Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pakai APBN, Tak Sesuai Janji Pemerintah?

Abdul Azis Said
Oleh Abdul Azis Said - Maesaroh
11 Oktober 2021, 18:52
Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kereta, Jokowi
ANTARA FOTO/HO/Setpres-Kris/wpa/foc.
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kedua kanan), Menkeu Sri Mulyani (kedua kiri) Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan) dan perwakilan PT KCIC saat meninjau pembangunan tunnel proyek kereta cepat di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/5/2021).

Penggunaan anggaran negara atau APBN dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung  menuai kontroversi dan kritik dari banyak pihak karena akan membebani negara.

Padahal, sebelumnya pemerintah pernah berjanji tidak bakal menggunakan anggaran negara untuk membiayai proyek kereta cepat Cina tersebut.

Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

 Melalui Perpres tersebut, Jokowi mengizinkan penggunaan APBN untuk mendukung proyek kereta cepat.

Pembiayaan dari APBN berupa penyertaan modal negara kepada PT Kereta Api Indonesia selaku pimpinan konsorsium serta  penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium.

"Dulu katanya tidak pakai APBN, kok sekarang pakai APBN, secara citra bagaimana?Proyek ini kan memang tidak visible tetapi dilanjutkan ya sudah akhirnya berdarah-darah,"tutur pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, kepada Katadata, Senin (11/10).

Seperti diketahui, saat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diinisiasi di tahun 2015, Presiden Jokowi bersikukuh kalau proyek tersebut murni menggunakan skema business to business dan tidak akan memakai dana APBN.

 Penggunaan APBN dikhawatirkan tidak hanya berhenti sampai proses konstruksi tetapi akan terus berlanjut sampai operasional.

Pasalnya, secara nilai keekonomian, proyek kereta cepat tidak menguntungkan sehingga biaya operasional kemungkinan besar tidak tertutupi oleh pendapatan dari tiket atau yang lain.

"Buat saya ini proyek yang merugikan. investasinya sampai Rp100 triliun, belum lagi operasionalnya. Memangnya tiket mau dijual berapa?Rp1 juta?Nanti pakai subsidi (tiket) lagi, beban lagi  kan (ke APBN),  Memang mau pakai duitnya siapa?"tambahnya.

Dia menambahkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan membutuhkan biaya besar untuk operasional dan perawatan.  

Untuk memastikan kereta berjalan optimal, misalnya, harus mengunakan teknologi signaling  atau pengatur perjalanan.

Langkah ini harus dilakukan karena banyaknya penguat sinyal seluler di sepanjang jalur yang akan dilalui kereta cepat.

Rute yang pendek  juga diperkirakan kurang menarik penumpang sehingga kapasitas tidak akan tercapai maksimal.

Kondisi ini diperkirakan akan membuat pemerintah harus mensubsidi tiket melalui penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik atau PSO.

"Itu tiketnya mau ga mau harus PSO karena akan mahal. Itulah saya bilang, mau berapa lagi APBN yang dipakai?,"jelasnya.

Senada dengan Agus Pambagio, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mempertanyakan mengapa pemerintah sampai turun tangan membiayai Kereta Cepat Jakarta-Bandung. 

"Kalau proyeknya strategis dan menguntungkan pasti pihak swasta akan tertarik membiayai. Tapi ini kok sampai melibatkan APBN?"tutur Ahmad Heri, kepada Katadata, Senin (11/10).

Menurutnya, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bukanlah proyek yang urgent. Pasalnya, rute Jakarta-Bandung sudah menyediakan berbagai moda transportasi yang murah dan efisien seperti kereta biasa ataupun travel.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...