Dibayangi Kenaikan Suku Bunga The Fed, Rupiah Melemah ke Rp14.356/US$
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,14% ke level Rp 14.356 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Pelemahan rupiah masih dibayangi rencana kenaikan bunga acuan The Fed yang mengerek kenaikan yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke level Rp 14.362 pada pukul 09.17 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.336 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah kecuali dolar Hong Kong yang menguat 0,01%.
Sementara yen Jepang melemah 0,08% bersama dolar Singapura dan yuan Cina 0,01%, dolar Taiwan 0,11%, won Korea Selatan 0,13%, peso Filipina 0,02%, rupee India 0,46%, ringgit Malaysia 0,24% dan bath Thailand 0,3%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali melemah hari ini ke rentang Rp 14.360-14.380 per dolar AS, dengan potensi support di kisaran Rp 14.320.
Pelemahan rupiah masih akan dibayangi rencana kenaikan bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
"Antisipasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS telah mendorong yield obligasi pemerintah AS terus naik," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Rabu (19/1).
Yield obligasi pemerintah AS ttenor 10 tahun menyentuh 1,87% pada perdagangan Selasa (18/1).
Level tersebut merupakan rekor tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kenaikan yield sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun ini.
Kenaikan yield ini seiring kembali menguatnya rencana percepatan kenaikan bunga acuan The Fed, di samping percepatan tapering off yang sudah dimulai bulan ini.
Pasar tampaknya menanti rapat pembuat kebijakan The Fed awal pekan depan untuk melihat perkembangan terbaru terkait rencana kenaikan bunga acuan.
Selain itu, sentimen koreksi terhadap rupiah juga dipengaruhi penurunan besar di perdagangan pasar saham Amerika.
"Sehingga ini menambah sentimen negatif untuk aset berisiko hari ini, termasuk rupiah," kata Ariston.
Indeks saham utama Amerika dan Eropa ditutup memerah pada perdagangan semalam.
Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 1,51% disusul S&P 500 dengan penurunan 1,84% dan Nasdaq Composite sebesar 2,6%.
Indeks saham utama Eropa juga terkoreksi. FTSE 100 Inggris melemah 0,63% bersama DAX Jerman sebesar 1,01%.
Indeks CAC 40 Perancis dan IBEX 35 Spanyol juga melemah masing-masing 0,95% dan 0,65%.
Faktor dari dalam negeri juga masih dibayangi sentimen negatif terhadap rupiah.
Kenaikan harga minyak di kisaran US$ 86 per barel berpotensi menurunkan surplus neraca dagang Indonesia. Hal ini karena Indonesia selama ini menjadi net importir minyak.
Senada dengan Ariston, analis bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga memperkirakan rupiah akan melemah di kisaran Rp 14.377, dengan potensi penguatan di Rp 14.314 per dolar AS.
Pergerakan rupiah hari ini terutama dibayangi kenaikan yield obligasi pemerintah AS.
Di samping itu, pasar juga masih menunggu hasil rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar mulai hari, Rabu (19/1) dan berakhir besok.
"Pasar terutama menunggu sinyal dari BI terkait kebijakan moneter ke depan menyikapi kemungkinan kenaikan bunga acuan The Fed dan pengaruhnya terhadap volatilitas nilai tukar dan pergerakan yield SBN," kata Rully kepada Katadata.co.id
Sementara itu, BI dalam keterangan sebelumnya berulang kali menegaskan bahwa pihaknya sudah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi merespon pengetatan moneter The Fed.
BI menyebut pihaknya siap menggunakan strategi triple intervention yang dipakai sebelumnya untuk menjaga stabilitas rupiah.