Pengusaha Minta Pemerintah Perbanyak Perjanjian Perdagangan Bebas
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono meminta pemerintah untuk memperbanyak perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara tujuan utama ekspor. Pasalnya, keberadaan FTA akan memudahkan pengusaha sekaligus meningkatkan ekspor.
“Jadi untuk menjaga dan meningkatkan ekspor kita, yang paling penting adalah disupport oleh trade agreement dengan negara tujuan utama,” kata Joko dalam UOB Economic Outlook 2022, Rabu (15/9).
Keberadaan perjanjian kerja sama perdagangan dengan negara lain penting untuk memberikan penguatan posisi Indonesia dengan negara tujuan ekspor, seperti India.
Sayangnya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas secara langsung dengan sejumlah negara yang menjadi tujuan ekspor utama, termasuk India.
Indonesia memang memiliki perjanjian FTA dengan India namun di bawah payung ASEAN -India Free Trade Area (AIFTA) yang ditandatangani pada 2003. India merupakan pangsa terbesar ekspor Indonesia setelah Cina, Amerika Serikat, dan Jepang.
Diketahui, Indonesia telah mengantongi 23 perjanjian perdagangan internasional dan sebagian besar di bawah payung ASEAN. Di antaranya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA), ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN - Korea FTA (AK-FTA), ASEAN-India FTA (AIFTA), ASEAN-Hongkong, China Free Trade Area Agreement (AHKFTA)
Sementara itu, perjanjian perdagangan bebas yang langsung dengan negara tertentu hanya berjumlah empat yakni Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement, Indonesia-Chile Economic Partnership Agreement (Trade In Goods), dan Indonesia-Australia CEPA.
Pembuatan perjanjian kerja sama perdagangan harus juga diselaraskan dengan kondisi negara tujuan. Perjanjian yang dibuat sebaiknya dikaitkan dengan nilai ekspor Indonesia di suatu negara. Ia menyebut, jika ekspor Indonesia ke negara tertentu tidak bagus atau defisit, maka perjanjian yang dibuat akan sia-sia.
“Jangan sampai kita punya trade agreement tapi defisit. Jadi harus mengaitkan antara surplus dengan kepentingan trade agreement,” ujar dia.
Perjanjian perdagangan bebas meliputi perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Perdagangan barang bertujuan untuk menghapuskan tarif dan menanganai hambatan non tarif di antara dua negara sehingga masing-masing bisa mendapatkan tarif yang lebih murah.
Dalam perdagangan jasa, FTA akan diupayakan untuk menjaga akses pasar dan memastikan kondisi yang kondusif bagi penyedia produk jasa untuk berkembang. Dalam hal investasi, FTA dimaksudkan untuk melindungi dan mendorong investasi.
Selain itu, para pengusaha khususnya pelaku ekspor juga diharapkan bisa memanfaatkan perjanjian kerja sama perdagangan yang sudah ada secara maksimal. Hal itu untuk mendorong pertumbuhan ekspor di sektor lain sehingga Indonesia tidak hanya menggantungkan ekspor pada komoditas.
“Yang belum ada kita harus bikin, yang sudah ada kita manfaatkan dan harus diprioritaskan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan menegaskan bahwa pemanfaatan perjanjian kerja sama perdagangan dengan negara lain penting dilakukan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Sejumlah kesepakatan perdagangan diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pemulihan perdagangan serta turut meningkatkan arus investasi di tengah pandemi Covid-19.
“Presiden RI memberikan arahan untuk melakukan transformasi ekonomi serta mempercepat pemulihan ekonomi melalui reformasi kebijakan investasi dan perdagangan.
Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan mendukung implementasi dan pemanfaatan FTA Indonesia adalah salah satu kunci penting untuk mendukung pemulihan kinerja perdagangan luar negeri Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19," kata Kasan dalam keterangan resminya, awal September lalu.