• Indonesia belum menggali secara maksimal potensi besar pasar Eropa Tengah-Timur dan Amerika Latin-Karibia.
  • Puluhan negara di Eropa Timur-Tengah dan Amerika Latin-Karibia bisa menjadi pintu masuk ke kawasan lain.
  • Jarak,  persoalan komunikasi, serta tarif yang tinggi menjadi hambatan untuk masuk ke pasar Eropa Tengah-Timur dan Amerika Latin-Karibia.

Kawasan Eropa Timur  dan Tengah yang terbentang dari Rusia hingga Turki merupakan pasar potensial untuk produk-produk Indonesia. Demikian juga pasar Amerika Latin dan Karibia yang meliputi Brasil sampai Meksiko. Namun potensi besar ini belum tergarap dengan maksimal.

Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri I Gede Ngurah Swajaya mengatakan ke-19 negara yang berada di kawasan Eropa Tengah-Timur juga bisa menjadi pintu masuk produk Indonesia ke Uni Eropa dan Eropa Barat. 

Begitu pula kawasan Amerika Latin-Karibia yang menjangkau Brasil hingga Panama bisa menjadi pintu masuk ke puluhan negara lain yang dekat dengan kawasan tersebut.

Namun data Kementerian Perdagangan menunjukan Indonesia belum mampu memaksimalkan potensi besar di kawasan Eropa Tengah-Timur ataupun Amerika Latin-Karibia.

Peluang Pasar Eropa Tengah dan Timur 

I Gede Ngurah mengatakan kawasan Eropa Tengah dan Timur memegang peran penting sebagai pintu masuk ekspor ke Uni Eropa, Eropa Barat, dan Asia Tengah. Beberapa produk ekspor memiliki potensi besar untuk ditingkatkan ekspornya, seperti alas kaki, furnitur, kopi, karet, serta produk perikanan.

"Saat ini hambatan ke Uni Eropa signifikan," kata I Gede Ngurah, dalam sebuah webinar, pekan lalu. "Kawasan ini bisa menjadi pintu masuk. Tiga negara yang sangat berpotensi menjadi pasar kita adalah Rusia, Turki, dan Polandia." 

Saat ini, jumlah penduduk  di kawasan Eropa Tengah dan Timur mencapai 408 juta jiwa. Pendapatan perkapitanya rata-rata di atas US$ 10.000, serta total GDP gabungan menyentuh US$ 4 triliun.

Karena itu kawasan Eropa Tengah dan Timur yang terdiri dari 19 negara itu tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia. Ke-19 tersebut adalah Rusia, Turki, Polandia, Ukriania, Georgia, Rumania, Republik Ceko, Hungaria, Kroasia, Bulgaria, Slovakia, Serbia, Albania, Montenegro, Macedonia, Armenia, Belarusia, Bosnia-Herzegovina, dan  Modova.


Sebagai upaya untuk menggali peluang ke sana, pada 7 Oktober 2021, Kementerian Luar Negeri menggelar "Indonesia-Central and Eastern Europe Business Forum". INACEE Business Forum yang pertama kali digelar ini memang belum menghasilkan banyak kesepakatan dagang dan baru menorehkan transaksi sekitar Rp 44 miliar.

Namun, INACEE Business Forum, membantu membuka mata akan potensi besar bagi pengembangan perdagangan kedua kawasan. Karena itu, Kementerian Luar Negeri Indonesia dan kawasan Eropa Tengah dan Timur sepakat akan menggelar pertemuan pada awal Desember nanti sebagai tindak lanjut dari forum tersebut.

Irina Gorbulina,  Presiden dari Academy of Business and Enterprise Rusia mengatakan minimnya informasi mengenai peluang bisnis di Indonesia menjadi hambatan.  Lantaran itu, forum bisnis kedua kawasan ini menjadi sangat penting.

"Kami hanya tahu sedikit sekali mengenai Indonesia. Kami hanya mengetahui dari berbagai indikator ekonomi," Irina menuturkannya dalam forum INACEE. "Persoalan utamanya, kami kekurangan informasi mengenai Indonesia dan Indonesia kurang mempromosikan potensi bisnisnya." 

Kinerja perdagangan non-migas Indonesia dan kawasan Eropa Timur-Tengah Januari-Juli 2021
Kinerja perdagangan non-migas Indonesia dan kawasan Eropa Timur-Tengah Januari-Juli 2021 (Kementerian Perdagangan)
 



Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Kementerian Perdagangan Hari Widodo mengatakan permintaan akan produk-produk Indonesia, seperti kopi, teh, rempah, dan furnitur dari kawasan Eropa Tengah-Timur  meningkat tajam dalam lima tahun terakhir.  

Namun Indonesia belum mampu mengimbangi tingginya permintaan tersebut. "Tren ekspor kita lebih rendah dari permintaan," kata Hari dalam sebuah webinar mengenai Optimalisasi Pengembangan Ekspor Produk Indonesia ke Kawasan Eropa Tengah dan Timur (6/10).

Menurut dia, ekspor ke kawasan Eropa Barat sebagai pasar tradisional sudah jenuh. Hal ini terlihat dari tren pengiriman produk ke kawasan tersebut yang cenderung menurun dalam lima tahun terakhir. Sebaliknya, ekspor ke pasar non-tradisional seperti kawasan Eropa Tengah dan Timur meningkat signifikan.

Hari memperkirakan potensi ekspor Indonesia di pasar kawasan kawasan Eropa Tengah dan Timur mencapai US$ 7,2 miliar. Namun realisasinya sekarang baru mencapai US$ 3,1 miliar. "Artinya ada  potensi yang belum digarap sebesar US$ 4,1 miliar.  Potensi ini seiring tingginya permintaan produk bermutu dengan harga terjangkau," kata Hari.

Dalam catatan Kementerian Perdagangan, Turki merupakan pasar ekspor terbesar di kawasan Eropa Tengah-Timur sepanjang tahun ini. Pada Januari-Agustus 2021, ekspor ke Turki US$ 1,05 miliar atau naik 56% disusul dengan Rusia sebesar US$ 954,98 juta atau meningkat 69 % dan Polandia senilai US$ 429,59 juta atau naik 54,4 %.

Namun dalam lima tahun terakhir, lima negara dengan kenaikan ekspor tertinggi adalah Georgia, Armenia, Ukraina, Rusia, dan Polandia.

Sementara itu, komoditas terbesar ekspor Indonesia pada Januari-Juli adalah minyak sayur, minyak sawit dan fraksinya kecuali mentah dengan nilai US$ 690, 05 juta atau naik 55 %. Empat komoditas lainnya yakni karet (US$ 204,9 juta), bijih tembaga (US$ 132,5 juta), serat (US$ 109,51 juta), dan baja (US 66,41 juta).

Terdapat tiga komoditas ekspor yang meningkat signifikan dalam periode Januari-Juli itu, yaitu baja, karet, dan aparatur komunikasi (tidak termasuk perangkat telepon).

Sejumlah kendala menjadi hambatan Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke kawasan Eropa Tengah dan Timur. Di antaranya yakni akses ke pasar karena sistem perdagangan yang relatif tertutup sehingga tarif bea masuknya tinggi.

Hambatan yang lain yaitu jarak pengiriman yang relatif jauh sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal. Tantangan lainnya yakni, "Persaingan yang ketat karena tingkat konsentrasi supplier pasar impor relatif tinggi dan berasal dari negara-negara tetangga di wilayah Eropa lainnya," kata Hari.

Namun dia mengingatkan tingkat supplier dari negara tetangga juga membuka peluang bagi Indonesia karena pengusaha Tanah Air bisa memanfaatkan negara tersebut untuk masuk ke pasar yang lebih besar. 

"Sebanyak 85 % dari ekspor kawasan tersebut masuk ke Eropa Barat. Mereka adalah hub. Secara geopolitik,  negara Eropa Timur dan Tengah bisa lebih mudah berdagang ke Eropa Barat. Ini bisa dimanfaatkan," ujarnya.

Di luar itu, interaksi dan pemahaman mengenai potensi masing-masing negara masih kurang. Untuk menjembatani bisnis Indonesia dan kawasan Eropa Tengah dan Timur inilah Kementerian Luar Negeri meluncurkan platform digital INA-ACCESS. 

Platform tersebut untuk meningkatkan interaksi secara virtual, termasuk menjadi permanent exhibitions untuk ribuan produk ekspor unggulan Indonesia, khususnya dari UMKM. Indonesia juga mendirikan pusat bisnis untuk melancarkan ekspor impor  Indonesia dan kawasan Eropa Tengah dan Timur. 

Beberapa produk yang dipamerkan di INA-ACCESS
Beberapa produk yang dipamerkan di INA-ACCESS (INA-ACCESS)
 



Potensi Pasar Amerika Latin dan Karibia 

Kawasan Amerika Latin-Karibia yang membentang dari Argentina, Uruguay, Brasil, Chili, Venezuela, Kuba, hingga Meksiko merupakan pasar ekspor yang masih bisa digali oleh Indonesia. Di tengah pandemi, pada 2020, nilai ekspor Indonesia ke kawasan Amerika Latin-Karibia sebesar US$ 3,16 mililar, dan nilai impor US$ 5,1 miliar.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke 10 negara terbesar di kawasan Amerika Latin-Karibia menembus US$ 2,75 miliar pada Januari-Agustus, naik 56,6 % dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement