Unjuk Rasa Anti-Lockdown di Australia Ricuh, 62 Orang Ditangkap

Cahya Puteri Abdi Rabbi
22 September 2021, 10:07
Australia, lockdown, Covid-19
ANTARA FOTO/REUTERS/Loren Elliott/FOC/sa.
Seorang pejalan kaki menyeberang jalan saat matahari terbenam di pusat kota selama penguncian untuk mengekang penyebaran wabah penyakit virus corona (COVID-19) di Sydney, Australia, Selasa (14/9/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Loren Elliott/FOC/sa.

Demo anti-lockdown yang dilakukan warga Melbourne, Australia, berujung ricuh. Polisi menembakkan penyemprot merica dan granat penyengat untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang marah karena sudah 233 hari berada dalam aturan lockdown. Polisi menangkap 62 pengunjuk rasa sebagai buntut dari kerusuhan.

Dilansir dari The Guardian, para pengunjuk rasa yang berpakaian seperti pekerja konstruksi bentrok dengan polisi pada hari Selasa (21/9), mereka juga menyerang petugas, menghancurkan jendela mobil polisi, melempar botol dan batu, serta merusak properti.

Setidaknya ada 2.000 pengunjuk rasa yang sebagian besar dari mereka adalah pemuda.Mereka berbaris melintasi Melbourne, melumpuhkan kota dan menutup jembatan arteri utama sambil meneriakkan bahwa mereka akan terus melakukan unjuk rasa setiap hari hingga pembatasan Covid-19 di Melbourne dicabut.

 Polisi mengatakan sebanyak 62 pengunjuk rasa ditangkap dan tiga petugas polisi terluka bersama dengan seorang jurnalis. Komisaris kepala polisi Victoria Shane Patton mengatakan, petugas menggunakan penyemprot merica, peluru tongkat busa, bom asap dan granat penyengat.

“Amunisi peralatan pengendalian massa ini diperlukan, karena kami tidak dapat membiarkan perilaku seperti ini terus berlanjut,” kata Patton dikutip dari The Guardian, Rabu (22/9).

Patton melaporkan bahwa unjuk rasa akan kembali dilanjutkan pada hari ini (22/9), oleh karena itu ia mengimbau warga untuk tetap berdiam diri di rumah demi keamanan.

Protes dimulai oleh anggota Serikat Konstruksi, Kehutanan, Maritim, Pertambangan dan Energi (CFMEU) yang menolak mandat pemerintah untuk wajib vaksinasi agar mereka terus bekerja di lokasi pembangunan. Serikat pekerja telah mengatakan mendukung anggota yang divaksinasi tetapi menentang vaksinasi menjadi kewajiban.

 Namun, unjuk rasa awal diduga telah dicampuri oleh ekstremis sayap kanan,  termasuk kelompok neo-Nazi dan anti-vaksinasi, yang mengorganisir  demo aksi protes melalui Telegram, Facebook, dan WhatsApp. Banyak dari mereka tiba di protes dengan mengenakan pakaian hi-vis.

"Tidak ada yang diuntungkan dari perilaku seperti ini, Tolong tetap di rumah, kami tidak ingin konfrontasi,” kata dia.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...