Dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih Penuh Pesan Moralnya
Cerita fiksi adalah sebuah cerita yang bersifat khayalan, rekayasa atau rekaan manusia. Selain itu, cerita fiksi bisa diartikan sebagai suatu karya yang menceritakan sesuatu yang tidak ada dan tidak perlu dicari kebenarannya.
Beberapa contoh fiksi dapat berupa novel, hikayat, fabel, komik, dongeng, cerpen, dan legenda. Cerita ini dibuat dengan tujuan hiburan atau memperoleh kepuasan batin.
Dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih
Di Indonesia sendiri ada berbagai cerita rakyat terkenal, salah satunya adalah dongeng bawang merah bawang putih. Bawang merah dan bawang putih merupakan dongeng Melayu Indonesia yang berasal dari Riau.
Dikutip dari buku Dogeng Nusantara favorit (2019) karya Fajriatur Nur, kisah ini menceritakan tentang dua orang gadis kakak beradik yang memiliki sifat yang berbeda dan bertolak belakang, serta seorang ibu tiri yang tidak adil dan pilih kasih. Berikut dongeng bawang merah dan bawang putih serta pesan moral di dalamnya.
Alkisah hiduplah sebuah keluarga yang hidup bahagia. Mereka memiliki seorang putri cantik bernama Bawang Putih.
Namun pada suatu hari, ibu Bawang Putih jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Setelah kejadian itu, Bawang Putih hidup dengan ayahnya.
Ayah Bawang Putih adalah seorang pedagang yang sering bepergian jauh. Karena tak tega meninggalkan Bawang Putih sendirian di rumah, akhirnya ayah Bawang Putih memutuskan menikah lagi dengan seorang janda.
Janda tersebut memiliki satu anak yang diberi nama Bawang Merah.
"Mulai sekarang kau akan memiliki ibu dan kakak tiri untukmu, namanya Bawang Merah," ucap sang Ayah.
Bawang Putih pun bahagia karena memiliki keluarga baru. Ibu tiri dan Bawang Merah bersikap sangat manis padanya.
Namun ternyata kebaikan itu hanya sesaat. Mereka bersikap baik pada Bawang Putih hanya ketika ayahnya ada bersamanya.
Akan tetapi, ketika ayahnya pergi berdagang, mereka menyuruh Bawang Putih mengerjakan segala pekerjaan rumah seperti seorang pembantu. Kemalangan Bawang Putih belum berhenti sampai disitu.
Selang beberapa waktu, ayah Bawang Putih juga jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sang ibu tiri dan Bawang Merah pun bersikap semakin jahat pada Bawang Putih.
"Sekarang semua pekerjaan rumah kamu kerjakan setiap hari," kata ibu tirinya setelah sang ayah dimakamkan.
Bahkan waktu beristirahat Bawang Putih juga semakin terbatas. Tiap hari dia harus melayani semua kebutuhan Bawang Merah dan ibu tirinya.
Sampai pada suatu pagi ketika Bawang Putih mencuci di sungai, tanpa disadari salah satu selendang kesayangan Bawang Merah hanyut.
"Kakak, maaf selendangmu hanyut di sungai," tutur Bawang Putih.
Bawang Merah pun memarahi Bawang Putih. Dia menyuruh Bawang Putih mencari selendang itu dan tidak boleh pulang sebelum menemukanya.
Akhirnya, Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari selendang itu. Hingga larut malam, selendang itu belum juga dia temukan.
Ketika tengah menyusuri sungai, Bawang Putih melihat sebuah gubuk.Ternyata gubuk itu dihuni oleh seorang nenek sebatang kara.
Bawang Putih akhirnya meminta izin untuk menginap semalam. Nenek itu cukup baik hati, dia mempersilahkan Bawang Putih untuk menginap.
Nenek itu juga menanyakan perihal tentang Bawang Putih, dan bagaimana dia sampai di tempat itu. Bawang Putih pun menceritakan nasib yang dialaminya hingga nenek yang mendengar itu merasa iba.
Ternyata selendang yang dicari Bawang Putih ditemukan oleh si nenek. Tapi, nenek itu hanya mau menyerahkan selendang itu dengan syarat Bawang Putih harus menemaninya selama seminggu.
Bawang Putih menerima tawaran itu dengan senang hati. Waktu seminggu pun berlalu dan kini waktunya Bawang Putih untuk pulang.
Rupanya selama tinggal bersama nenek, Bawang Putih sangat rajin. Lalu, nenek itu memberikan selendang yang dulu dia temukan dan memberi hadiah pada Bawang Putih.
Dia disuruh memilih diantara dua buah labu untuk dia bawa. Awalnya Bawang Putih ingin menolak.
Namun karena ingin menghormati pemberian, Bawang Putih akhirnya memilih labu yang kecil dengan alasan takut tak kuat membawanya. Nenek itu hanya tersenyum mendengar alasan itu.
Setelah itu, Bawang Putih pun segera pulang dan menyerahkan selendang itu pada Bawang Merah. Selanjutnya, dia segera ke dapur untuk membelah labu dan memasaknya.
Namun, betapa terkejutnya dia, karena ketika labu itu dibelah, ternyata labu itu berisi emas permata yang sangat banyak. Secara tak sengaja, ibu tiri Bawang Putih melihatnya dan langsung merampas semua emas itu.
Bukan hanya itu, dia juga memaksa Bawang Putih untuk menceritakan dari mana dia mendapat labu ajaib itu. Mendengar cerita Bawang Putih, muncul niat jahat di benak ibu tiri yang serakah itu.
Esok paginya, dia menyuruh Bawang Merah untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Bawang Putih. Dia berharap akan bisa membawa pulang labu yang lebih besar.
Singkat cerita, Bawang Merah yang malas itu tiba di gubuk nenek, dan dia pun tinggal di sana selama seminggu. Namun karena sifatnya yang pemalas, dia hanya bermalas-malasan saja dan tidak mau membantu pekerjaan si nenek.
Ketika sudah waktunya pulang, Bawang Merah pun disuruh memilih labu sebagai hadiah. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengambil labu yang besar dan segera berlari pulang tanpa mengucapkan terima kasih.
Setelah tiba dirumah, ibunya sangat senang melihat anaknya membawa labu yang sangat besar. Dia berpikir pasti emas di dalamnya cukup banyak.
Karena tak ingin diketahui oleh Bawang Putih dan takut jika Bawang Putih minta bagian, mereka menyuruh Bawang Putih mencuci di sungai. Setelah itu mereka masuk kamar dan menguncinya dengan rapat. Dengan tak sabar, mereka segera membelah labu itu.
Namun diluar dugaan, bukan emas yang ada didalamnya. Melainkan labu itu dipenuhi ular, kalajengking, kelabang, dan berbagai hewan berbisa.
Hewan-hewan itu lalu keluar dari labu dan menggigit Bawang Merah dan ibunya yang serakah tersebut. Bawang Merah dan Ibu tiri akhirnya menyadari apa yang mereka lakukan selama ini salah, dan meminta Bawang Putih untuk memaafkan mereka.
Pesan Moral Dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih
Pesan moral yang bisa diambil dari cerita rakyat ini bahwa orang yang berbuat jahat dan serakah akan mendapatkan ganjaran yang setimpal. Namun, setiap perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik juga.
Dongeng ini juga mengajari anak-anak untuk tidak bermalas-malasan dan berusaha menghadapi segala sesuatu dengan senang hati. Selain itu, mengucapkan terima kasih atas kebaikan yang diberikan oleh orang lain.