Contoh Khutbah Idul Adha sebagai Referensi
Hari Raya Idul Adha merupakan momen untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai cara. Salah satunya yakni mendengarkan dan mengilhami nilai-nilai yang disampaikan dalam khutbah Idul Adha.
Khutbah Idul Adha pada umumnya memberikan penjelasan mengenai keutamaan qurban, kebaikan apa saja yang dapat dilaksanakan di momen tersebut, dan tak lupa kisah Ibrahim AS dan Ismail AS. Seorang muslim pun menjadi semakin terdorong melakukan kebaikan karena hal tersebut.
Agar mampu memberikan khutbah Idul Adha yang menarik, perlu melihat contoh dan dasar hukum Islam berupa hadist dan Al Quran yang memuatnya. Simak salah satu contoh khutbah Idul Adha dalam uraian berikut melansir dari islam.nu.or.id.
Contoh Khutbah Idul Adha
“Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati oleh Allah SWT.
Pada kesempatan kali ini, perkenalkan saya adalah [tulis nama] yang diberi amanah untuk menyampaikan khutbah pada pagi hari ini. Semoga apapun yang saya sampaikan dapat menginspirasi kita semua.
Kali ini, sangat cocok untuk kita menelusuri kembali kisah Ibrahim AS yang berkaitan dengan Idul Adha. Pemahaman terhadap kisah tersebut bertujuan agar nilai-nilai kehidupan di dalamnya dapat kita adopsi dan terapkan saat ini.
Ibrahim AS dan sang istri bernama Siti Hajar dikaruniai seorang putra yang telah diidamkan sejak lama. Putra tersebut bernama Ismail AS. Tak mudah bagi Ibrahim AS dan Siti Hajar dalam memperjuangkannya karena terdapat perintah dan cobaan dari Allah SWT demi kebaikan mereka.
Salah satunya yakni Allah SWT memerintahkan Siti Hajar menempatkan Ismail di daerah yang tandus dan gersang. Hal ini selaras dengan terjemahan Surat Ibrahim ayat 37 dengan lafal dan terjemahan sebagai berikut:
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Artinya:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Saat itu, Siti Hajar kehabisan air dan tidak dapat menyusui Ismail. Siti Hajar pun mberlari kesana kemari mencari air di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Peristiwa ini kemudian menjadi salah satu rukun haji yakni Sa’i.
Kemudian, Allah pun menurunkan pertolongan dengan adanya mata air di bawah kaki Ismail yang saat itu menangis kehausan. Tempat tersebut adalah sumber air zamzam.
Cobaan berikutnya yakni Ibrahim AS diperintah Allah SWT untuk menyembelih putra yang ia sayangi, Ismail. Perintah ini menjadi ujian iman dan taqwa Ibrahim AS kepada Allah SWT. Pasalnya, Ismail pernah berjanji jika Allah SWT menghendaki Ismail dikurbankan, maka ia akan melakukannya.
Saat bermimpi pertama, Ibrahim ragu dan merenung apakah benar ini perintah Allah SWT. Kemudian setelah merenung, Ibrahim pun semakin yakin karena kembali bermimpi hal yang sama.
Peristiwa ini pun diabadikan dengan hari Arafah dan karena itulah terdapat sunnah untuk berpuasa pada 9 Dzulhijah. Ibrahim AS pun kemudian menyampaikannya ke Ismail. Tanggapan Ismail pun sangat mengagumkan dan diabadikan pada Al Quran Surat As-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya, “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”
Ibrahim pun dengan keimanan dan ketaqwaannya menyembelih. Pada saat itu, Setan sempat berbisik untuk menghentikannya. Namun Ibrahim yakin dan detik-detik menyembelihnya, tiba-tiba Allah SWT berfirman dan memintanya berhenti sesuai Surat As- Saffat ayat 107 hingga 110:
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, ‘Salam sejahtera atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan’.”
Kemudian, Malaikat Jibril pun membawa hewan untuk disembeli sebagai pengganti Ismail. Malaikat pun berseru, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Berikutnya Ismail berseru, “Lailaha illahu Allahu Akbar” yang kemudian disambung “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.”
Dengan mendengar kisah tersebut, dapat diketahui ada nilai keteguhan iman, taqwa, sabar, percaya kepada Allah SWT. Hendaknya manusia dapat mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sekian khutbah Idul Adha dari saya. Apabila ada kesalahan mohon maaf.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.”