Ditimpa Kesulitan Keuangan Saat Pandemi, Banyak Perusahaan Butuh PKPU

Image title
Oleh Maesaroh
26 Agustus 2021, 15:42
PKPU, pandemi, Covid-19
Antara
Jumlah perkara PKPU yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melonjak selama pandemi Covid-19

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti banyaknya kasus pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU dan Kepailitan. Ia mengkhawatirkan terjadinya moral hazard dalam pengajuan PKPU karena persyaratannya yang mudah.

Namun, kurator Imran Nating justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, kenaikan perkara PKPU di tengah pandemi merupakan hal yang wajar.

"Justru dunia usaha butuh itu (PKPU). PKPU memang harus banyak sekarang karena banyak perusahaan kesulitan finansial di tengah pandemi. Lewat PKPU, kreditur akan lebih percaya dan yakin debiturnya serius karena once PKPU gagal, ancamannya adalah pailit," tutur Imran kepada Katadata.co.id, Rabu (25/8).

Imran mengingatkan dari semua perkara PKPU yang diajukan, 80% ditempuh melalui voluntary dan hanya 20% yang melalui hostility.  PKPU memungkinkan pihak debitur dan kreditur untuk merundingkan kembali penyelesaian utangnya secara damai. Mereka juga bisa memperbaharui penyelesaian utang, termasuk jumlah utang pokok dan penalti.

"Saya yakin 70-80% itu yang call debiturnya langsung (ke kreditor) untuk mengajukan PKPU. Kalau debitor maju sendiri biasanya jalannya panjang karena harus melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan mengajukan rencana itu ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," tutur Imran.

 Seperi diketahui, dalam perkara PKPU, pihak kreditur sebagai pemberi pinjaman ataupun debitur sebagai peminjam bisa mengajukan perkara. Namun, biasanya kreditur lah yang mengajukan perkara karena mereka menjadi pihak yang dirugikan atas gagal bayarnya debitur saat utang memasuki jatuh tempo.

Pengajuan PKPU diharapkan bisa memberikan kepastian pembayaran utang karena ada ketetapan dari pengadilan niaga. PKPU juga memberi kesempatan bagi debitur dan kreditur untuk mengatur kesepakatan baru terkait cara pembayaran utang.

"Meskipun pahit tapi kreditur tahu kalau debitur tidak asal mengajukan proposal PKPU tapi mereka tahu daripada memberikan proposal yang manis tapi ujungnya pailit bagi mereka PKPU menjadi wadah yang aman," tutur Imran.

Berdasarkan penelusuran Katadata, perkara PKPU memang mengalami kenaikan, terutama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Surabaya, dan Semarang. Sejak awal tahun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menerima 331 perkara terkait PKPU. Pada tahun lalu, mereka menerima 440 perkara PKPU, naik drastis dibandingkan pada tahun 2019 (280) dan 2018 (193).

Selain Airlangga, Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Apindo, Selasa (24/8), meminta pemerintah melakukan moratorium PKPU dan memperpanjang aturan restrukturisasi kredit usaha sampai 2025.

Langkah tersebut bisa meringankan beban pengusaha karena dunia usaha membutuhkan waktu lebih untuk menata bisnis di tengah pandemi Covid-19.

“Kami mohon bisa dilakukan moratorium dan sejalan dengan permintaan kami ke OJK tadi restrukturisasi kredit bisa diperpanjang sampai 2025. Jadi tekanan kepada pelaku usaha lebih longgar,” ujar Hariyadi.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah sedang membahas rencana moratorium tersebut. Dia menambahkan Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajarannya agar aturan tersebut segera terbit.

“PKPU sudah dirapatkan. Tinggal proses saja. Presiden sudah perintahkan agar (aturannya) cepat (terbit),” tutur Luhut.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...