Pengertian dan Fungsi Hadits terhadap Al Quran
Dalam agama Islam, hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al Quran. Hadits sendiri berasal dari Bahasa Arab, yang secara harfiah memiliki arti sebagai “berbicara“, “perkataan“, atau “percakapan“.
Pada dasarnya, hadits merupakan perkataan, sabda, atau tindakan yang pernah diucapkan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW terkait hukum dan syariat dalam Agama Islam. Keberadaan hadits membantu umat Muslim dalam menentukan apa yang benar dan apa yang salah.
Baik hadits atau Al-Qur'an, keduanya tidak dapat dipisahkan sebagai pedoman hidup dan sumber hukum umat Muslim. Hal ini dikarenakan hadits memiliki fungsi menjelaskan dan merinci hal-hal yang belum jelas di dalam Al-Qur'an.
Lantas, apa saja fungsi hadits terhadap Al Quran ? Berikut di bawah ini informasinya.
Pengertian Hadits
Berikut ini masing-masing penjelasan mengenai pengertian hadits baik dari segi bahasa maupun istilah.
Pengertian Hadits Menurut Bahasa
Mengutip buku Hadits Nabi dari Masa ke Masa oleh Dr. Muhammad Ajaj Al-Khathib, pengertian hadits menurut bahasa adalah sesuatu yang baru atau berita, sedikit ataupun banyak.
Sedangkan mengutip laman Kemenag, hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat.
Dengan kata lain, hadist menurut bahasa adalah sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang ke orang lain.
Pengertian Hadits Menurut Istilah
Dikutip dari buku Memahami Ilmu Hadis oleh Asep Herdi, pengertian hadits menurut istilah adalah perkataan Nabi (qauliyah), perbuatan Nabi (fi’liyah) dan segala keadaan Nabi (ahwaliyah).
Sedangkan dalam KBBI, pengertian hadits adalah sabda, perbuatan, taqrir (ketetapan) Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk menjelaskan dan menetapkan hukum Islam.
Sementara itu, berdasarkan laman Kemenag, hadist menurut istilah syara’ adalah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik ucapan, perbuatan, atau pengakuan. Berikut ini penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
- Hadits Qauliyah (ucapan) yaitu hadits-hadits Rasulullah yang diucapkan untuk berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
- Hadits Fi’liyah adalah perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti mengerjakan solat lima waktu dengan tata cara beserta rukun-rukunnya.
- Hadits Taqririyah yakni perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan itu bentuk ucapan atau perbuatan. Ikrar yang dimaksud bisa dengan cara mendiamkannya atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu sehingga dianggap sebagai persetujuan.
Fungsi Hadits terhadap Al Quran
Secara garis besar, ada 4 fungsi hadits terhadap Al-Qur'an yang telah dirinci oleh para ulama, yaitu:
1. Bayan Taqrir
Hadits sebagai penguat (taqrir) keterangan Al-Qur'an, sebagian ulama menyebut bayan taqrir. Jadi, hadits menjelaskan apa yang telah dijelaskan, seperti sebuah hadits tentang sholat, zakat, puasa, dan haji.
Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Islam didirikan atas lima perkara, menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan," (HR Al-Bukhari).
Hadits tersebut memperkuat keterangan mengenai perintah salat, zakat, dan puasa dalam Al-Qur'an pada surat Al Baqarah ayat 83 dan 183 serta surat Ali Imran ayat 97.
2. Bayan Tafsir
Bayan tafsir artinya hadits sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-Qur'an. Fungsi ini terbagi lagi ke dalam tiga macam, yaitu tafshil al-mujmal, takhshish al-amm, dan taqyid al-muthlaq.
Tafshil al-mujmal berarti hadits memberi penjelasan secara rinci pada ayat-ayat Al-Qur'an yang sifatnya global, baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum.
Contohnya seperti perintah sholat pada beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang hanya diterangkan secara keseluruhan tanpa disertai petunjuk pelaksanaan, berapa rakaat, kapan waktunya, dan lain sebagainya.
Sementara itu, takhshish al-amm artinya hadits mengkhususkan ayat-ayat Al-Qur'an yang umum, seperti ayat tentang waris dalam surat An Nisa ayat 11. Kandungan ayat tersebut membahas tentang pembagian harta pusaka terhadap ahli waris.
Karena sifatnya umum, maka dikhususkan lagi dengan hadits nabi yang melarang mewarisi harta peninggalan para nabi, berlainan agama, dan pembunuh, seperti salah satu sabda Rasulullah yang berbunyi:
"Pembunuh tidak dapat mewarisi (harta pusaka)," (HR At-Tirmidzi).
Yang terakhir ialah taqyid al-muthlaq, artinya hadits membatasi kemutlakan ayat-ayat Al-Qur'an. Keterangan Al-Qur'an yang mutlak dibatasi dengan hadits yang muqayyad (taqyid). Contohnya seperti bunyi ayat 38 pada surat Al Maidah.
"Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan-tangan mereka," (QS Al Maidah: 38).
Pemotongan tangan pencuri pada ayat di atas tidak dijelaskan batas tangan yang harus dipotong, apakah itu dari pundak, sikut, dan pergelangan tangan. Sebab, kata tangan mutlak meliputi hasta dari bahu, pundak, lengan, dan sampai telapak tangan.
Kemudian, pembatasan itu dijelaskan dalam sebuah hadits ketika seorang pencuri datang ke hadapan Rasulullah maka diputuskanlah bahwa tangan yang dipotong adalah pergelangan.
3. Bayan Tasyri'i atau Ziyadah
Bayan tasyri'i atau Ziyadah adalah membentuk hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur;an atau sudah ada tetapi khusus pada masalah pokok saja. Contohnya hadits tentang janin yang mati dalam kandungan induknya.
"Sembelihlah janin mengikuti sembelihan induknya." (HR At Tirmidzi)
4. Bayanut Taghyir atau an-Naskh
Bayanut taghyir atau an-naskh adalah melakukan perubahan terhadap apa yang telah ditetapkan oleh ayat Al-Qur'an. Contohnya hadits riwayat At Tirmidzi tentang wasiat ahli waris yang berbunyi,
"Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagian bagi orang-orang yang benar-benar memiliki hak untuk itu, makanya tidak ada wasiat bagi ahli waris."
Hadits tersebut berfungsi menasakh ketetapan ayat Al-Qur'an yang berbunyi,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۗ ١٨٠
Artinya: "Diwajibkan kepadamu, apabila seseorang di antara kamu didatangi (tanda-tanda) maut sedang dia meninggalkan kebaikan (harta yang banyak), berwasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang patut (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa." (QS Al Baqarah: 180)