KPK Tahan Bupati Langkat Sebagai Tersangka Kasus Suap Proyek
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP). Terbit telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.
Selain Terbit, KPK juga menahan lima orang lainnya yang terlibat dalam kasus tersebut.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan TRP ditangkap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa Tahun 2020 sampai dengan 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Kami akan mengumumkan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakili," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari (20/1), seperi dikutip dari Antara.
Ghufron mengatakan pengumpulan berbagai informasi disertai bahan keterangan dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
KPK kemudian melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.
"Maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," tutur Ghufron.
Dalam kasus dugaan suap tersebut sebagai penerima adalah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
Juga, Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang merupakan saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor, masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC) dan Isfi Syahfitra (IS).
Sementara itu, berperan sebagai pemberi adalah Muara Perangin-angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.
Tersangka Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, sebagai pemberi, Muara disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, KPK mengatakan telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Langkat pada Selasa malam (18/1) atas kasus dugaan tindak pidana korupsi. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang Rp 786 juta.
"KPK melakukan giat tangkap tangan di Langkat sekitar pukul 19.00, 18 Januari 2022. Kami telah mengamankan beberapa pihak dan sejumlah uang sebagai bukti yang diperoleh pada saat tangkap tangan," tutur Ghufron.
Dalam OTT, tim KPK juga mengamankan delapan orang pada Selasa (18/1) sekitar pukul 20.30 WIB di Kabupaten Langkat.
Mereka adalah Terbit Rencana Perangin Angin, Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat Sujarno (SJ), Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Langkat Deni Turio (DT), Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Suhardi (SH).
Kemudian, empat kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), Isfi Syahfitra (IS), dan Muara Perangin-angin (MR).
Ghufron menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, tersangka TRP selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan tersangka ISK diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit.
Koordinasi terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
"Agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase 'fee' oleh tersangka TRP melalui tersangka ISK dengan nilai persentase 15% dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5% dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung," kata Ghufron.
Salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp4,3 miliar.
"Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh tersangka TRP melalui perusahaan milik tersangka ISK," tuturnya.
Ghufron mengatakan pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
"Diduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang 'fee' dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, tersangka TRP menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu tersangka ISK, tersangka MSA, tersangka SC, dan tersangka IS," ujar Ghufron.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.