Penangkapan Profesor Harvard dan Program Seribu Ilmuan Tiongkok

Martha Ruth Thertina
8 April 2020, 16:44
corona, konspirasi corona, profesor Harvard, Profesor Harvard Ditangkap
ANTARA FOTO/REUTERS/cnsph
Para pekerja memakai baju pelindung melakukan tes RNA pada spesimen di dalam laboratorium di pusat pencegahan dan kontrol penyakit, saat negeri tersebut sedang terjadi penularan virus korona baru, di Taiyuan, provinsi Shanci, China, Jumat (14/2/2020).

Akhir Januari lalu, Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengumumkan telah menjatuhkan dakwaan terhadap tiga orang dalam kasus berbeda terkait Tiongkok. Beberapa kata “sakti” dalam pengumuman tersebut – Wuhan University of Technology, Program Seribu Ilmuan Tiongkok, dan agen asing – sukses dikaitkan beberapa orang menjadi teori konspirasi penciptaan virus corona.

Dalam pengumumannya, Departemen Kehakiman AS menyatakan telah mendakwa Profesor Harvard Charles Lieber dan dua orang berkebangsaan Tiongkok bernama Yanqing Ya dan Zaosong Zheng. Lieber dan Zaosong telah ditahan. Sedangkan Yanqing masih berada di Tiongkok. Ketiganya didakwa untuk kasus berbeda meskipun pengumumannya digabung dalam satu pernyataan resmi.

Lieber didakwa lantaran berbohong kepada Departemen Pertahanan AS dan National Institutes of Health tentang afiliasinya dengan Wuhan University of Technology (WUT), dan keterlibatannya dalam program besutan pemerintah Tiongkok “Thousand Talents Plan”. Program ini menawarkan insentif besar bagi  ilmuan asing untuk bekerja pada lembaga penelitian dan pendidikan Tiongkok.

(Baca: Menelusuri Asal Teori Konspirasi 5G dan Corona, Serta Kebenarannya)

Lieber juga dituding tidak transparan soal sejumlah uang yang diterimanya dari pemerintah Tiongkok, termasuk dana lebih dari 1,5 juta yuan untuk pendirian laboratorium di WUT, gaji hingga 50 ribu yuan per bulan, dan tunjangan biaya hidup hingg 1 juta yuan. Dengan asumsi kurs saat ini, gaji 50 ribu yuan setara Rp 115 juta, sedangkan tunjangan biaya hidup 1 juta yuan atau setara Rp 2,3 miliar.  

Dikutip dari situs penelusuran fakta Fact Check, Jaksa Andrew Lelling yang memimpin penanganan kasus ini menyatakan, dakwaan ini bukan karena Lieber dianggap sebagai mata-mata, tapi potensi dirinya mudah ditekan oleh Tiongkok di masa depan. “Jumlah uang yang diterima yang menarik perhatian kami,” ujarnya. “Itu jumlah uang yang berada di level korupsi.”

Partisipasi Lieber dalam program Tiongkok sebetulnya tidak salah, namun ia harus transparan soal keterkaitan yang dimilikinya serta dana yang diperolehnya kepada Harvard dan ketika mendapatkan dana hibah dari pemerintah AS. Lieber didakwa tidak transparan dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika ditanya tentang keterkaitannya dengan Tiongkok oleh jaksa. Lieber belum didakwa terkait membagi hak kekayaan intelektual dengan Tiongkok.

(Baca: Facebook Beri Data Lokasi Pengguna untuk Penelitian Penyebaran Corona)

HEALTH-CORONAVIRUS/USA
HEALTH-CORONAVIRUS/USA (ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts/hp/cf)

Di sisi lain, dua orang berkebangsaan Tiongkok yang juga didakwa Departemen Kehakiman AS, yakni Yanqing Ya, 29 tahun, yang sempat belajar di Boston University pada 2019-April 2019 dan mengakui dirinya merupakan tentara Tiongkok berpangkat letnan. Kemudian, Zaosong Zheng, 30 tahun, yang melakukan riset kanker di Pusat Medis Beth Israel Deaconess Medical Center milik Harvard.

Yanqing didakwa karena berbohong tentang posisinya di militer untuk mendapatkan visa, dan ketika berada dalam proyek riset militer, mengumpulkan informasi online tentang dua profesor yang bekerja dalam soal keamanan komputer dan robot intelijen. Ia didakwa atas empat kejahatan serius, termasuk kejahatan visa, membuat pernyataan bohong, dan bertindak sebagai agen dari pemerintah negara lain, dan konspirasi.

Sedangkan Zaosong didakwa karena mencoba menyelundupkan tabung-tabung vial berisi sample biologis dari AS ke Tiongkok lewat Bandara Boston Logan, Desember tahun lalu. Tabung-tabung vial tersebut ditempatkan dalam kaus kaki di kopernya. Berdasarkan catatan FBI, Zaosong mengaku telah mencuri delapan tabung vial dari laboratorium dan bekerja untuk mereplikasi 11 sisanya tanpa sepengetahuan Beth Israel. Zaosong langsung ditahan setelah ditangkap di bandara.

Meski pengumuman dari Departemen Kehakiman AS tidak menyebut tentang virus corona, unggahan di media sosial yang mengaitkan hal-hal ini sempat beredar, termasuk di kalangan masyarakat online Indonesia. Departemen Kehakiman AS telah menepis bahwa kasus-kasus ini ada kaitannya dengan virus corona. “Departemen Kehakiman AS tidak membuat tuduhan semacam itu,” kata Juru Bicara lembaga tersebut kepada Fact Check.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...