamanya, di mana BCA mampu bukukan Rp 95,07 triliun atau tumbuh 6,5% dari periode sama tahun lalu Rp 89,3 triliun.
Masih di segmen konsumer, penyaluran kredit melalui kartu kredit mencapai Rp 13,94 triliun atau tumbuh 1,2% dari Rp 13,77 triliun. Sementara itu, kredit kendaraan bermotor (KKB), baik motor maupun mobil, totalnya Rp 95,07 triliun atau turun 7,6% dari Rp 38,57 triliun.
Jahja mengatakan, BCA mengedepankan nilai-nilai lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), ditandai dengan komitmen penyaluran kredit kepada sektor-sektor berkelanjutan yang naik 25,6% menjadi Rp143,1 triliun dari Rp 113,9 triliun. Nilai ini berkontribusi 23,6% bagi total portofolio kredit BCA.
"Di antaranya mencakup pembiayaan kepada sektor UKM, pengelolaan sumber daya alam dan lahan yang berkelanjutan, dan energi terbarukan,” ujar Jahja.
Meski kredit bertumbuh, kualitas kreditnya menurun. Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) per September 2021 di level 2,4% atau naik dari September 2020 di level 1,9%. Sektor manufaktur menyumbang NPL terbesar 4,5% dan diikuti perdagangan 3,6%.
Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), BCA mampu catatkan Rp 923,73 triliun atau tumbuh 18,3% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 780,67 triliun. Rasio dana murah (CASA) pada DPK BCA mencapai 78,1% atau naik dari periode sama tahun lalu 76,4%.
Akibat pertumbuhan DPK yang signifikan dibandingkan kredit, maka rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio) menjadi 62% dibandingkan secara tahunan 69,5%.