Geometrik Jalan, Over Speed, Abai Aturan Jadi Penyebab Kecelakaan Tol

Cahya Puteri Abdi Rabbi
19 Oktober 2021, 15:30
tol, kecelakaan, jalan tol
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara kendaraan yang melintas di kilometer 88 Jalan Tol Cipularang, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (27/10/2019). Kakorlantas Polri Irjen Pol Refdi Andri mengatakan akan menganalisis keamanan Tol Cipularang lebih lanjut dikarenakan seringnya terjadi kecelakaan fatal terutama di kilometer 91.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan bahwa mayoritas kecelakaan jalan tol di tanah air disebabkan oleh faktor geometrik jalan. 

Investigator Senior KNKT Achmad Wildan menjelaskan, dari segi geometriknya ada dua macam jenis jalan tol di Indonesia.

Pertama, jalan tol dengan alinyemen vertikal seperti jalan tol Cikampek–Purwakarta–Padalarang (Cipularang).

Jalan tol dengan alinyemen vertikal ini memiliki kontur jalan yang menurun. Kecelakaan di jalan tol seperti ini lebih banyak disebabkan oleh brake fading atau kondisi di mana kampas rem mengalami kelebihan panas (overheat).

"Di sini lebih banyak faktor human error, bukan masalah kendaraannya. Pengemudi harusnya menggunakan gigi rendah atau exhaust break tapi dia menggunakan gigi tinggi, akhirnya kampasnya panas dan terdorong," kata Wildan kepada Katadata, Selasa (19/10).

 Sementara untuk jalan tol dengan alinyemen vertikal atau lurus seperti jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali), dan jalan tol Pemalang-Semarang, banyak terjadi kecelakaan karena adanya perbedaan atau gap kecepatan antara kendaraan besar seperti truk kontainer dengan kendaraan kecil.

KNKT pernah mencatat, perbedaan kecepatan antara truk besar dengan kendaraan kecil seperti mini bus sangat tinggi, mencapai 100 kilometer per jam.

Padahal, standar aman untuk gap kecepatan di jalan tol adalah 30 kilometer per jam. Perbedaan ini yang banyak menyebabkan terjadinya kecelakaan tabrak depan belakang.

Kendaraan pribadi cenderung over speeding karena adanya ilusi mata pada desain penampang melintang di jalan tol.

Ia mengatakan, bahwa KNKT sudah mengusulkan pemasangan speed reducing marking atau tanda agar kendaraan pribadi dapat menurunkan kecepatan kepada Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri. Beberapa sudah dipasang di jalan tol Cipali.

"Kalau ada gap kecepatan itu tinggi, maka angka kecelakaan juga pasti tinggi," katanya.

 Selain itu, tiga elemen geometri jalan yaitu penampang melintang jalan, alinyemen vertical serta alinyemen horizontal semuanya berada dalam keadaan standar dan hal ini justru membuat lengah dan meningkatkan rasa kantuk pengemudi.

Desain bahu jalan yang membentuk slope, yang membuat pengemudi pada saat berbelok dapat membentuk superelevasi yang terbalik dan menyebabkan kendaraan keluar dari badan jalan (bodyroll).

Penyebab lain yang mengakibatkan seringnya terjadi kecelakaan di jalan tol adalah belum adanya regulasi yang jelas terkait larangan bagi truk kelebihan muatan (ODOL) masuk jalan tol.

Truk ODOL cenderung melanggar batas minimal kecepatan karena keterbatasan power weight ratio dan kemampuan rem.

Ditambah lagi, titik buta atau blind spot pada truk pengangkut barang sangat besar. Artinya truk tidak bisa melihat kendaraan yang berada di belakangnya, sehingga ketika truk tersebut pindah lajur tiba-tiba, maka kendaraan di belakangnya akan terkejut dan menyebabkan tabrakan.

 "Ini kalau ada regulasi truk ODOL dilarang masuk jalan tol akan sangat bagus, jadi jalan tol kita aman. Saya yakin kalau truk ODOL dilarang masuk jalan tol maka angka kecelakaan kita akan turun drastis," ujar dia.

Tol Cipularang yang menghubungkan Cikampek-Purwakarta-Padalarang merupakan salah satu ruas tol yang kerap memakan korban kecelakaan.  Sejumlah kecelakaan maut pernah terjadi pada ruas tol tersebut.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...