Sejarah dan Urgensi Hari Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan
Peringatan Hari Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan atau International Day for the Prevention of Violent Extremism as and when Conducive to Terrorism ditetapkan pada tanggal 12 Februari setiap tahunnya. Peringatan ini berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Tindakan terorisme mengancam perdamaian dan kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Oleh sebab itulah peringatan ini menjadi penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya mencegah aksi-aksi yang menuju aksi terorisme.
Berkaitan dengan hal tersebut, menarik mengetahui urgensi peringatan Hari Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan lebih detail. Simak penjelasannya sebagai berikut.
Urgensi Peringatan Hari Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan
Ancaman serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional adalah ekstremisme kekerasan. Ekstrimisme kekerasan ini dapat mengarah pada tindakan terorisme.
Proses menuju ekstremisme kekerasan seringkali disebabkan oleh pengalaman marjinalisasi, keterbatasan peluang, dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan. Cara-cara yang dilakukan cenderung tidak terdeteksi sehingga diperlukan kesadaran tinggi dalam mengetahuinya.
Kelompok teroris memanfaatkan dan merekrut individu yang rentan secara sosial dan ekonomi. PBB pun berkolaborasi dengan Negara-negara Anggota untuk memberikan dukungan dalam menanggapi ancaman ini, dengan fokus pada pencegahan kejahatan. Pencegahan ini termasuk upaya mencegah ekstremisme kekerasan yang berpotensi berujung pada tindakan terorisme.
Ekstremisme kekerasan merupakan pelanggaran terhadap tujuan dan prinsip-prinsip PBB, merugikan perdamaian, keamanan, hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan. Dampaknya tidak memandang negara atau wilayah tertentu. Artinya, dampaknya dapat meluas karena cara yang digunakan untuk merekrut pun dengan pendekatan yang dianggap ‘wajar’ bahkan umum.
Fenomena ekstremisme kekerasan bersifat beragam dan tidak memiliki definisi yang jelas. Hal ini dinilai bukanlah hal baru atau terbatas pada suatu wilayah, kebangsaan, atau sistem kepercayaan tertentu.
Penyebaran ekstremisme kekerasan semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, melampaui batas wilayah mana pun. Jutaan orang telah mengungsi dari daerah yang dikuasai oleh kelompok teroris dan ekstremis kejam.
Arus migrasi meningkat baik dari, menuju, maupun di dalam zona konflik, melibatkan mereka yang mencari perlindungan dan yang terlibat sebagai pejuang teroris asing. Hal ini pun semakin merusak stabilitas wilayah yang terlibat.
Meskipun tidak ada pembenaran untuk ekstremisme kekerasan, perlu diakui bahwa fenomena ini tidak muncul begitu saja. Narasi keluhan, ketidakadilan yang nyata atau dirasakan, janji pemberdayaan, dan perubahan besar menjadi daya tarik ketika hak asasi manusia dilanggar, tata kelola pemerintahan yang baik diabaikan, dan aspirasi ditindas.
Sejarah dan Isi dari Resolusi A/RES/77/243 tentang Hari Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan
Pada tanggal 15 Januari 2016, Sekretaris Jenderal menyampaikan Rencana Aksi dalam Upaya Mencegah Ekstremisme Kekerasan kepada Majelis Umum. Pada tanggal 12 Februari 2016, Majelis Umum mengesahkan resolusi yang memberi sambutan positif terhadap inisiatif dari Sekretaris Jenderal dan mencatat Rencana Aksi dalam Upaya Mencegah Ekstremisme Kekerasan.
Rencana tindakan tersebut mengadvokasi pendekatan menyeluruh termasuk langkah-langkah keamanan kontra-terorisme. Tak hanya itu, tindakan preventif sistematis untuk mengatasi faktor-faktor mendasar yang mendorong individu untuk meradikalisasi diri dan bergabung dengan kelompok ekstremis kekerasan juga dilakukan.
Rencana ini merupakan seruan untuk kerjasama internasional. Lebih dari 70 rekomendasi disampaikan kepada Negara-negara Anggota dan Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencegah penyebaran lebih lanjut ekstremisme kekerasan.
Dalam resolusi 77/243, Majelis Umum telah menetapkan tanggal 12 Februari sebagai Hari Internasional untuk Pencegahan Ekstremisme Kekerasan sebagai dan ketika Kondusif bagi Terorisme. Langkah ini juga bertujuan untuk memperkuat kerja sama internasional dalam upaya pencegahan tersebut.
Dalam situasi ini, Majelis Umum menyoroti tanggung jawab utama yang dimiliki oleh Negara-negara Anggota dan lembaga nasional mereka dalam melawan terorisme. Lebih lanjut, resolusi tersebut menekankan peran krusial organisasi antar pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, pemuka agama, dan media dalam upaya melawan terorisme dan mencegah ekstremisme kekerasan pada saat kondusif bagi terorisme.
Dalam resolusi ini ditegaskan kembali bahwa terorisme dan ekstremisme kekerasan yang mendukung terorisme tidak boleh dan tidak dapat diasosiasikan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau kelompok etnis tertentu. Majelis Umum mengajak Kantor Kontra-Terorisme, bekerja sama dengan entitas terkait dari Global Counter-Terrorism Coordination Compact PBB, untuk memfasilitasi peringatan Hari Internasional tersebut.
Pesan Sekretaris Jenderal untuk Peringatan Hari Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan 2023 yang Relevan Hingga Kini
Merujuk dari un.org, Sekretaris Jenderal PBB pun menyampaikan pesannya terkait hari peringatan ini. Menurutnya, terorisme mencerminkan penghinaan terhadap seluruh umat manusia.
Sasaran terorisme melibatkan individu dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk berbagai usia, budaya, agama, dan kebangsaan. Terorisme merusak fondasi nilai-nilai yang menyatukan masyarakat secara kolektif.
Selain itu, terorisme menimbulkan ancaman terhadap upaya bersama untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan, melindungi hak asasi manusia, memberikan bantuan kemanusiaan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk lebih waspada dari sebelumnya.
Kelompok teroris dan ekstremis kekerasan semakin memanfaatkan internet sebagai medium untuk menyebarkan pandangan mereka yang merusak. Gerakan neo-Nazi dan supremasi kulit putih juga semakin menjadi ancaman keamanan internal di beberapa negara, berkembang dengan cepat dan menjadi yang paling berbahaya.
Tindakan segera perlu diambil untuk mengatasi tantangan ini. Upaya pencegahan harus difokuskan pada mengatasi akar penyebab yang dapat memicu terorisme sejak awal.
Dukungan terhadap inklusivitas, strategi kontra-terorisme harus mencerminkan berbagai suara, khususnya dari kaum minoritas, perempuan, dan kaum muda. Upaya ini mendukung HAM sebagai inti dari seluruh kebijakan kontra-terorisme menjadi langkah yang sangat penting.
Demikian penjelasan mengenai urgensi peringatan, sejarah hingga pesan Sekretaris Jenderal PBB untuk peringatan tahun lalu yang masih relevan diilhami tahun ini.