Menengok Aksi Unilever Indonesia dan OCBC Kikis Bias Gender di Tempat Kerja


Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional 2025, Unilever Indonesia mengajak sejumlah pihak berdiskusi bersama. Salah satu isu yang dibahas ialah soal tantangan dan praktik inspiratif dalam upaya menciptakan ekosistem tempat kerja yang inklusif bagi perempuan.
Diskusi tersebut mengemuka di dalam Ring the Bell for Gender Equality (RTBFGE) 2025. Program ini diselenggarakan bekerja sama dengan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), UN Women, UN Global Compact Network Indonesia (IGCN), International Finance Corporation (IFC), dan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE).
RTBFGE yang berlangsung di Main Hall BEI tersebut mengangkat tema How to Maintain Work-Life Integration: Policies that Empower Women. Dan soal inklusivitas di tempat kerja bagi perempuan dibahas dalam sesi diskusi panel. Topik ini menjadi perhatian mengingat inklusivitas dapat membantu lebih banyak perempuan mencapai posisi kepemimpinan.
Head of Communication & Chair of Equity Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia Kristy Nelwan mengajak perempuan lebih proaktif untuk meluruskan mindset bias, khususnya berupa stereotip gender. Artinya, bukan hanya bias dari lingkungan sekitar yang harus diwaspadai tetapi juga bias dari kacamata diri sendiri.
”Hal ini dapat dilakukan dengan cara memiliki support system yang kuat, banyak membaca dan belajar mengenai isu ini, memilih konten yang kita konsumsi setiap hari, serta memilih untuk berkarya bersama perusahaan/organisasi yang sejalan dengan nilai-nilai kita,” katanya di dalam sesi diskusi RTBFGE.
Kristy mengimbuhkan, setidaknya ada tiga hal bisa diterapkan untuk memastikan praktik-praktik ED&I bisa terus dijalankan dan menjadi budaya perusahaan. Pertama, semua pihak harus ingat, jika perempuan meraih kesetaraan di lingkungan kerja maka manfaatnya akan dirasakan oleh semua.
Kedua, dari sisi individu, baik perempuan maupun allies, teruslah untuk mengedukasi diri dan mendorong sekeliling untuk walk the talk. Pahami hak-hak perempuan, terutama yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan, agar bisa melihat dan bertindak jika mengalami atau melihat ketidakadilan.
”Apabila kita mengalami atau menjadi saksi pelecehan dalam bentuk apapun, kita harus speak up agar pelaku tahu itu salah dan perempuan di sekitar kita juga belajar cara menangani situasi serupa jika mereka mengalaminya,” ucapnya.
Ketiga, dari sisi perusahaan maupun organisasi perlu memastikan semua karyawan memiliki kesempatan yang setara untuk berkontribusi dan berkembang. Hal ini dicapai dengan cara membangun struktur, budaya, infrastruktur, kebijakan, dan kepemimpinan yang sejalan.
Apabila ada pelanggaran maka pemimpin perusahaan perlu memastikan bahwa ada proses penanganan yang terstruktur untuk menanganinya. Termasuk pula pengenaan sanksi sesuai pelanggaran yang terbukti.
Lebih jauh terkait isu work-life integration yang menggema dalam RTBFGE 2025, Unilever sendiri mengaku menaruh perhatian khusus terhadap para orang tua bekerja, khususnya working mom. Oleh karena itu, perusahaan menerapkan sistem flexible working hours sejak lama.
Ada juga Ruang Laktasi serta fasilitas Day Care yang dibangun sesuai dengan standar sistem pendidikan PAUD. Bagi karyawan yang baru menjadi orang tua, berhak mendapatkan paid maternity leave selama 4 bulan atau paid paternity leave selama 3 minggu.
Di lingkungan Unilever, para karyawan perempuan tak cuma bisa mengakses modul-modul dan pelatihan pengembangan karir. Mereka juga banyak mendapat program mentoring dengan pimpinan perempuan.
Sementara itu, proses rencana dan evaluasi kinerja karyawan dilakukan secara rutin dan direkam dalam sistem. Ini bertujuan untuk memaksimalkan elemen pencapaian dan meminimalisir bias gender.
Adapun, Komisaris Independen PT Bank OCBC NISP Tbk Betti S. Alisjahbana mengungkapkan, berbagai tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia kerja disebabkan stigma sosial yang membebankan tanggung jawab ganda pada perempuan bekerja.
“Banyak kepercayaan yang tumbuh di masyarakat bahwa perempuan boleh bekerja, tetapi tanggung jawab rumah tangga dan mendidik anak juga tetap tanggung jawab perempuan sendiri. Perempuan jadi mengemban beban dan stress yang luar biasa, sehingga karirnya tidak berkembang dan sulit bersaing,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bank OCBC NISP melakukan berbagai inisiatif sebagai terjemahan dari kebijakan inklusif perusahaan dengan tujuan mempermudah perempuan untuk sukses dalam karirnya, termasuk pemanfaatan teknologi, cara kerja yang lebih flexible seperti hybrid, serta menyediakan bantuan psikolog.
Betti menekankan bahwa mendorong kesetaraan gender merupakan inisiatif strategis untuk keberhasilan perusahaan.
”Kami perlu melibatkan semua pemimpin. Jadi semua pemimpin yang kami promote harus lihat apakah dia punya buy in dalam kesehariannya untuk mendukung inklusivitas ini. Kemudian, kita dengarkan masukan, misalkan melalui Engagement Survey, untuk mengetahui apa yang perlu dilakukan agar menciptakan organisasi yang inklusif bisa terealisasi,” ujar Betti.
Menciptakan tempat kerja yang aman dan inklusif untuk semua tidak hanya berbicara tentang kepatuhan pada regulasi tetapi juga mendorong inovasi dan pertumbuhan di tingkat perusahaan.
Dengan mempelajari berbagai strategi dan praktik-praktik baik, seperti yang telah dilakukan di OCBC NISP dan Unilever Indonesia, diharapkan perusahaan dan institusi lain dapat terus berkontribusi mendorong kesetaraan gender yang dimulai dari membangun lingkungan kerja dan kebijakan yang lebih inklusif.