Larangan Display Rokok Dinilai Tidak Beralasan, Memicu Ketidakpastian

Image title
Oleh Maesaroh
22 September 2021, 12:30
rokok, perdagangan
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Pekerja menata rokok yang etalasenya ditutup kain di salah satu minimarket di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (15/9/2021). Penutupan etalase rokok tersebut dilakukan berdasarkan Seruan Gubernur DKI Jakarta nomor 8 tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok sebagai upaya melindungi masyarakat dari bahaya rokok. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.\

Sejumlah pihak memprotes keras keputusan pemerintah DKI Jakarta yang melarang toko untuk memasang reklame dan menyediakan display rokok. Keputusan itu dianggap tidak beralasan dan hanya menambah ketidakpastian iklim berusaha di ibu kota. Larangan display rokok juga membuat komoditas tersebut diperlakukan seperti barang ilegal.

"Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan kami semua patuh. Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi," kata Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Tutum Rahanta, dalam siaran pers, Rabu (22/9).

Seperti diketahui, pada Juni 2021, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Rokok. Di dalam seruan tersebut terdapat sejumlah aturan seperti:

1. Memasang tanda larangan merokok pada setiap pintu masuk dan lokasi yang mudah diketahui oleh setiap orang di daerah gedung dan memastikan tidak ada yang merokok di kawasan dilarang merokok
2. Tidak menyediakan asbak dan tempat pembuangan puntung rokok lainnya pada kawasan dilarang merokok
3. Tidak memasang reklame rokok atau zat aditif baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan, termasuk memajang kemasan atau bungkus rokok di tempat penjualan.

Pemerintah DKI Jakarta mulai aktif melakukan penindakan dengan menurunkan reklame rokok  dan meminta toko termasuk minimarket untuk menghilangkan display rokok, menyingkirkan rak berisi rokok, serta mencopot poster rokok.

 Tutum menekankan larangan display rokok di toko akan semakin menekan roda perekonomian yang saat ini masih jauh dari kata normal, karena pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Selain itu, Seruan Gubenur itu juga bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi yakni PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menyatakan bahwa produk rokok yang sah dan secara legal mendapatkan kepastian untuk dijual jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur seperti kemasan, kandungan produk, perpajakan, dan rentetan aturan lainnya.

“Kami juga tidak sembarangan menjual di mana saja, harus jauh dari tempat ibadah dan jangkauan anak-anak,” kata Tutum.

Pihaknya juga menyayangkan karena pemerintah DKI melakukan tindakan tanpa terlebih dahulu memberikan sosialisasi. Hal ini membuat banyak pelaku usaha yang terkejut dengan kebijakan ini.

Dia berharap kebijakan ini dicabut, sebab keputusan ini juga bisa memberikan sentimen buruk bagi kepastian berusaha secara garis besar. Pasalnya, bukan tidak mungkin, produk lain juga bisa mengalami diskriminasi serupa di masa depan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...