Pembiayaan Mencukupi, Sri Mulyani Ogah Jual Surat Utang di Akhir Tahun

Abdul Azis Said
8 November 2021, 20:13
Sri Mulyani, utang, APBN
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan tanggapan pemerintah pada rapat paripurna DPR ke-18 masa persidangan V tahun 2020-2021 di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021). Rapat tersebut beragendakan mendengarkan tanggapan pemerintah terhadap kebijakan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2022.

Kementerian Keuangan memastikan tidak akan mencari utang baru lagi lewat penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sampai akhir tahun 2021. Pemerintah akan menggunakan alternatif sumber pembiayaan lain untuk membiayai anggaran.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap alasannya pemerintah masih memiliki sumber pembiayaan yang mencukupi di luar SBN.

"Dua bulan ke depan kita tidak akan lagi mengeluarkan surat utang negara, karena kita masih punya Surat Keputusan Bersama (SKB) III dan penerimaan negara cukup banyak," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/11).

Ia memproyeksikan penerimaann negara sampai akhir tahun akan tinggi seiring lonjakan harga komoditas.

Kenaikan komoditas terutam sawit, tembaga, dan batu bara akan mendorong semua penerimaan negara naik baik dari perpajakan maupun Pendapatan Negara Bukan pajak (PNBP) akan naik.

Di sisi lain, pemerintah juga punya SKB III dengan Bank Indonesia. Melalui kerja sama ini, bank sentral akan memborong obligasi pemerintah sebanyak Rp 215 triliun untuk memenuhi kebutuhan APBN 2021.

Keunggulan dari kerja sama ini, beban utang pemerintah dapat ditekan pasalnya pemerintah akan menerima tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga pasar.

Selain itu, beberapa pembelian juga dilakukan dalam skema burden sharing alias pemerintah tidak perlu membayar bunga.

Sri Mulyani juga mengatakan pemerintah masih punya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari APBN tahun lalu.

 Pemerintah memiliki SiLPA sebesar Rp 245,6 triliun dari pembiayaan anggaran tahun lalu.

Dengan demikian, pemerintah juga mencatat terdapat Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesat Rp 388,1 trilin pada akhir tahun 2020.

"Karena inilah rencana penerbitan utang menjadi turun sangat drastis, tetapi dengan itupun kami (memperkirakan) masih punya beberapa SAL. Ini yang kemudian kita optimalkan dengan melihat neraca-neraca Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Mantan Direktur Pelaksana World Bank tersebut.

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko juga telah mengabarkan pembatalan enam jadwal lelang SBN pada sisa dua bulan terakhir ini.

Adapun lelang yang dibatalkan mencakup rencana lelang tiga surat utang negara dan tiga sukuk.

Dalam keterangan tersebut menjelaskan bahwa pembatalan penarikan utang baru karena pemerintah telah mencapai target pembiayaan APBN 2021 yang bersumber dari lelang SBN.

Keputusan tersebut juga dengan mempertimbangkan outlook penerimaan dan belanja negara hingga akhir tahun.

Adanya potensi SAL ini yang kemudian mendorong bendahara negara itu memutar otak dan mengalokasikan beberapa pembiayaan untuk memberi tambahan injeksi ke beberapa BUMN dan badan atau lembaga negara lainnya.

Sri Mulyani menjelaskan ia akan meralokasi Rp 33 triliun dari cadangan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mendanai sejumlah BUMN dan lembaga.

Adapun beberapa yang akan menjadi peneriman antara lain PT Hutama Karya, Waskita Karya, dan Lembaga Pengelola Investasi.

Selain melalui anggaran PEN, Sri Mulyani juga akan menarik Rp 20,1 triliun dari SAL. Anggaran tersebut akan dipakai untuk memberi PMN kepada dua BUMN dan pembiayaan ke satu lembaga. 

BUMN dan lembaga tersebut adalah Hutama Karya, PT Kereta Api Indonesia, dan Lembaga Manajemen Aset Negara .

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...