Pengusaha Minta Pemerintah Perbanyak Perjanjian Perdagangan Bebas

Cahya Puteri Abdi Rabbi
15 September 2021, 14:53
pengusaha, perdagangan, FTA
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/foc.
Suasana bongkar muat di Pebuhan Soekarno Hatta Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (6/5/2021).Pengusaha minta pemerintah perbanyak FTA untuk mendongkrak ekspor.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono meminta pemerintah untuk memperbanyak perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara tujuan utama ekspor. Pasalnya, keberadaan FTA akan memudahkan pengusaha sekaligus meningkatkan ekspor.

“Jadi untuk menjaga dan meningkatkan ekspor kita, yang paling penting adalah disupport oleh trade agreement dengan negara tujuan utama,” kata Joko dalam UOB Economic Outlook 2022, Rabu (15/9).

Keberadaan perjanjian kerja sama perdagangan dengan negara lain penting untuk memberikan penguatan posisi Indonesia dengan negara tujuan ekspor, seperti India.

Sayangnya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas secara langsung dengan sejumlah negara yang menjadi tujuan ekspor utama, termasuk India.

Indonesia memang memiliki perjanjian FTA dengan India namun di bawah payung ASEAN -India Free Trade Area (AIFTA) yang ditandatangani pada 2003. India merupakan pangsa terbesar ekspor Indonesia setelah Cina, Amerika Serikat, dan Jepang.

Diketahui, Indonesia telah mengantongi 23 perjanjian perdagangan internasional dan sebagian besar di bawah payung ASEAN. Di antaranya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA), ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN - Korea FTA (AK-FTA), ASEAN-India FTA (AIFTA), ASEAN-Hongkong, China Free Trade Area Agreement (AHKFTA)

Sementara itu, perjanjian perdagangan bebas yang langsung dengan negara tertentu hanya berjumlah empat yakni Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA),  Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement, Indonesia-Chile Economic Partnership Agreement (Trade In Goods), dan Indonesia-Australia CEPA.

Pembuatan perjanjian kerja sama perdagangan harus juga diselaraskan dengan kondisi negara tujuan. Perjanjian yang dibuat sebaiknya dikaitkan dengan nilai ekspor Indonesia di suatu negara. Ia menyebut, jika ekspor Indonesia ke negara tertentu tidak bagus atau defisit, maka perjanjian yang dibuat akan sia-sia.

“Jangan sampai kita punya trade agreement tapi defisit. Jadi harus mengaitkan antara surplus dengan kepentingan trade agreement,” ujar dia.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...