Apa itu Konklaf dan Cara Pemilihan Paus: Mencari Pemimpin Gereja Katolik


Paus merupakan pemimpin tertinggi dalam Gereja Katolik yang memiliki tanggung jawab terhadap ajaran, tradisi, dan doktrin gereja. Dalam kedudukannya sebagai Uskup Roma, paus memiliki wewenang spiritual tertinggi yang diakui oleh lebih dari satu miliar umat Katolik di seluruh dunia.
Istilah 'Konklaf' naik ke permukaan ketika Paus Fransiskus meninggal dunia pada 21 April 2025 silam. Diketahui bahwa Konklaf merujuk pada proses pemilihan pemimpin Gereja Katolik berikutnya. Perhelatan tersebut diikuti oleh Kardinal dari penjuru dunia. Singkatnya, Kardinal adalah pemimpin-pemimpin gereja yang dinaungi secara langsung oleh Paus.
Jika pemimpin tertinggi dalam Gereja Katolik wafat atau memilih berhenti dari jabatannya, maka akan dimulai prosesi yang telah dilaksanakan dari generasi ke generasi untuk menentukan Paus berikutnya. Proses ini berlangsung dalam suasana tertutup dan dijalankan dengan berbagai tata cara keagamaan yang sakral.
Berikut pembahasan lebih lanjut tentang apa itu konklaf dan cara pemilihan paus yang patut diketahui, khusunya bagi umat Katolik. Sangat memungkinkan bahwa proses ini dilaksanakan tak lama setelah wafat dan proses pemakamana serta pengunduran diri secara resmi selesai dilaksanakan.
Apa itu Konklaf?
Melansir Britannica, Konklaf kepausan dalam Gereja Katolik Roma adalah pertemuan para kardinal untuk memilih paus baru. Dalam proses ini, para kardinal dikarantina secara ketat dan tidak boleh berhubungan dengan dunia luar sampai pemilihan selesai. Istilah "konklaf" berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti "dengan kunci."
Disebutkan bahwa sejarah pemilihan paus tidak sepenuhnya jelas. Ada dugaan bahwa paus-paus pertama, termasuk Santo Petrus yang dianggap sebagai paus pertama, sempat menunjuk penerus mereka sendiri. Namun, cara ini ternyata tidak diterima secara luas dan tidak bertahan lama.
Setelah itu, proses pemilihan Uskup Roma (yaitu paus) mengikuti pola pemilihan uskup di kota-kota lain. Saat itu, para imam setempat yang memilih, para uskup dari daerah sekitar memimpin jalannya pemilihan dan bertindak sebagai penilai, sementara umat biasa menunjukkan dukungan atau penolakan mereka—kadang secara ribut dan penuh keributan.
Konklaf dimulai dengan Misa yang disebut Pro Eligendo Romano Pontifice (Untuk Pemilihan Paus Roma). Setelah itu, para kardinal elektor berkumpul di Kapel Sistina dan bersumpah untuk menjaga kerahasiaan. Pemungutan suara kemudian dimulai, dan untuk memilih paus baru, dibutuhkan mayoritas dua pertiga.
Rangkaian pemilihan paus berikutnya tidak selalu berjalan lancar. Kadang terjadi perselisihan, bahkan perebutan kekuasaan. Sejak tahun 217 Masehi, sudah terjadi perpecahan yang menghasilkan dua paus yang saling mengklaim, satu paus sah dan satu lagi yang disebut antipaus.
Namun, berbagai sumber juga menyebutkan bahwa Konklaf pertama kali dilaksanakan pada abad ke-13, tepatnya saat penetapan Paus Gregorius X. Aturan konklaf dibuat untuk mencegah campur tangan politik dan agar pemilihan paus bisa berjalan cepat. Hal ini juga mengingat bahwa penentuan paus baru sempat berlangsung bertahun-tahun, sehingga gereja katolik tidak memiliki pemimpin.
Siapa yang Terlibat dalam Konklaf?
Dalam pemilihan paus, hanya kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang memiliki hak suara. Mereka dikenal sebagai kardinal elektor. Jumlah maksimal kardinal yang dapat memberikan suara adalah 120 orang.
Kardinal selaku pemilih umumnya berasal dari jajaran tertinggi dalam hierarki Gereja, seperti uskup, uskup agung, atau pemimpin departemen penting di Vatikan. Sementara itu, kardinal yang sudah pensiun tetap dapat hadir dalam konklaf, namun mereka tidak memiliki hak untuk ikut memilih.
Setiap kardinal menulis nama calon paus di sebuah surat suara, melipatnya, dan meletakkannya di atas piring yang kemudian dimasukkan ke dalam sebuah piala. Suara-suara dihitung, dan hasilnya dibakar di sebuah tungku khusus.
Selama konklaf, terdapat tanda asap yang menunjukkan hasil pemungutan suara. Asap hitam (fumata nera) menandakan bahwa paus baru belum terpilih, sementara asap putih (fumata bianca) berarti seorang paus telah terpilih.
Asap tersebut dihasilkan dengan membakar surat suara bersama bahan kimia untuk menghasilkan warna yang sesuai. Antusias dapat terlihat dari kerumunan yang menunggu di Lapangan Santo Petrus dan juga oleh jutaan orang yang menyaksikan di seluruh dunia.
Cara Pemilihan Paus Pemimpin Gereja Katolik
Begitu masa berduka atau proses pengunduran diri selesai, tahap persiapan pemilihan paus baru pun dimulai. Kapel Sistina diatur khusus untuk acara ini, dan berbagai prosedur pengamanan diperketat. Segala jenis alat komunikasi dicek agar tidak ada yang diselundupkan, dan sistem penghalang sinyal dipasang untuk memastikan tidak ada informasi yang bocor ke luar.
Seluruh kardinal yang memiliki hak suara masuk ke dalam kapel dengan komitmen untuk menjaga semua proses tetap rahasia. Mereka akan tetap di dalam hingga pemimpin baru Gereja Katolik terpilih. Proses voting berlangsung dengan tertib—masing-masing kardinal menulis nama calon pilihannya, lalu surat suara dikumpulkan dan dihitung dengan tata cara khusus. Untuk sah, hasilnya harus mencapai dua pertiga suara dari total pemilih.
Setelah hasil ditentukan, calon terpilih akan ditanya apakah ia bersedia menerima jabatan itu, serta nama baru yang ingin digunakan. Bila ia menyetujuinya, ia langsung resmi menjadi paus. Ia kemudian diarahkan ke sebuah ruang kecil bernama Ruang Air Mata, tempat ia mengenakan jubah kepausan untuk pertama kalinya. Momen ini kerap membawa luapan perasaan karena menjadi awal dari babak baru.
Tak lama kemudian, paus yang baru muncul di balkon utama Basilika Santo Petrus. Kardinal tertua di antara mereka menyampaikan pengumuman terkenal, "Habemus Papam!" yang berarti "Kita punya paus!" dan menyebutkan nama pemimpin baru tersebut. Paus pun memberikan berkat perdananya bagi kota Roma dan seluruh dunia, sebuah peristiwa yang disaksikan dengan penuh haru oleh jutaan umat dari berbagai penjuru.
Dalam hari-hari awalnya menjabat, paus baru akan menjalani sejumlah kegiatan resmi, seperti Misa khusus sebagai tanda pelantikan dan bertemu dengan berbagai pejabat Gereja. Ia juga bisa mulai menetapkan kebijakan atau melakukan perombakan dalam struktur kepemimpinan. Namun, ada juga kemungkinan ia memilih untuk mengawali masa jabatannya dengan doa dan perenungan sebelum membuat keputusan besar.