Alasan Pabrik Sepatu Bata Tutup di Purwakarta yang Berujung PHK Massal
Alasan pabrik sepatu Bata tutup di Purwakarta, Jawa Barat pada 30 April 2024 menjadi sorotan. Bagaimana tidak, merek ini telah menjadi ikon di Indonesia sejak lama, dan menempatkannya sebagai salah satu brand yang dikenal luas di masyarakat. Namun, pandemi Covid-19 telah memberikan tantangan signifikan bagi merek yang berasal dari Ceko ini.
PT Sepatu Bata Tbk (Bata) terpaksa menghentikan produksinya karena penurunan permintaan sepatu selama empat tahun terakhir, yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Bata atau T&A Bata Shoe Company adalah bagian dari Bata Shoe Organization (BSO) dan berbasis di Zlin, Republik Ceko.
Didirikan pada 1894 oleh dua bersaudara, Tomas Anna dan Antonin Bata. Menurut informasi dari situs resmi perusahaan, Bata mulai beroperasi di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda, tepatnya pada 1931. Pada periode tersebut, perusahaan ini menjalin kerjasama dengan NV Netherlandsch-Indisch, sebagai importir sepatu yang beroperasi di Tanjung Priok.
Alasan Pabrik Sepatu Bata Tutup
Dampak pandemi COVID-19 secara luas telah dirasakan oleh industri sepatu di seluruh dunia. Pembatasan perjalanan, penutupan toko-toko fisik, dan perubahan pola belanja oleh konsumen telah menghantam penjualan sepatu secara global.
Sepatu Bata pun tidak luput dari dampak ini. Pasalnya, penurunan daya beli konsumen, gangguan rantai pasokan, dan perubahan preferensi pembelian telah menjadi tantangan tambahan bagi bisnis mereka.
Untuk mengatasi dampak pandemi ini, banyak perusahaan, termasuk sepatu Bata, terpaksa mengambil langkah seperti restrukturisasi organisasi, penyesuaian strategi pemasaran, dan fokus pada penjualan online.
Meski demikian, pemulihan sepenuhnya mungkin memerlukan waktu yang cukup lama, mengingat ketidakpastian yang masih ada dalam hal perkembangan pandemi, dan dampaknya terhadap ekonomi global.
Dalam menghadapi masa-masa sulit ini, penting bagi sepatu Bata, dan perusahaan lainnya untuk tetap berinovasi, fleksibel, dan responsif terhadap perubahan pasar. Keberhasilan mereka dalam mengatasi tantangan ini akan sangat bergantung pada kemampuan untuk beradaptasi, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan bisnis di tengah lingkungan yang terus berubah.
Corporate Secretary Sepatu Bata Hatta Tutuko menjelaskan, perusahaan telah melakukan beragam upaya selama empat tahun terakhir untuk mengatasi tantangan industri dan kerugian yang sebabkan oleh pandemi Covid-19. Pabrik perusahaan di Purwakarta juga telah melakukan perubahan untuk mengantisipasi perilaku konsumen yang berubah cepat. Namun, berbagai upaya yang diambil, tidak berdampak signifikan.
Aturan Pesangon Terkait Penutupan Pabrik Sepatu Bata
Menurut Ketua Pimpinan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Purwakarta, Alin Kosasih, sekitar 230 buruh terdampak oleh pemutusan hubungan kerja (PHK), yang disebabkan oleh penyetopan operasi pabrik sepatu Bata.
Alin menjelaskan, perusahaan Bata telah mengajukan tawaran uang kompensasi atau pesangon sebesar satu kali peraturan menteri tenaga kerja (PMTK). Namun, karena ada faktor sosial, dan kejutan dari kejadian tersebut, para buruh saat ini sedang dalam tahap negosiasi dengan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang pesangon yang diterima.
Dijelaskan bahwa karyawan, atau buruh yang terdampak PHK berhak menerima hak pesangon sesuai dengan ketentuan PMTK, yang merujuk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Jika PHK terjadi karena penutupan perusahaan akibat kerugian selama 2 tahun berturut-turut, atau karena keadaan memaksa (force majeure), buruh berhak menerima pesangon sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tertentu.
Jadi, jika seorang karyawan berhak atas satu PMTK, maka ia akan menerima pesangon yang mencakup satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), satu kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4).
Dapat disimpulkan, bahwa alasan pabrik sepatu Bata tutup di Purwakarta karena penurunan permintaan sehingga menimbulkan kerugian. Kerugian dirasakan sejak pandemi Covid-19 sehingga perusahaan telah mengalami kerugian sejak empat tahun terakhir.