Cina Terapkan Redistribusi Kekayaan, Alibaba cs Gencar Beri Sumbangan

Fahmi Ahmad Burhan
30 Agustus 2021, 10:44
Cina, Alibaba
ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Logo Alibaba Group terlihat di kantor pusat perusahaan tersebut di Hangzhou, provinsi Zhejiang, China, Senin (18/11/2019).

Sejumlah perusahaan teknologi asal Tiongkok seperti Alibaba, Tencent, hingga Didi gencar menggelar program amal dan memberi sumbangan kepada warga Tiongkok. Langkah itu dilakukan seiring dengan rencana penerapan sistem redistribusi kekayaan oleh pemerintah Negara Tirai Bambu tersebut.

Mengutip Financial Times, para pemimpin perusahaan teknologi itu saat ini sedang dalam misi menunjukkan semangat sosialis mereka melalui sumbangan dan janji amal ke publik. Raksasa game asal Tiongkok, Tencent misalnya mengumumkan bahwa perusahaan akan menyisihkan 50 miliar yuan atau US$ 7,7 miliar atau sekitar Rp 110,9 triliun untuk program kemakmuran bersama.

Kemudian, CEO Pinduoduo Chen Lei berjanji akan menyumbangkan US$ 1,5 miliar atau Rp 21,6 triliun dari pendapatan perusahaan untuk mendukung modernisasi pertanian dan vitalisasi pedesaan.

 Selain banjir di Henan, Tiongkok, bulan lalu, Alibaba dan Didi menyumbangkan puluhan juta dolar AS untuk upaya pemulihan.

Berdasarkan data dari Hurun Research Institute, selama 10 tahun terakhir jumlah uang tunai yang disumbangkan per tahunnya oleh 10 pengusaha top Tiongkok meningkat hampir tiga kali lipat. Sedangkan, data yang dikompilasi Bloomberg menunjukkan bahwa pemberian miliarder Tiongkok tahun ini sudah meningkat 20% dibandingkan 2020.

Program amal dan beragam sumbangan para perusahaan teknologi Tiongkok itu seiring dengan rencana pemerintah Tiongkok yang akan menerapkan kembali sistem redistribusi pendapatan. 

Ahli kebijakan ekonomi Tiongkok di Center for Strategic and International Studies Scott Kennedy juga mencatat bahwa banyak eksekutif teknologi Tiongkok yang telah membangun reputasi filantropi mereka setelah mendapatkan tekanan dari Tiongkok. "Jack Ma dari Alibaba misalnya memimpin gelombang pengusaha untuk menciptakan tren filantropi, setelah mendapatkan tekanan dari Tiongkok," katanya dikutip Financial Times pada akhir pekan lalu (29/8).

Namun, beragam program dan sumbangan itu ditanggapi skeptis oleh berbagai pihak. "Bagian yang mengkhawatirkannya adalah, mereka tidak tahu berapa banyak orang yang cukup diberikan sumbangan,” kata pejabat badan amal besar di Beijing.

Sedangkan, para raksasa teknologi juga dianggap cenderung melihat data sumbangan berdasarkan perusahaan lain. "Yang bisa mereka lakukan hanyalah melihat seberapa banyak yang telah diberikan rekan-rekan mereka dan mencoba untuk mencocokkannya," katanya.

Diketahui, sebelumnya Presiden Tiongkok Xi Jinping berjanji untuk mendistribusikan kembali kekayaan di negara ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut. Xi mengatakan kepada para pemimpin tinggi dari Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa bahwa pemerintah harus membangun sistem untuk mendistribusikan kembali kekayaan demi kepentingan "keadilan sosial,".

"Kemakmuran bersama adalah kemakmuran semua orang. Bukan kemakmuran segelintir orang," kata Xi selama pertemuan tersebut dikutip dari CNN Internasional pada pekan lalu (20/8).

Kebijakan redistribusi kekayaan memang populer diterapkan oleh mantan Presiden Tiongkok, Mao Zedong. Mao menerapkan kebijakan itu dengan cara mengambil alih kekayaan dari tuan tanah dan petani kaya, elite pedesaan.

Setelah Mao Zedong meninggal, kebijakan redistribusi kekayaan kemudian semakin pudar. Penerusnya Deng Xiaoping memulai dekade liberalisasi ekonomi di Tiongkok.

Sedangkan, apabila Xi menerapkan kebijakan redistribusi kekayaan era baru, yang juga termasuk dalam sasaran adalah para pimpinan raksasa teknologi Tiongkok, seperti Jack Ma dan Pony Ma. "Para ekonom Tiongkok telah lama bertanya-tanya apakah sektor teknologi akan menjadi langkah Xi selanjutnya dalam menangani masalah distribusi kekayaan,” kata ekonom yang juga penulis buku The Myth of Chinese Capitalism Dexter Roberts.

 Menurutnya, saat inilah waktunya bagi pemerintah Tiongkok menyasar para bos perusahaan teknologi itu. "Sekarang terjadi. Bagaimanapun, perusahaan teknologi ini adalah simbol kekayaan yang berlebihan di Tiongkok," katanya.

Para bos perusahaan teknologi Tiongkok ini memang termasuk di antara warganya yang terkaya. Berdasarkan laporan dari Bloomberg Billionaires Index, bos Alibaba, Jack Ma merupakan orang terkaya kedua di Tiongkok dan memiliki kekayaan bersih US$ 47,8 miliar atau Rp 685 triliun.

Sedangkan, bos Tencent Pony Ma menempati urutan ketiga dalam daftar orang kaya di Tiongkok. Kekayaan Pony Ma kini mencapai US$ 45,8 miliar atau Rp 656 triliun.

Menurut Roberts, upaya baru dari Xi Jinping juga akan membuat dua raksasa teknologi asal Tiongkok itu semakin tertekan.
"Tindakan keras peraturan baru-baru ini juga mengirimkan pesan mengerikan kepada pebisnis Tiongkok," katanya.

Begitu juga menurut dosen senior di fakultas hukum transnasional Universitas Peking, Ma Ji.
"Tiongkok masih ingin mempromosikan pengembangan teknologi, tetapi pada saat yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan data oleh pihak swasta serta memastikan keamanan nasional, dibuat berbagai aturan," ujarnya.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...