Penerimaan Negara Melesat, Defisit APBN 2021 Lebih Kecil dari Proyeksi
Penerimana negara yang tumbuh kuat membuat realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 lebih kecil dari target tahun ini. Kementerian Keuangan mencatat defisit tahun 2021 mencapai Rp 783,7 triliun, atau setara dengan 4,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi tersebut hanya 77,9% dari target sebesar Rp 1.006,4 triliun. Defisit tersebut juga lebih rendah dari yang ditetapkan dalam APBN 2021 yakni 5,7%.
"Realisasi defisit sementara APBN 2021 tersebut jauh lebih kecil Rp 222,7 triliun dari target," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers kepada media, Senin (3/1).
Perbaikan pada defisit APBN juga diikuti realisasi keseimbangan primer yang lebih kecil dari target. Realisasinya sebear Rp 440,2 triliun atau 69,5% dari target 2021 sebesar Rp 633,1 triliun.
Lebih rendahnya realisasi defisit didorong membaiknya kinerja penerimaana negara. Pada tahun ini, kinerja penerimaan negara tumbuh lebih tinggi dari belanja.
Dalam catatan Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara tahun ini mencapai Rp 2.003,1 triliun.
Capain tersebut setara 114,9% dari target sebesar Rp 1.743,6 triliun. Penerimaan tahun 2021 juga berhasil tumbuh 21,6% dari tahun sebelumnya, serta lebih tinggi dari penerimaan negara di pre-pandemic level atau dalam LKPP 2019.
Semua sumber pendapatan negara melampaui target. Penerimaan pajak mencapai Rp 1.277,5 triliun atau 103,9% dari target sebesar Rp 1.229,6 triliun.
Tahun 2021 menjadi catatan tersendiri bagi penerimaan pajak mengingat tahun lalu menjadi tahun pertama penerimaa pajak lolos dari shortfall untuk pertama kalinya sejak 2008. Namun kinerja tersebut masih lebih rendah dari level 2019.
Lebih lanjut, penerimaan kepabeanan dan cukai juga tumbuh kuat dengan realisasi Rp 269 triliun atau 125,1% dari target. Peneriman bea cukai sebagian besar disumbang penerimana cukai hasil tembaku yang tumbuh 10,9%.
"Penerimaan cukai terpantau stabil , tapi kita lihat bea masuk naik 117,2% dan bea keluar kita melihat lonjakan luar biasa dengan pertumbuhan hinga 708,2%," kata Sri Mulyani.
Kemudian Penerimaan Negra Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 452 triliun atau 151,6% dari target tahun 2021 sebear Rp 298,2 triliun.
Sri Mulyani menyebut kinerja tersebut bahkan sudah melampaui kinerja saat kondisi normal 2019 sebesar Rp 409 triliun.
Dari sisi belanja juga berhasil mencapai target. Realisais belanja sampai akhir tahun mencapai Rp 2.786,8 triliun atau 101,3% dari target sebesar Rp 2.750 triliun. Realisasi belanja 2021 tumbuh 7,4% dari tahun sebelumnya.
"Belanja kita juga tumbuh dari tahun lalu, sehinga ini bukan berarti kita mengerem belanja supaya defisitnya kecil," kata Sri Mulyani.
Namun pertumbuhan pada belanja negara terutama terdorong belanja pemerintah pusat, sementara belanja transfer ke daerah tidak terserap sepenuhnya.
Belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.001,1 triliun atau 102,4% dari pagu sebesar Rp 1.954,5 triliun.
Penyerapan belanja didorong oleh belanja kementerian dan lembaga, sementara belanja non K/L hanya mencapai 88% dari taregt.
Sementara itu realisasi transfer ke daerah hanya sebesar 98,8% dari pagu atau sebesar Rp 785,7 triliun.
Dengan defisit yang berhasil ditekan lebih kecil, Sri Mulyani mengatakan realisasi pembiayaan utang juga bisa direm.
Realisasi pembiayaan utang tahun 2021 sebesar Rp 867,4 triliun atau hanya 73,7% dari target sebesar Rp 1.177,4 triliun.
Sementara itu dari sisi pembiayaan investasi juga tidak mencapai target yakni Rp 142,5 triliun atau 77,2% dari pagu.
Namun pembiayaan lainya melonjak tingi sebesar Rp 144,4 triliun atau 916% dari target sebear Rp 15,8 triliun.