Kejatuhan Harga Minyak Gerus Laba Perusahan Migas Multinasional

Maria Yuniar Ardhiati
3 Februari 2016, 17:24
ExxonMobil
Arief Kamaludin|KATADATA

KATADATAPerusahaan-perusahaan migas multinasional menelan pil pahit selama 2015. Kejatuhan harga minyak mentah dunia mulai pertengahan 2014 menjadi pemicu utama. Bahkan, pada akhir tahun lalu, harga “emas hitam” tersebut sudah di bawah US$ 40 per barel. Alhasil, laba sejumlah perusahaan berguguran.

Kondisi tersebut, misalnya, terlihat pada ExxonMobil. Dalam rilis pada Selasa, 2 Februari 2016 waktu setempat, perusahaan asal Amerika Serikat ini menyatakan laba industri hulunya tinggal US$ 7,1 miliar, anjlok US$ 20,4 miliar dibanding 2014. Pemasukan hulu korporasi tahun lalu merosot US$ 6,3 miliar dari 2014. Di luar Amerika, pendapatan hulu mereka juga terpangkas US$ 14,2 miliar menjadi US$ 8,2 miliar.

Chief Executive Officer ExxonMobil Rex W. Tillerson menyatakan kondisi keuangan perusahaan sedang diuji. “Meski kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya situasi yang menantang, kami tetap fokus pada fundamental bisnis, termasuk mengeksekusi proyek dan manajemen biaya yang efektif,” kata Tillerson. Ia juga optimistis skala dan ragam arus kas yang ada, dengan didukung kekuatan finansial, mampu menunjang investasi. (Baca: Banjir Pasokan, Harga Minyak Indonesia Januari 2016 Tumbang)

Untuk menunjukan keyakinannya, ia bercerita perusahaan tersebut menyelesaikan enam proyek hulu dan berhasil memproduksi 4,1 juta barel miyak per hari pada tahun lalu. Hasil ini diperoleh melalui pengembangan bisnis di Kanada, Indonesia, Norwegia, Amerika Serikat, dan Afrika Barat dengan tambahan 300ribu barel minyak per hari. Sayangnya, penjualan produk petroleum ExxonMobil turun 121 ribu barel per hari dari 2014.

Secara keseluruhan, sepanjang tahun lalu, laba ExxonMobil terpangkas hingga separuhnya dari US$ 32,5 miliar pada 2014 menjadi US$ 16,2 miliar. Di sis lain, pengeluaran perusahaan untuk eksplorasi dan belanja modal pun turun 19 persen dibanding 2014, menjadi US$ 31,1 miliar. Bahkan, perusahaan memperkirakan penurunan ini berlanjut pada tahun ini. Hal itu mengingat alokasi belanja modal dan eksplorasi dipangkas seperempat dari 2015, menjadi US$ 23,2 miliar. 

Selain ExxonMobil, perusahaan migas multinasional lainnya yang terpukul kejatuhan harga minyak yaitu BP. Perusahaan asal Inggris itu juga mengalami turbulensi keuangan tahun lalu. Melalui siaran persnya, perusahaan menyebutkan adanya penurunan laba hingga 51 persen dari 2014 menjadi US$ 5,9 miliar. Melemahnya harga migas di segmen hulu BP dituding menjadi penyebab kerugian. (Baca: Harga Minyak Rendah Dinilai Berefek Positif Bagi Ekonomi Indonesia).

Halaman:
Reporter: Maria Yuniar Ardhiati
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...