Krisis Energi Cina Menjadi Berkah Sekaligus Hambatan Industri Tekstil

Cahya Puteri Abdi Rabbi
15 Oktober 2021, 14:18
Krisis energi, Cina, tekstil, industri
ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Pedagang menata kain tekstil dagangannya di Cipadu, Kota Tangerang, Banten, Kamis (16/4/2020).

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mendapatkan limpahan berkah akibat krisis energi yang dialami Cina. Namun, mereka tidak bisa memaksimalkan berkah tersebut karena kesulitan bahan baku.

Krisis energi Cina memaksa produsen untuk mengalihkan pesanan dari Cina ke beberapa negara lain, termasuk Indonesia. Pasalnya, krisis energi membuat perusahaan Negara Tirai Bambu tidak bisa mengoperasikan pabriknya secara maksimal.

Advertisement

"Ini menjadi limpahan pasar bagi produk dalam negeri dan dapat dimanfaatkan oleh industri garmen dan tekstil Indonesia," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta dalam konferensi pers virtual, Jumat (15/10).

Redma menyebut, krisis yang terjadi di Cina yang saat ini juga dialami beberapa negara lain seperti Inggris dan India.

 Kondisi ini menjadi peluang bagi industri TPT lokal untuk dapat mengisi pasar yang ditinggalkan oleh negara pesaing lainnya baik di dalam maupun luar negeri, sehingga bisa meningkatkan utilisasi dan mendorong investasi baru industri tekstil.

Namun, persoalan energi di Cina ini membawa dua sisi bagi Indonesia. Di satu sisi, krisis energi Cina membuat industri TPT lokal kelimpahan pesanan yang dialihkan dari negeri Tirai Bambu tersebut.

Di sisi lain,  industri TPT lokal mengalami kesulitan mengimpor bahan baku.

Sebagian besar bahan baku industri TPT lokal masih mengandalkan impor dari Cina, sedangkan krisis energi yang terjadi di negara tersebut membuat beberapa perusahaan memberhentikan suplai energi sampai 60%.

Hal ini yang menjadi hambatan industri TPT lokal dalam memanfaatkan peluang limpahan pesanan yang ada.

 Selain itu, kenaikan harga batu bara juga berimbas negatif bagi industri TPT lokal. Porsi penggunaan energi oleh industri TPT terbilang cukup tinggi sehingga kenaikan harga sangat berpengaruh terhadap kinerja industri tekstil.

Redma memparkan, di industri hulu seperti fiber dan filament porsi penggunaan energi sebesar 25%, untuk spinning 18%, dan knitting atau perajutan sebesar 14%.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement