Bisa Pengaruh ke Laba, Bumi Resources Ungkap Tantangan Bisnis di 2023
Usai mengantongi laba US$ 60,2 juta, sekitar Rp 903,6 miliar (kurs Rp 15.000 per dolar AS) di kuartal I 2023 atau naik 39,3% dibanding periode yang sama tahun 2022, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengungkapkan ada tantangan besar di tahun 2023.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava mengatakan, tahun ini menghadirkan berbagai tantangan yang cukup unik. Hal itu seperti dampak dari hujan lebat yang terus menerus sejak akhir 2021, krisis energi dunia yang diperburuk oleh perkembangan geopolitik global, dan kekhawatiran akan resesi di negara-negara maju. Serta ketidakstabilan keuangan yang terjadi baru-baru ini dan berpotensi menyebabkan gangguan ekonomi lebih lanjut.
“Aturan baru pemerintah tentang royalti juga berdampak pada perolehan laba yang tinggi bagi perusahaan batu bara yang diberikan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) baru, US$ 609 juta versus US$ 196 juta year on year yang dibayarkan oleh Kaltim Prima Coal dan Arutmin,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Rabu (3/5).
Tahun ini, Bumi Resources menargetkan bisa memproduksi batu bara 75-80 metrik ton. Adapun harganya diprediksi ada di rentang US$ 95-105 per ton.
Terkait kinerja keuangan, perseroan mencatat pendapatan US$ 454,9 juta pada kuartal I 2023 atau naik 30% dari kuartal I 2022 sebesar US$ 349,9 juta. Jumlah tersebut belum termasuk PT Kaltim Prima Coal atau KPC yang merupakan anak usaha BUMI.
Dileep mengatakan, BUMI tidak dapat mengkonsolidasikan KPC dan hanya dapat dijadikan equity accounted untuk 51% yang dimiliki perseroan di dalamnya.
“Untuk kepentingan investor dan perbandingan apple to apple dengan pemain sektor lainnya, kami juga melaporkan angka konsolidasi kuartal I 2023 termasuk KPC versus PSAK 66 tidak termasuk KPC yang merupakan akun ekuitas,” kata Dileep.
Sementara itu, apabila termasuk konsolidasi dengan KPC, maka pendapatan BUMI sebesar US$ 1,6 miliar selisih sekitar 2.622% dari pendapatan teraudit di periode sama. Di mana laba yang dapat diatribusikan sebesar US$ 60,2 juta. Adapun beban pokok pendapatan pada kuartal I 2023 tercatat sebesar US$ 370,7 juta, naik dari US$ 294,3 juta pada tiga bulan pertama tahun lalu. Salah satu faktor yang mempengaruhi beban pokok pendapatannya adalah, tingkat royalti yang naik.
Pada kuartal I 2022, royalti tambang sebesar 13,5% dari pendapatan. Sedangkan di kuartal I 2023, royalti naik menjadi 14% di dalam negeri dan hingga 28% untuk ekspor. BUMI juga mendapat penalti untuk penjualan di bawah tingkat yang ditentukan yang meningkat lebih dari US$ 400 juta, dibanding tahun lalu. Harga bahan bakar juga naik secara signifikan.
Sedangkan laba bruto meningkat dari US$ 55,6 juta menjadi US$ 84,1 juta. Laba usaha melonjak dua kali lipat lebih dari US$ 30 juta ke US$ 67,4 juta. Sementara itu, total kewajiban berkurang 10,8% dibanding akhir tahun 2022 menjadi US$ 1,5 miliar. Pada sisi lain, jumlah ekuitas tumbuh 0,1% menjadi US$ 1,8 miliar.
Sementara terkait utang, kewajiban yang belum dibayar telah dilunasi dengan konversi MCB/OWK menjadi saham dan penerbitan saham melalui PMTHMETD senilai US$ 1,6 miliar atas 200 miliar saham dengan harga Rp 120 per saham pada Oktober 2022. Grup Salim menjadi pemegang saham pengendali bersama dengan Bakrie.
Saham beredar pada 31 Maret 23 mencapai 371,3 miliar dibandingkan dengan 74,3 miliar pada awal tahun. “Perseroan bebas utang dan akan mengeliminasi beban bunga di masa mendatang,” ujar Dileep.