Krisis Energi Jadi Gambaran Susahnya Lepas dari Energi Fosil

Krisis energi beberapa negara di dunia, seperti Inggris, Cina, hingga India merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia sekaligus sulitnya lepas dari energi fosil.
Di tengah krisis yang terjadi, Inggris kembali menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara.
Kondisi ini menggambarkan bahwa tidak bisa serta merta mengandalkan dan bergantung sepenuhnya kepada energi baru terbarukan.
"Krisis yang terjadi saat ini akan merubah cara pandang kita dan meyakinkan kita bahwa energi itu harus melimpah. Nah sekarang energi hijau ini berlimpah atau tidak? Kan belum. Jadi ini tantangan untuk meningkatkan investasi di sektor energi baru dan terbarukan," kata Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Investasi Indra Darmawan, dalam Katadata & Landscape Indonesia - Road to COP26, Kamis (21/10).
Meski krisis energi ini diperkirakan tidak berlangsung lama, namun cukup berpengaruh dalam merubah cara pandang mengenai energi baru terbarukan.
Termasuk di antaranya akan seperti apa potensi dan keuntungan ke depan jika berinvestasi di bidang energi baru dan terbarukan.
"Ternyata saat ini malah ketika ada krisis, yang diandalkan justru energi fosil. Sangat menyedihkan tapi ini juga jadi tantangan yang kuat bagi kita untuk meningkatkan investasi," ujar dia.
Guna menarik investor untuk berinvestasi di sektor energi baru terbarukan di Indonesia, pemerintah sudah menawarkan beberapa insentif seperti tax allowance atau keringanan pajak, fasilitas impor, dan tax holiday.
Namun, upaya tersebut dinilai belum cukup untuk menarik lebih banyak investor di sektor EBT.
"Kita sudah kasih beberapa insentif ternyata masih belum bisa. Yang harus kita lakukan adalah langsung action saja. Kita lakukan yang kira-kira bisa menguntungkan secara ekonomi, diterima secara sosial di seluruh lokasi, sekaligus rendah karbon," katanya.
Sebagaimana diketahui, beberapa negara yang mengalami krisis energi beralih ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Akibatnya permintaan batu bara global meningkat. Inggris misalnya, yang selama ini banyak menggunakan gas alam untuk operasional beberapa industri kini mulai kembali menggunakan PLTU berbasis batu bara.
Selain permintaan yang meningkat karena kegiatan pemulihan ekonomi, harga gas bahkan sudah melonjak 250% karena keterbatasan pasokan akibat penghentian fasilitas produksi di Amerika Serikat hingga isu manipulasi perusahaan gas Rusia Gazprom untuk mendongkrak harga.
Dilansir dari AFP, harga yang melonjak naik ini membuat para produsen pembangkit listrik di Inggris cenderung beralih ke batu bara karena ongkosnya lebih murah. Hal ini juga dilakukan untuk mengamankan pasokan energi gas alam.
Perusahaan pembangkit listrik, Drax, mengatakan, ketergantungan pada gas alam yang harganya naik dua kali lipat sejak Mei, membuat otoritas mengambil jalan ini sebagai solusi listrik tetap menyala bagi warga.
"Fasilitas ini (PLTU) telah memenuhi peran penting dalam menjaga lampu warga agar tetap menyala saat sistem energi berada di bawah tekanan yang cukup besar," kata Drax dalam sebuah pernyataan dikutip dari AFP, Kamis (21/10).