Jelang Lapkeu Vale Indonesia, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?
Emiten produsen nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) diperkirakan akan membukukan pendapatan yang sedikit tumbuh pada tahun 2023. Namun pendapatan bisa menurun pada tahun 2024 karena harga rata-rata penjualan yang lebih rendah.
“Prospek keuangan INCO tahun 2023-2024 bergantung pada harga nikel global dan biaya energi,” kata Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan dalam risetnya, Rabu (25/10).
Kemudian EBITDA diperkirakan mencapai US$ 532 juta pada tahun 2023 dan US$ 497 juta pada tahun 2024, dengan marjin EBITDA masing-masing sebesar 43,4% dan 41,2%. Laba bersih diproyeksikan mencapai US$ 262 juta pada tahun 2023 dan US$ 233 juta pada tahun 2024, dengan marjin bersih masing-masing sebesar 21,3% dan 19,3%.
INCO diperkirakan akan merilis hasil kinerja kuartal tiga 2023 pada Kamis (26/10) esok. “Pendapatan mungkin datar karena volume penjualan yang lebih tinggi diimbangi oleh harga rata-rata penjualan yang lebih rendah. Biaya tunai diperkirakan sedikit meningkat, sehingga menyebabkan kontraksi margin,” ujar Rizkia.
Sebagai rekomendasi, Mirae Sekuritas memulai cakupan INCO dengan rekomendasi trading buy dan target harga Rp 6.300 per saham, berdasarkan kelipatan EV/EBITDA perkiraan 2024 sebesar 6,3 kali.
“INCO diperdagangkan dengan harga diskon dibandingkan rekan-rekannya, namun potensi kenaikannya terbatas hingga proyek barunya mulai beroperasi pada tahun 2026,” kata ia.
Sebagai informasi, INCO merupakan perusahaan penambang dan pemurnian bijih nikel dengan konsesi luas di Sulawesi. Perseroan menghasilkan 73.000 ton nikel matte per tahun dengan kandungan nikel yang tinggi. INCO juga merupakan penambang berkelanjutan dan menjual matte-nya dengan harga premium.
INCO saat ini sedang mengembangkan beberapa proyek pertambangan nikel dengan pemain besar global. “Kami yakin hal ini sejalan dengan rencana Indonesia untuk mendukung rantai pasokan kendaraan listrik,” ucap Rizkia.
Terkait kinerja keuangan semester satu 2023, INCO membukukan pendapatan US$ 658,97 juta atau sekitar Rp 9,93 triliun. Pendapatan itu naik 16,73% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 564,54 juta. Lalu laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 168,52 juta atau sekitar Rp 2,54 triliun, naik 12% dibandingkan laba periode yang sama tahun lalu.
Pada perdagangan Rabu (25/10) pukul 11.20 WIB saham INCO berada di level Rp 5.600 per saham atau terkoreksi 1,32% dibandingkan hari sebelumnya. Namun, secara year to date atau sejak awal tahun ini harga saham INCO telah menurun 20,57%.