Serangan Rusia ke Ukraina Bisa Mengancam Ketahanan Pangan Dunia
Serangan Rusia ke wilayah Ukraina dikhawatirkan bisa mengancam ketahanan pangan dunia. Pasalnya, Ukraina merupakan salah satu pemasok besar bahan pangan di dunia termasuk gandum untuk Indonesia.
Situasi di Ukraina juga diperkirakan akan semakin melambungkan inflasi karena melonjaknya harga pangan. Padahal, perekonomian global masih mengadapi ancaman inflasi tinggi akibat pengetatan kebijakan moneter negara maju serta meroketnya harga energi.
Secara luas wilayah, Ukraina merupakan negara terbesar kedua di Eropa setelah Rusia. Di sektor pertanian, Ukraina menghasilkan produsen utama sejumlah komoditas pangan seperti gandum hingga minyak bijih matahari.
Dilansir dari Politico.Eu, Ukraina merupakan pemasok terbesar ke empat untk komoditas minyak nabati Uni Eropa. Kawasan tersebut mungkin akan mengalami gangguan pasokan dalam jangka pendek.
Namun, Uni Eropa diperkirakan bisa beradaptasi dengan cepat untuk mengatasi kekurangan pasokan karena bisa menyelesaikan persoalan tersebut melalui jalur bilateral.
Berbeda halnya dengan kawsan lain seperti Timur Tengah dan Afrika Selatan.
Ketergantungan negara-negara kawasan Timur Tengah akan pasokan komoditas pangan Ukraina sudah menjadi kekhawatiran yang lama. Mesir, misalnya, merupakan salah satu pembeli utama gandum Ukraina.
Ketergantungan Timur Tengah akan komoditas pangan Rusia dan Ukraina bahkan dianggap menjadi salah satu faktor dibalik revolusi Arab Spring yang terjadi 2011 lalu.
Revolui Arab Spring yang menggoyang stabilitas politik di kawaan Timur Tengah terjadi di 2011 setelah Rusia melarang ekspor gandum pada 2010.
Ukraina masuk dalam lima besar eksportir gandum di dunia bersama dengan Rusia, Amerika Serikat, Kanada, dan Prancis.
Pada 2021/2022. ekspor gandum Ukraina mencapai 60 juta ton.
"Dari sudut pandang keamanan pangan, berkonflik dengan Ukraina merupakan salah satu yang harus dihindari. Saya khawatir karena ini belum menjadi perhatian besar pengambil kebijakan di Eropa padahal sudah seharusnya menjadi pertimbangan," kata Nazar Bobitski, direktur Asoasi Perdagangan dan Bisnis Ukraina yang berkantor di Brussel, Belgia.
Kepada Politico, Salah satu pejabat Komisi Uni Eropa mengatakan konflik Rusia-Ukraina baru dilihat dari radar geopolitik dan keamanan.
Menteri-menteri pertanian Uni Eropa belum menjadikan persoalan pangan sebagai hal yang mendesak dicari solusinya.
Konflik Rusia-Ukraina secara sekilas memang belum memberi dampak besar terhadap persoalan pangan Uni Eropa. Uni Eropa masih mencatatkan net ekspor dengan Ukraina.
Ukraina memang menjadi mitra datang penting bagi Uni Eropa tetapi secara keseluruhan, impor pangan Uni Eropa dari Ukraina hanya 4,9% dari total impor mereka.
Meskipun Ukraina adalah eksportir terbesar ke empat untuk bahan pangan Uni Eropa. Ukraina masih berada di bawah Inggris, Brasil, dan Amerika Serikat.
Namun, jika dilihat secara detail. Eropa memiliki ketergantungan besar terhadap beberapa produk Ukraina.
Misalnya, 88% minyak bijih matahari Eropa didatangkan dari Ukraina. Sementara itu, Ukraina juga menyumbang 41% lobak dan 26% madu ke kawasan tersebut.
"Tantangan besar saat ini adalah bagaimana menangani guncangan dalam jangka pendek dari sektor ketahanan pangan," tutur Taras Kachka, wakil menteri ekonomi Ukraina.
Kachka menggarisbawahi pentingnya peran jagung Ukraina untuk pasokan pakan ternak di kawasan Uni Eropa.
Kekurangan pasokan bisa mengganggu peternakan babi dan ayam di kawasan Uni Eropa. Sebagai catatan, di antara negara Uni Eropa, Spanyol merupakan importir terbesar jagung Ukraina.
"Persoalan ini bisa menjadi komplek bagi industri Uni Eropa,"tuturnya.
Namun, tidak semua berpendapat sama. Andrey Sizov, chief executive SovEcon (perusahaan konsultan di bidang pangan dari Rusia), mengingatkan saat Rusia menginvasi Crimea pada 2014 lalu, sejumlah pihak mengkhawatirkan adanya gangguan pada rantai pasok pangan. Namun, kekhawatiran tersebut tidak terjadi.
"Memang terjadi kenaikan barang secara signifikan tetapi itu hanya sementara,"tuturnya.
Dia juga mengingatkan bahwa kekhawatiran akan terjadinya gangguan masif komoditas pangan di kawasan Eropa akibat pandemi Covid-19 juga tidak terbukti.
Sizov mengatakan berbeda dengan negara miskin negara-negara, Eropa akan dengan mudah menyelesaikan persoalan gangguan pasokan pangan mereka.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai impor Indonesia dari Rusia mencapai US$1,25 miliar pada tahun lalu. Komoditas dengan nilai impor terbesar adalah minyak mentah, gas alam, pupuk dan besi baja.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan mencatat, impor Indonesia dari Ukraina mencapai US$1,04 miliar pada 2021, di mana hampir seluruhnya adalah non-migas.
Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengatakan Indonesia menggantungkan sekitar 30% gandum impornya dari Ukraina.
Menurutnya, konflik Rusia dan Ukraina bisa membuat produk makanan berbahan gandum naik.
"Kemungkinan akan terhadi kenaikan harga roti, sereal dan mie instant,"tuturnya, kepada Katadata, Kamis (24/2).