Baju Adat Bali: Nama, Jenis, Fungsi, dan Makna

Tifani
Oleh Tifani
19 Agustus 2024, 18:13
Baju adat Bali
123dok.com
Ilustrasi, pakaian adat Bali
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Baju adat adalah busana tradisional yang digunakan oleh suatu kelompok etnis atau masyarakat dalam konteks budaya dan adat istiadat tertentu. Pakaian adat mencerminkan identitas, nilai-nilai, dan warisan budaya dari sebuah kelompok.

Pakaian adat juga dapat menunjukkan status sosial, perkawinan, atau agama. Ada ratusan baju adat di Indonesia, salah satunya adalah baju adat Bali.

Nama dan Fungsi Baju Adat Bali

Pakaian Adat Bali
Pakaian Adat Bali (Orami)
 

Mengutip laman Kemdikbud, Baju adat Bali pada umumnya ada tiga macam, yaitu Payas Agung, Payas Madya, dan Payas alit. Masing-masing memiliki fungsi berbeda dalam upacara adat.

Setiap daerah di Bali memiliki kekhasan dalam menggunakan pakaian adat ini, namun masih tetap sesuai pakem. Berikut jenis dan fungsi baju adat beli:

1. Payas Agung

Baju adat Bali yang lengkap dan terlihat mewah adalah Payas Agung. Dahulunya, pakaian ini digunakan untuk kalangan brahmana, ksatriya, dan waisya.

Baju ini sekarang digunakan oleh pengantin dalam upacara pernikahan. Payas Agung menggambarkan keindahan, warnanya juga cerah sehingga mencirikan kebahagiaan dan kegembiraan.

Tiap daerah memiliki kekhasan, namun masih tetap sesuai pakem. Contohnya Payas Agung adat Medeeng Singaraja (Buleleng) yang berbeda dengan Payas Agung adat Asak Karangasem.

Pengantin wanita mengenakan tapih atau sinjang prada selain warna kuning dan putih, kamen prada, sabuk prada, sabuk toros, dan selendang prada warna kuning. Sedangkan, pengantin pria mengenakan aksesoris berupa gelung agung dan mengenakan rumbing di telinga, memakai badong, gelang nagasatru dan gelang kana, serta cincin bermata merah.

Baju yang dipakai adalah kain kancut prada, kampuh prada, dan umpal prada. Payas Agung juga digunakan oleh manggala/pangarep yang diupacarakan dalam upacara manusa yadnya dan sebagai yajamana pada upacara yang lain.

2. Payas Madya

Pakaian Payas Madya adalah pakaian adat tingkat menengah. Biasanya dipakai dalam upacara potong gigi dan ngidih.

Upacara potong gigi adalah penyucian diri ketika sudah dewasa dan akan memasuki jenjang pernikahan. Sedangkan ngidih yaitu ketika laki-laki meminang dan datang ke rumah calon pasangan.

Untuk upacara ini, payas madya memiliki ciri penataan rambut menggunakan gelung moding. Selain itu, juga menggunakan semi dari malem, dan memakai aksesoris rambut berupa bunga kompyong, 7 sasak lepas, dan 21 bunga sandat emas.

Busananya menggunakan kamen songket asli tenun bali, lengkap dengan sabuk prada belah ketupat 4 warna. Para wisatawan yang mau memasuki kawasan suci, seperti pura, situs peninggalan kerajaan tertentu juga harus memakai pakaian madya untuk menghormati dan menjaga kesucian tempat tersebut.

Secara sederhana, ini hanya terdiri dari tiga bagian pokok. Pertama adalah kamben, yaitu selembar kain yang dililitkan pada tubuh bagian bawah.

Kedua adalah kancrik, yaitu selendang untuk ikat pinggang. Ketiga adalah udeng, yaitu kain ikat kepala. Sedangkan bajunya bebas, asal rapi dan sopan.

3. Payas Alit/Payas Nista

Payas alit atau payas nista adalah baju adat Bali yang paling sederhana dan bisa dipakai sehari-hari, termasuk upacara adat harian di pura. Baju adat ini dikenakan hanya menggunakan kebaya dan songket.

Laki-laki pun hanya menggunakan kemeja putih dan dilengkapi dengan kamen serta udeng.
Fungsi

Makna Baju Adat Bali

Pakaian Adat Bali
Pakaian Adat Bali (Orami)

Makna baju adat Bali secara umum adalah tapak dara atau swastika yang terdiri dari tiga bagian atau tri angga. Pertama adalah dewa angga, yaitu bagian dari leher sampai kepala.

Kedua adalah manusa angga, yaitu bagian atas pusar sampai leher. Ketiga adalah butha angga, yaitu bagian pusar sampai bawah.

Sedangkan unsur pakaiannya dibedakan antara laki-laki dan perempuan.

Makna Baju Adat bali untuk Perempuan

1. Kamen

Baju adat ini dimulai dengan mengenakan kamen. Tetapi lipatan kamen perempuan melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti yang bertugas menjaga agar laki-laki tidak melenceng dari ajaran dharma.

Tinggi kamen perempuan sekitar satu telapak tangan. Bagian ini menyimbolkan bahwa perempuan sebagai sakti sehingga langkahnya lebih pendek.

2. Bulang

Kemudian setelah kamen, busana perempuan yang dikenakan adalah bulang yang berfungsi menjaga rahim dan mengendalikan emosi.

3. Selendang/Senteng

Selendang/senteng pada perempuan diikat menggunakan simpul hidup di sisi kiri. Ini sebagai simbol sakti dan mebraya. Selendang perempuan dipakai di luar, tidak ditutupi baju sebagai simbol siap membenahi putra jika melenceng dari ajaran dharma.

4. Kebaya

Terakhir adalah mengenakan baju yang disebut kebaya, serta pepusungan yang memiliki tiga jenis. Pusung gonjer digunakan untuk perempuan yang belum menikah, dibuat dengan cara melipat rambut sebagian dan sebagian lagi digerai.

Bagian ini lambang bahwa perempuan tersebut masih bebas memilih dan dipilih laki-laki. Pusung tagel digunakan untuk perempuan yang sudah menikah.

Sementara, pusung podgala atau pusung kekupu yaitu cempaka putih, cempaka kuning, sandat sebagai lambing Tri Murti.

Makna Baju Adat bali untuk Laki-Laki

1. Kamen/Kain

Laki-laki menggunakan pakaian adat yang diawali dengan kamen atau kain. Kain digunakan dengan lipatan melingkar dari kiri ke kanan karena sebagai pemegang dharma.

Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari telapak kaki. Maknanya karena putra adalah penanggung jawab dharma sehingga harus melangkah dengan panjang, tetapi harus tetap melihat tempat berpijak, yaitu dharma.

2. Kancut/Lelancingan

Laki-laki juga menggunakan kancut atau lelancingan dengan ujung lancip dan sebaiknya menyentuh tanah (menyapuh jagat). Ujungnya yang sampai ke bawah dimaknai sebagai penghormatan kepada ibu pertiwi.

Kancut juga sebagai simbol kejantanan. Namun saat persembahyangan, tidak diperkenankan untuk menunjukkan kejantanan. Ini dimaknai sebagai pengendalian, tetapi kejantanan boleh ditunjukkan saat ngayah.

3. Kampuh

Saat kejantanan itu harus ditutup, maka ditutupi dengan saputan atau kampuh. Tinggi saputan kira-kira sejengkal dari ujung kamen.

Saputan juga berfungsi untuk mengadang musuh dari luar. Saputan dipasang melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya).

4. Umpal

Kemudian berlanjut mengenakan umpal atau selendang kecil yang maknanya adalah pengendalian hal-hal negatif. Ini membagi tubuh menjadi dua, yaitu bhuta angga dan manusa angga.

Umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai simbol pengendalian emosi. Untuk putra, umpal harus terlihat sedikit sebagai simbol siap memegang teguh dharma dalam kondisi apapun.

5. Baju/Kwaca

Pada manusa angga, putra mengenakan baju atau kwaca yang bersih, rapi dan sopan. Jenis baju ini berubah-ubah sesuai perkembangan zaman. Ini adalah wujud memperindah diri sebagai rasa syukur kepada Tuhan.

6. Udeng/Destar

Udeng atau destar adalah kain ikat kepala. Udeng ada tiga jenis. Udeng Jejateran digunakan untuk sembahyang, yakni menggunakan simpul hidup di depan, di sela-sela mata, sebagai lambang cundamani (mata ketiga) dan pemusatan pikiran.

Jika ujungnya menghadap ke atas adalah simbol penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa. Udeng Dara Kepak biasa dipakai oleh raja. Terdapat bebidakan tetapi ada tambahan penutup kepala sebagai lambang pemimpin yang selalu melindungi rakyat.

Sementara Udeng Beblatukan dipakai oleh pemangku. Tidak ada bebidakan, tetapi hanya ada penutup kepala dan simpulnya di belakang dengan diikat ke bawah. Hal ini melambangkan pemangku yang lebih mendahulukan kepentingan umum.

Editor: Safrezi

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...