Sempat Cetak Rekor, Tren Kenaikan Harga Minyak Sulit Berlanjut

Maria Yuniar Ardhiati
4 Mei 2016, 13:43
Unit pengolahan gas alam cair Blok Tangguh
Katadata

Harga minyak dunia dalam dua bulan terakhir ini terus menunjukkan tren kenaikan. Meski begitu, para analis dan pengamat meramal, tren kenaikan itu hanya bersifat sementara dan harga minyak masih sulit menyentuh level US$ 50 per barel.

Pada penutupan perdagangan di bursa kontrak komoditas ICE, Eropa, Jumat pekan lalu (29/4), harga minyak jenis Brent Crude bertengger di level US$ 48,12 per barel. Ini merupakan harga tertinggi minyak Brent dalam hampir enam bulan terakhir atau sejak awal November tahun lalu. Jika dihitung sejak 20 Januari lalu saat harga minyak jatuh ke level terendahnya sebesar US$ 27,88 per barel, maka besaran kenaikannya mencapai 72,6 persen.

Begitu pula dengan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di bursa NYMEX, Amerika Serikat (AS), yang mencetak rekor tertinggi dalam enam bulan terakhir yaitu sebesar US$ 46,03 per barel pada 28 April lalu. Meskipun dalam dua hari terakhir, harga minyak dunia cenderung terkoreksi. Pada Selasa lalu (3/5), harga minyak Brent sebesar US$ 45,46 per barel, sedangkan harga minyak jenis WTI US$ 44,41 per barel.

Kondisi ini menerbitkan harapan bagi para produsen bahwa harga minyak akan terus menggeliat naik seiring dengan peningkatan permintaan dan pemulihan ekonomi dunia. Salah satu alasannya, menurut Chief Executive Officer Total SA, Patrick Pouyanne, pemotongan investasi di sektor hulu migas belakangan ini akan menimbulkan kekurangan pasokan minyak di masa depan.

(Baca: Permintaan Tinggi, Harga Minyak Indonesia April Naik US$ 3 per Barel)

Pendapat tersebut juga diamini oleh Fatih Birol, Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA), dengan mengacu kepada hasil riset Wood Mackenzie Ltd. pada Februari lalu. Perusahaan konsultan industri ini menghitung nilai investasi untuk eksplorasi migas yang dibatalkan atau ditunda sejak akhir 2014 sekitar US$ 400 miliar.

Penurunan harga minyak sejak kuartal keempat tahun 2014 telah berdampak besar terhadap aktivitas pengeboran di Amerika Serikat, yang berujung pada merosotnya produksi minyak. Bahkan, EIA memperkirakan jumlah rig yang beroperasi di negara-negara bagian AS terus berkurang sampai pertengahan 2016 sebelum akhirnya meningkat lagi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...