Pelonggaran PPKM Bantu Ekonomi, Gelombang 3 Covid-19 Masih Mengancam

Rizky Alika
1 September 2021, 07:40
PPKM, covid-19
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah siswa mencuci tangan dan menerapakan protokol kesehatan sebelum mengikuti kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) perdana di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Labu 14 Pagi, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin, (30/8/2021).

Pemerintah melakukan sejumlah pelonggaran pada perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali hingga 6 September 2021. Namun, epidemiolog mengingatkan pelonggaran tersebut bukan tanda Covid-19 telah aman.

"Pelonggaran ini bukanlah tanda Covid-19 sudah aman, krisis masih ada. Ancaman gelombang 3 juga masih ada," kata Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman kepada Katadata, Selasa (31/8).

Pelonggaran PPKM memiliki risiko terhadap penularan Covid-19. Terlebih, risiko akan lebih besar apabila ukuran indikator pelonggaran tidak kuat.  Sebagai contoh, positivity rate mulai mengalami penurunan, seperti di Jakarta. "Tapi ini tidak merefleksikan keadaan yang sebenarnya karena testing dan tracing rendah," ujar dia.

 Oleh karenanya, pelonggaran aktivitas dilakukan lantaran faktor ekonomi, bukan karena aman dari penularan virus corona. Masyarakat pun diharapkan bisa mengendalikan aktivitas agar penularan tidak meningkat.  Misalnya, masyarakat tetap membatasi diri untuk mengunjungi fasilitas umum. Selain itu, makanan di tempat umum diupayakan untuk dibawa pulang.
"Hal ini harus jadi pemahaman bersama karena itu disebut pola perilaku baru," ujar dia.

Sementara, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan, penularan Covid-19 dapat terjadi di mana saja. Untuk itu, penerapan protokol kesehatan perlu diterapkan secara disiplin.
"Jadi perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial bisa jalan dengan catatan, protokol kesehatan diterapkan secara disiplin," ujar dia.

Namun, pemerintah perlu melakukan pengendalian secara sistematis sesuai standar pengendalian yang ada. Kemudian, pemerintah diminta tidak berimprovisasi hanya berdasarkan publikasi yang belum teruji, misalnya tentang lamanya waktu karantina.

"Standarnya adalah 1 masa inkubasi terpanjang, testing untuk kontak erat tanpa gejala dilakukan pada hari ke 5-6 setelah kontak erat dengan kasus terkonfirmasi," katanya.

Kemudian, pemerintah juga harus meningkatkan pelacakan kasus (tracing), pengetesan (testing), dan perawatan (treatment) secara masif. Kemudian, vaksinasi juga harus dicapai sesuai target pemerintah.  Ia juga menyoroti penerapan uji coba protokol kesehatan di 6 aktivitas utama. Sebab, diskriminasi akses layanan publik tidak boleh terjadi apabila pemerintah belum menyediakan vaksin secara merata.

"Kalau masyarakat sudah divaksin setidaknya 70% dari total populasi, seharusnya aturan itu baru diterapkan," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...