Ekspor Naik, Moeldoko Sebut Uni Eropa Butuh Kelapa Sawit Indonesia
Di tengah diskriminasi sawit Indonesia oleh Uni Eropa, nilai ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa justru naik hingga 26% pada 2020. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, hal tersebut merupakan bukti bahwa Uni Eropa masih membutuhkan kelapa sawit Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Moeldoko saat menerima audensi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket, di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (8/11).
"Yang dipermasalahkan Uni Eropa soal keberlanjutan biofuel yang berasal dari kelapa sawit, bukan pada kelapa sawitnya," kata Moeldoko dalam siaran pers, Senin (8/11).
Uni Eropa saat ini menerapkan standar tinggi dan ketat dalam membeli produk dari negara lain, bukan hanya pada kelapa sawit tapi juga komoditi lain.
Ia menyebut, salah satu standar yang dipakai yakni mengenai dampak suatu produk atau komoditi terhadap kerusakan lingkungan.
Mantan Panglima TNI tersebut menambahkan, hal tersebut yang harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk para petani sawit.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket mengakui, negara-negara Uni Eropa berambisi menjadikan Eropa sebagai benua netral iklim pada 2050, dan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 55% pada 2030.
Ada perubahan aturan-aturan yang diprediksi akan memperketat, atau bahkan melarang masuknya produk yang tidak ramah lingkungan ke Eropa.
"Karena itu Indonesia memproduksi komoditas-komoditas yang diekspor ke Eropa dengan lebih berkelanjutan," kata Vincent.
Menanggapi persyaratan pasar Uni Eropa tersebut, Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengklaim, bahwa petani sawit Indonesia sudah mengedepankan keberlanjutan, baik dari sisi ekonomi, ekologi, dan sosial.
Sebanyak 42% petani di 22 provinsi di Indonesia harus berkelanjutan dalam mengelola sawit sesuai aturan yang ada pada Undang-undang Cipta Kerja.
Oleh karena itu, kantor Staf Presiden (KSP) memfasilitasi pertemuan Apkasindo dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, untuk mencari titik temu terkait masalah sawit.
Seperti diketahui, Komisi Uni Eropa telah mengancam keberlangsungan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Eropa melalui regulasi Renewable Energy Directive (RED II) yang dikeluarkan pada 2018.
Kebijakan ini mewajibkan negara-negara Uni Eropa harus menggunakan RED II paling sedikit 32% dari total konsumsi energi negaranya.
Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juga mengesampingkan bahkan mengeluarkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produksi biofuel.
Sebagai informasi, pada Desember 2019 lalu, pemerintah Indonesia menggugat kebijakan RED II dan Delegated Regulation Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi dan membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel Indonesia. Dampaknya, ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa menjadi negatif dan citra komoditas ini terus buruk di perdagangan global.