Sejarah Candi Borobudur, Situs Budaya yang Diakui UNESCO
Indonesia dikenal memiliki banyak situs bersejarah termasuk candi-candi nya yang memilki pengaruh dalam perkembangan agama Hindu dan Buddha di Indonesia.
Salah satunya yaitu Candi Borobudur yang berhubungan erat dengan masuknya Buddha ke Indonesia. Terletak di di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Candi Borobudur juga masuk daftar tujuh keajaiban dunia.
Lantas, seperti apa sejarah Candi Borobudur yang sebenarnya? Berikut dibawah ini rangkumannya.
Sejarah Candi Borobudur
Dilansir dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Candi Borobudur diyakini didirikan kali pertama pada tahun 750-842 masehi oleh pemerintahan Dinasti Syailendra. Proses pembangunan Candi Borobudur ini diperkirakan dilakukan secara gotong royong dan tahap demi tahap sebagai bentuk kebaikan ajaran agama Buddha.
Sementara itu, menurut situs Balai Konservasi Borobudur, Sejarawan J.G. de Casparis menyatakan bahwa pendiri Candi Borobudur adalah Raja Samaratungga yang memerintah pada periode 782 – 812 masehi, masa Dinasti Syailendra. Candi Borobudur ini didirikan untuk memuliakan agama Budha Mahayana.
Namun, menurut jurnal Pesona Candi Borobudur Sebagai Wisata Budaya Di Jawa Tengah karya Reza Ayu Dewanti, Candi Borobudur pada dasarnya dibangun sebagai wujud untuk memuliakan raja-raja Syailendra (775 – 850 M) yang sudah bersatu kembali dengan dewa yang merupakan asalnya.
Sejarah Peter Carey mengatakan bahwa Candi Borobudur merupakan sebuah monumen keagamaan yang digunakan sebagai tempat kontemplasi. Ditambah lagi, Candi Borobudur merepresentasikan perjalanan dari sang Buddha serta menjadi simbol hubungan antara seorang raja dengan rakyatnya.
Sampai saat ini, belum ada sumber-sumber tertulis yang menyebutkan kapan Candi Borobudur didirikan hingga berapa lama proses pembangunannya. Penentuan kapan pendirian Candi Borobudur masih merupakan hasil interpretasi dari prasasti berangka yang diyakini dibuat pada tahun 824 masehi. Ditambah lagi, ada prasasti Sri Kahulunan yang diperkirakan dibuat pada tahun 842 Masehi.
Mengutip buku Kearifan Lokal Jawa Tengah: Tak Lekang Oleh Waktu oleh Retno Susilorini, dijelaskan bahwa filosofi dari bangunan candi Borobudur bisa dilihat dari relief Karmawibhangga yang menggambarkan kehidupan manusia dan memberikan petunjuk pendirinya yakni Raja Samaratungga yang berkuasa pada tahun 782-812 masehi.
Candi yang dibangun pada masa kejayaan Wangsa Syailendra dan didirikan oleh Samaratungga ini bertujuan untuk memuliakan Buddha Mahayana sebagai kepercayaan yang banyak dianut masyarakat pada waktu itu.
Penemuan Candi Borobudur
Menurut dugaan sementara sejumlah ahli, situs sejarah ini sempat ditinggalkan karena adanya bencana Gunung Merapi meletus pada 1006. Namun, hasil penelitian geologi, vulkanologi, dan arkeologi belum dapat membuktikan letusan hebat tersebut.
Pada abad ke-18, dapat dipastikan Candi Borobudur sudah tidak digunakan lagi. Beberapa naskah Jawa, salah satunya Centhini, menyebutkan lokasi candi ini sebagai bukit atau tempat yang dapat membawa kematian atau kesialan. Artinya, tempat ini sudah ditinggalkan sebagai tempat suci agama Buddha.
Pada 1814, Candi Borobudur kembali ditemukan. Dilansir dari situs Balai Konservasi Borobudur, Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris mendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu ditemukan susunan batu bergambar. Kemudian, Raffles mengutus seorang Belanda bernama Cornelius untuk memimpin pembersihan situs yang saat itu tertutup oleh tanah, semak belukar, dan pepohonan.
Pada 1835, pembersihan itu dilanjutkan oleh Residen Kedu yang bernama Hartman. Tak hanya pembersihan, ia juga mengadakan penelitian mengenai situs tersebut. Namun, laporan mengenai penelitian ini tidak pernah terbit.
Pemugaran Candi Borobudur
Dilansir dari Balai Konservasi Borobudur, pemugaran besar-besaran Candi Borobudur tercatat dilakukan sebanyak dua kali Pemugaran pertama dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dibawah pimpinan Van Erp pada 1907-1911. Pemerintah Hindia Belanda sepakat untuk menggelontorkan dana 48.000 gulden untuk pemugaran candi. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi yaitu tiga teras bundar dan bagian stupa.
Pemugaran kedua pada 1973 – 1983, oleh Pemerintah Indonesia di bawah komando Soekmono. Dikutip dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 1955 Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan kepada UNESCO guna membantu menangani masalah Candi Borobudur.
UNESCO mendatangkan tenaga ahli yaitu Prof. Dr, P. Coremans, Kepala Laboratoire Central des Musees de Belgique. Coremans mendiagnosa bahwa Candi Borobudur menderita penyakit “kanker batu”, jika dibiarkan akan menghancurkan batu-batu candi secara perlahan.
Pada 1960, Borobudur dinyatakan dalam keadaan darurat. UNESCO pun terlibat lebih aktif dalam upaya pelestarian ini. Pada 1971, dilakukan upaya penyelamatan Candi Borobudur secara besar-besaran, setelah UNESCO menyetujui pemberian bantuan pemugaran candi.
Pada 23 Februari 1983, pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai. Selanjutnya, Presiden Soeharto meresmikan pembukaan Candi Borobudur bagi masyarakat luas.
Pada 1991, Candi Borobudur bersama-sama dengan Candi Pawon dan Candi Mendut ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. UNESCO memberi nama situs ini Borobudur Temple Compounds.
Pada 2008, kawasan Candi Borobudur dinyatakan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Langkah ini diikuti dengan peninjauan dan penataan kembali zonasi kawasan tersebut.