IHSG Diprediksi Tembus 8.040 di Akhir 2023
Memasuki tahun 2023, para pelaku pasar modal disarankan untuk melakukan diversifikasi investasi dengan memiliki eksposur di aset yang dapat menawarkan potensi pertumbuhan tinggi seperti saham dan juga aset yang menawarkan stabilitas seperti obligasi.
Diversifikasi menurunkan risiko volatilitas dan memberi fleksibilitas bagi investor untuk tetap berinvestasi di pasar, namun tetap dapat memanfaatkan peluang ketika terjadi volatilitas pasar
Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan berada pada level sangat rendah di 2023 dan juga terdapat risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju.
Kendati demikian, kawasan Asia diperkirakan menjadi penyeimbang. Risiko resesi negara-negara di kawasan Asia lebih rendah karena kenaikan suku bunga yang lebih kecil di 2022 dan inflasi yang relatif lebih terkendali.
“Kawasan Asia tidak terpapar masalah energi seberat di Eropa atau inflasi sektor tenaga kerja di AS. Selain itu ekonomi Asia juga ditopang oleh ekspektasi pulihnya ekonomi Tiongkok seiring dengan pelonggaran kebijakan Zero Covid,” ujar Katarina dalam risetnya dikutip Senin (26/12).
Selain itu, Katarina melihat tekanan inflasi akan mengalami moderasi di 2023. Kenaikan suku bunga yang tinggi dan juga pengetatan kuantitatif yang dilakukan bank sentral Amerika dan Eropa akan mulai berdampak pada tingkat permintaan dan membantu menahan laju inflasi.
Fokus berbagai bank sentral dunia ke depannya akan beralih menjadi lebih holistik dengan mempertimbangkan pengendalian inflasi dan kondisi ekonomi secara keseluruhan.
“Kami memperkirakan puncak dari kenaikan suku bunga The Fed akan terjadi di paruh pertama 2023 dan bertahan hingga akhir tahun,” lanjut Katarina.