Kerugian Akibat Investasi Bodong Tembus Rp 117 Triliun dalam 10 Tahun
Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mencatat, total kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp 117,5 triliun dalam kurun waktu 10 tahun atau sejak 2011 hingga awal tahun ini.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, masyarakat masih mudah tergiur dengan penawaran dan janji keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat oleh para pelaku investasi bodong tersebut.
Selain itu, banyaknya pelaku investasi bodong yang menggunakan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menarik minat investasi juga menjadi salah satu pemicu kerugian tersebut.
Tongam mengatakan, pihaknya terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat, serta melakukan pengumpulan data melalui sistem milik satgas waspada investasi.
"Hal itu dilakukan untuk melihat, bagaimana kami merespons secara dini. Karena prinsip kami, sebelum ada korban ya kita harus blokir begitu investasi-investasi bodong itu muncul," kata Tongam dalam Media Briefing Satgas Waspada Investasi, Senin (21/2).
Ia mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang belum menyadari bahaya dari adanya investasi bodong tersebut. Hal itu terlihat dari banyaknya masyarakat yang menikmati hasil keuntungan dari investasi bodong tersebut, tanpa melapor kepada satgas.
"Banyak juga yang menikmati keuntungannya, tapi setelah rugi baru mereka lapor. Ini perlu juga adanya perubahan mindset di masyarakat," kata dia.
Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya untuk menangani munculnya investasi-investasi bodong yang mengakibatkan kerugian besar di masyarakat.
Upaya yang dilakukan di antaranya, dengan melakukan rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan, dan mengumumkan investasi-investasi ilegal kepada masyarakat.
Kemudian, pihaknya juga rutin melakukan pengawasan via daring dan mengajukan blokir situs dan aplikasi rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta melaporkan kepada Bareskrim Polri.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam aktivitas investasi ilegal dana tidak dikembalikan sepenuhnya dan cukup sulit, terutama bila uang yang diinvestasikan sudah digunakan oleh para pelaku investasi untuk kegiatan yang tidak produktif.
Kemudian, ia mengimbau masyarakat untuk memperhatikan 2L, yakni legal dan logis. Ini sebagai upaya untuk menghindari jeratan investasi ilegal. Masyarakat harus memastikan status perizinan dari investasi yang ditawarkan, seperti badan hukum dan produk. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk mengecek kembali imbal hasil dan risiko dari investasi tersebut.
"Masyarakat perlu kita kembangkan awarenessnya agar tidak sembarangan mengisi data atau memberikan dana kepada lembaga yang tidak diketahui legalitasnya," ujarnya.