• Pembangunan infrastruktur sangat gencar di era Presiden Jokowi.
  • Banyak infrastruktur yang dianggap mubazir karena perencanaan yang tidak matang.
  • Pemerintah daerah kerap menjadikan infrastruktur sebagai mercusuar ambisi politiknya.

 Infrastruktur  berperan  strategis sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi, pemicu daya saing, mengurangi kesenjangan antarwilayah, menekan kemiskinan, hingga,  meredam konflik disintegrasi.

Bank Dunia dalam laporan khusus bertajuk Indonesia Public Expenditure Review: Spending Better Results, Juni 2020, memuji kemampuan Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur selama 20 tahun terakhir.
Namun, dalam laporan tersebut, Bank Dunia, menyoroti masih timpangnya antara kualitas dan kuantitas proyek infrastruktur yang dibangun.

Indonesia pun diminta untuk memprioritaskan kualitas proyek infrastruktur daripada mentargetkan jumlah proyek yang harus dibangun.

Bank Dunia juga meminta Indonesia untuk terus memonitor perkembangan proyek infrastrukturnya untuk memastikan proyek yang berkinerja buruk dapat segera diidentifikasi dan diselesaikan persoalannya.
Monitor yang berkelanjutan penting untuk memastikan biaya yang sudah dikeluarkan sejalan dengan output yang ditargetkan.

Pembangunan Infrastruktur di Era Jokowi

Pembangunan infrastruktur gencar dilakukan pada masa Orde Baru di  bawah Presiden Soeharto. Setelah Orde Baru tumbang, pembangunan infrastruktur seperti berjalan di tempat. Geliat pembangunannya kembali bergairah setelah Joko Widodo alias Jokowi terpilih sebagai presiden pada 2014.

Tidak hanya meningkatkan anggaran secara massif hingga Rp 417 triliun di 2021 -dari sekitar Rp 56 triliun di era SBY- Jokowi mengubah paradigma pembangunan infrastruktur dengan menggunakan pendekatan dari pinggiran dan pedesaan. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga merombak serta menyederhanakan berbagai aturan untuk mempercepat izin serta proses pembangunan serta  merumuskan proyek strategis nasional atau PSN.

Sejumlah pembangunan infrastruktur digalakkan Jokowi mulai dari  Megaproyek Listrik 35.000 MW, Trans Papua, Kereta Cepat Jakarta Bandung, bandara-bandara di daerah, sampai yang paling ambisius yakni pemindahan ibu kota baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi anggaran infrastruktur sepanjang 2015-2019 mencapai Rp 1.693 triliun. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran kesehatan yakni Rp 609 triliun sepanjang 2015-2020.  Pada 2021, alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp 417, 4 triliun rupiah. 

Beberapa output dari anggaran infrastruktur di antaranya pembangunan jalan baru sepanjang 776 kilometer pada 2017 dan ditargetkan sepanjang 817 kilometer pada tahun 2021, pembangunan bandara di 10 lokasi (kumulatif) pada tahun 2021,  pembangunan jalur kereta api hingga sepanjang 6.326 kilometer pada 2021.

Pembangunan infrastruktur sempat melambat pada masa pandemi Covid-19 karena pembatasan mobilitas  serta pengalihan  anggaran. Namun, target besar sudah dicanangkan untuk tahun 2020 hingga 2024.

Jokowi mengusulkan anggaran infrastruktur tahun 2022 sebesar Rp 384,8 triliun atau 14,2% dari total belanja sementara anggaran kesehatan yang diajukan Rp 255,3 triliun, atau 9,4% dari belanja.

"Penyelesaian pembangunan infrastruktur yang memurahkan logistik, untuk membangun dari pinggiran dan mempersatukan Indonesia, terus diupayakan" kata Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan 16 Agustus lalu. 

Beberapa target besar untuk periode 2020-2024 adalah pembangunan jalan tol sepanjang 1.500 km, pembangunan jalan baru sepanjang 2.500 km, pembangunan 21 bandar udara, serta pengembangan jaringan tujuh pelabuhan hub terpadu.

Target pembangunan infrastruktur Kemenhub dan KemenPUPR 2020-2024
Target pembangunan infrastruktur Kemenhub dan KemenPUPR 2020-2024 (Kemenhub dan KemenPUPR)
 



Ego Sektoral, Regional, dan Ambisi Politik

Ambisi besar Jokowi untuk membangun ratusan infrastruktur tidaklah sepi dari sorotan. Sejumlah analisis kerap mengingatkan pemerintah untuk tidak membabi buta dalam membangun infrastruktur. Terlebih, sejumlah proyek infrastruktur terancam mubazir, hanya menghabiskan anggaran, serta bisa teronggok menjadi museum.

Beberapa proyek yang disorot di antaranya:

1. Light Rail Transit (LRT) Palembang

LRT Palembang di Sumatera Selatan dibangun sebagai pendukung perhelatan Asian Games 2018. Lintas pelayanan LRT dimulai dari stasiun Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II hingga Jakabaring Sport City. 

Proyek ini memakan biaya hingga Rp 12,5 triliun yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pada awal pembukaannya, moda transportasi ini menarik minat masyarakat setempat namun saat ini jumlah penumpang kini hanya 10%.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan minimnya penumpang LRT Palembang karena moda transportasi belum terintegrasi ke pusat pemerintahan serta moda transportasi lain.

"Ada salah dalam tata guna lahan. Dulu kan rencana nya kantor pemerintahan mau dipindah ke Jakabaring tapi kenyataannya tidak terjadi. Ganti gubernur ganti pula kebijakannya,"tuturnya, kepada Katadata, pekan lalu.

Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Palembang berencana memindahkan kantor pemerintahannya di pusat kota ke wilayah pinggiran yakni Jakabaring.

Mereka bahkan sudah membentuk tim pengkaji pada 2012. Namun, rencana ini hanya menggantung dan tidak ada kelanjutannya.

Pemprov Sumatera Selatan bahkan kini mengalihkan rencana untuk memindahkan kantor ke pemerintahan ke kawasan Kertapati, padahal kawasan itu merupakan sawah rawa yang dijadikan serapan air.

"LRT juga tidak didukung oleh feeder-feeder sehingga ga hidup. Cuma masalahnya ya itu tadi. Rencana pemindahan kantor pemerintahan, tidak ada perjanjian tertulisnya jadi kita tidak bisa menagih,"ujarnya.

Minimnya penumpang LRT Palembang tentu saja mengecewakan mengingat subsidi untuk operasional moda transportasi tersebut tidak murah.

Pada tahun 2018, Kementerian Perhubungan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 300 miliar untuk subsidi operasional LRT Palembang. Subsidi dilanjutkan pada tahun 2019 yakni sebesar Rp 123 miliar pada 2019 dan Rp 180 miliar pada 2020. 

Subsidi digunakan untuk mengkompensasi tiket. Tarif LRT Palembang untuk jarak dekat ditetapkan  hanya Rp 5.000, sedangkan untuk jarak jauh adalah Rp 10.000

2. LRT Kelapa Gading-Velodrome di Jakarta

PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada tahun 2016 diberi penugasan untuk membangun LRT Kelapa Gading-Velodrome. Dibutuhkan anggaran sebesar Rp 6,8 triliun untuk mengembangkan moda transportasi LRT dengan rute sepanjang 5.8 km.

Proyek yang dibangun sebagai pendukung perhelatan Asian Games 2018 tersebut kini sepi penumpang. Rute tersebut hanya melayani ratusan penumpang dari 14.000 target per hari.

Kelanjutan LRT bahkan kini masih menggantung karena menunggu izin dari Kementerian Perhubungan. Semula, proyek yang masuk PSN 2018 tersebut akan dibangun hingga Dukuh Atas.

Namun, pemerintah DKI mengubah rute menjadi Velodrome - Klender - Cawang. Rute diubah karena berbenturan dengan proyek mass rapid transit (MRT).

PENGURANGAN JADWAL PERJALANAN LRT SUMSEL
 LRT SUMSEL (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.)



Pemilik proyek Jakpro dihadapkan pada pilihan sulit. Jika dilanjutkan ke Stasiun Manggarai maka akan membahayakan keselamatan mengingat ketinggian maksimal yang bisa dibangun adalah 20 meter.

Resiko tersebut bisa diambil dengan menjauhkan stasiun terakhir sekitar 500 meter dari Stasiun Mangagrai tetapi moda transportasi menjadi tidak terintegrasi

Dalam rapat bersama DPRD Jakarta, akhir Agustus lalu, Jakpro mengatakan ada sejumlah pertimbangan yang memungkinkan LRT Fase II tidak perlu dibangun, salah satunya posisi jalur KRL yang menghubungkan Kelapa Gading-Velodrome akan bertabrakan dengan proyek fase 2A MRT rute Bundaran HI-Kota Tua.

"LRT Kelapa Gading-Velodrome cuma sepenggal. Itu tidak menarik. Kalau mau hidup ya harus diperpanjang," tutur DJoko.

Dengan hanya berjarak 5,8 km dan berada di pusat kota, LRT Kelapa Gading-Velodrome akan kalah saing dengan moda transportasi umum seperti taxi ataupun angkutan online karena penumpang bisa langsung naik angkutan tersebut dari asal tujuan dan berhenti di tempat tujuan dengan mudah dan cepat.

3. Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) merupakan proyek kerja sama antara Indonesia-Cina. Proyek ini terus mendapatkan persoalan dari awal pembangunan.

Proyek KCJB diperirakan mengalami pembengkakan biaya sekitar US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27 triliun. Pada awalnya, proyek tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar US$6,07 miliar atau Rp 86,8 triliun.

Namun, setelah proyek berjalan, biaya proyek tersebut diperkirakan mencapai US$8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun.

Selain persoalan biaya, proyek KCJB juga diliputi permasalahan lainnya. Pada 4 Februari 2018, sebuah crane dan bantalan rel di jalur Manggarai-Jatinegara terjatuh dan menewaskan empat orang pekerja. Pada 22 Oktober 2019, proyek ini menyebabkan pipa bahan bakar minyak PT Pertamina terbakar hingga menewaskan satu orang.

Proyek KCJB juga tersangkut izin amdal, terutama setelah menyebabkan gorong-gorong mampet sehingga membuat banjir tol Jakarta-Cikampek dan sekitarnya pada awal 2020. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement