Kenali Penyebab Cedera Saraf Tulang Belakang, IDI Kota Dompu Berikan Informasi
Menurut informasi dari idikotadompu.org, cedera saraf tulang belakang atau spinal cord injury (SCI) adalah kerusakan pada saraf yang terletak di tulang belakang.
Cedera pada saraf tulang belakang dapat terjadi dan mengganggu fungsi tubuh, seperti kehilangan kemampuan bergerak atau merasakan sesuatu. Biasanya, cedera ini dapat menjadi lebih buruk jika tidak segera diobati.
IDI merupakan singkatan dari Ikatan Dokter Indonesia. IDI Kota Dompu merupakan organisasi sebagai wadah profesi bagi para dokter di Indonesia, didirikan pada tanggal 24 Oktober 1950.
Adapun, IDI berkomitmen untuk membangun kesehatan masyarakat melalui berbagai program dan kolaborasi dengan sektor lain
IDI Kota Dompu memperketat pengawasan terhadap izin praktik dokter untuk memastikan bahwa semua tenaga medis yang beroperasi di wilayah tersebut memiliki lisensi yang sah dan memenuhi standar yang ditetapkan.
Organisasi ini juga terlibat dalam pembangunan kesehatan di daerah dengan melakukan kerjasama lintas sektor, termasuk program-program kesehatan masyarakat.
IDI Kota Dompu saat ini sedang melakukan penelitian lebih lanjut terkait penyebab cedera saraf tulang belakang serta rekomendasi obat untuk mengurangi gejalanya.
Apa Saja Penyebab Cedera Saraf Tulang Belakang?
Dilansir dari laman https://idikotadompu.org, cedera saraf tulang belakang (spinal cord injury, SCI) dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yang umumnya terbagi menjadi penyebab traumatik dan non-traumatik. Berikut adalah beberapa penyebab utama cedera saraf tulang belakang meliputi:
1. Kecelakaan Kendaraan
Salah satu faktor traumatik adalah kecelakaan mobil atau motor. Cedera tulang belakang terutama disebabkan oleh kecelakaan mobil dan sepeda motor.
Kecelakaan ini sering menyebabkan benturan keras yang dapat menyebabkan fraktur atau dislokasi vertebra.
2. Jatuh dari Ketinggian
Penyebab utama lainnya adalah jatuh, terutama pada orang tua. Jatuh saat melakukan aktivitas seperti panjat tebing atau jatuh dari tangga dapat menyebabkan cedera saraf tulang belakang.
3. Cedera Saat Berolahraga
Cedera tulang belakang paling umum terjadi selama olahraga, terutama olahraga yang melibatkan kontak fisik atau risiko tinggi, seperti menyelam di perairan dangkal.
4. Faktor Usia
Usia lanjut memang menjadi salah satu faktor berbagai penyakit. Orang berusia antara 16 hingga 30 tahun dan di atas 65 tahun lebih rentan terhadap cedera saraf tulang belakang.
Apa Saja Obat yang Direkomendasikan untuk Penderita Cedera Saraf Tulang Belakang?
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Kota Dompu telah merangkum beberapa obat yang dapat mengurangi rasa sakit pada tulang belakang akibat cedera yang dialami. Penderita cedera saraf tulang belakang memerlukan penanganan medis yang komprehensif. Berikut adalah beberapa jenis obat yang direkomendasikan meliputi:
1. Obat Kortikosteroid
Obat kortikosteroid yang sering digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan peradangan di sekitar saraf tulang belakang termasuk Dexamethasone dan metilprednisolon. Untuk mendapatkan hasil terbaik, obat ini harus diberikan dalam waktu delapan jam setelah cedera.
2. Obat Pereda Nyeri
Dokter dapat memberikan analgesik, seperti parasetamol atau ibuprofen, untuk mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kerusakan saraf. Jika nyeri menjadi lebih parah, dokter mungkin meresepkan opioid.
3. Obat Relaksan Otot
Obat rekomendasi selanjutnya adalah baclofen atau tizanidine. Obat ini dapat membantu mengurangi spasme otot yang sering terjadi setelah cedera saraf tulang belakang.
4. Obat Pereda Nyeri Topikal
Gel atau krim yang mengandung bahan aktif seperti diclofenac (misalnya, Voltaren Emulgel) dapat dioleskan pada area yang terkena untuk meredakan nyeri.
5. Terapi Fisik
Selain pengobatan, terapi fisik juga penting dalam rehabilitasi penderita cedera saraf tulang belakang untuk membantu memulihkan fungsi motorik dan mengurangi nyeri.
Sebelum memulai pengobatan, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis guna menentukan jenis dan dosis obat yang tepat sesuai dengan kondisi pasien.
Pengobatan harus disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera dan respons individu terhadap terapi.