PLTU Dituding Jadi Biang Kerok Polusi Udara, Ini Kata Erick Thohir
Kualitas udara di DKI Jakarta belakangan ini mendapat sorotan. Hal ini lantaran indeks kualitas udara yang selalu berada pada kategori tidak sehat, berdasarkan data situs pemantau kualitas udara, IQAir. Sejumlah pakar mengatakan, polusi udara tersebut berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menuturkan, pihaknya sudah berupaya untuk mengurangi tingkat polusi di Jakarta dan sekitarnya dengan menyuntik PLTU Suralaya dari unit satu hingga empat.
Namun dia menuturkan bahwa langkah tersebut ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas udara di Jakarta dan sekitaranya dan hanya bersifat sementara. Sehingga menurutnya, upaya itu kurang efisien.
“Memang sekarang PLTU disalahkan, lalu kita matikan Suralaya 1,2,3,4, tetapi apa? Data terakhir menunjukkan tidak mengurangi polusi ternyata. Tetapi kita tetap matikan karena komitmen sama-sama untuk jaga polusi," kata Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (31/8).
Erick mengatakan, untuk menyelesaikan permasalahan polusi udara memang tidak mudah. Sehingga harus diatasi secara bersama-sama. Namun menurut dia butuh waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan permasalahan ini. Dia mencotohkan Beijing yang perlu waktu hingga 10 tahun untuk bisa memperbaiki kualitas udaranya.
“Semuanya itu harus kerja sama masyarakat dan pemerintah. Negara lain seperti Beijing perlu 10 tahun. Kalau kita harapkan polusi ini selesai besok, enggak mungkin," ujar Erick.
Selain menyuntik mati PLTU Suralaya, Erick mengatakan upaya lainnya yang tengah digenjot oleh pemerintah yakni mendorong masyarakat dalam penggunaan transportasi umum salah satunya LRT Jabodetabek yang baru saja diresmikan untuk beroperasi.
Dia mengatakan, LRT Jabodebek memiliki kapasitas hingga 400 ribu orang. Sehingga jika masyarakat rata-rata menggunakan moda transportasi umum tersebut, maka bisa mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalanan Jakarta dan sekitarnya.
“Artinya apa? Jumlah kendaraan yang datang ke Jakarta sebanyak 992 ribu itu, bisa berkurang," ujarnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengungkapkan sumber pencemaran udara di wilayah Jabodetabek. Menurut dia, 44% polusi udara Jabodetabek berasal dari emisi kendaraan, dan 34% dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Sisanya adalah lain-lain, termasuk dari rumah tangga, pembakaran, dan lain-lain," kata Siti dalam konferensi pers daring di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (28/8).
Siti juga menyatakan semua kementerian lembaga negara perlu bersikap tegas dalam mengambil kebijakan dan operasi lapangan.
"Ini semua pada konteks KLHK terkait penegakan hukum dan pencemaran. Terutama dari industri, pembangkit listrik dan lain-lain, dan uji untuk emisi kendaraan yang ketat," kata Siti.
Sementara itu, Analis Energi Transition Zero Handriyanti Diah Puspitarini menyebutkan beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi udara di Jakarta yakni, memperbanyak armada dan jalur transportasi publik.
“Jika transportasi memang dinilai sebagai sumber yang dominan, maka seharusnya pemerintah tidak boleh langsung mewajibkan masyarakat untuk mengganti moda transportasi pribadinya tanpa ada solusi yang meringankan masyarakat secara umum,” ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (22/8).
Dalam hal tersebut, dia mengatakan bahwa tidak semua orang mempunyai uang untuk mengganti motornya ke motor listrik meskipun pemerintah sudah memberikan subsidi.
“Saya sendiri pengguna setia TJ (Trans Jakarta) dan Jaklingko yang justru mewajibkan penggunanya untuk melatih kesabaran saat menunggu kendaraannya datang dan saat menumpanginya,” kata dia.
Selain itu, Yanti menyebutkan upaya lainnya yakni dengan melakukan pemantauan emisi dari sektor industri secara berkala. Namun hingga saat ini belum ada laporan yang terbuka untuk publik mengenai hal ini.
“Publikasi Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dari ESDM sendiri tersedia hanya hingga 2019,” ujarnya.