Dengan 10 Poin, Pemerintah RI Protes Larangan Sawit oleh Eropa

Rizky Alika
19 Maret 2019, 08:47
Buah Sawit
ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat.

Pemerintah memberikan 10 poin tanggapan atas langkah Komisi Eropa yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap lingkungan. Pemerintah akan menantang langkah tersebut dalam WTO, bahkan membuka kemungkinan langkah-langkah balasan, termasuk mengkaji hubungan dagang dan investasi dengan Uni Eropa.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan langkah diskriminasi Uni Eropa tersebut sebagai kompromi politis di internal-nya. Tujuannya, mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel Uni Eropa untuk menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed yang diproduksi oleh Uni Eropa.

“Pemerintah menyampaikan keberatan atas keputusan Komisi Eropa untuk mengadopsi draft Delegated Regulation yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan berisiko tinggi,” kata Darmin saat memimpin Rapat Koordinasi Pembahasan Tentang European Union’s Delegated Regulation, di kantornya, Jakarta Senin (18/03).

(Baca: Pemerintah Siap Laporkan Diskriminasi Sawit Uni Eropa ke WTO)

Ia menjelaskan, tanggapan tegas pemerintah ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan dalam 6th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang diselenggarakan pada 28 Februari 2019. Pertemuan tersebut dihadiri tiga negara produsen sawit terbesar, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Kolombia.

Sebelumnya, Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok juga memberikan keterangan resmi terkait tanggapan terhadap diskriminasi Uni Eropa ini. Ia menentang sepenuhnya keputusan yang diambil oleh Komisi Uni Eropa. “Delegated act tersebut didasarkan pada faktor-faktor yang tidak akurat dan diskriminatif,” kata dia.

(Baca: Kemendag Cabut Aturan Verifikasi Teknis Ekspor Sawit)

Berikut 10 poin tanggapan pemerintah:

Pertama, pemerintah Indonesia menentang keras keputusan Komisi Eropa yang mengadopsi Draft Delegated Regulation. Draf tersebut mengklasifikasikan minyak sawit sebagai minyak nabati berisiko tinggi yang tidak berkelanjutan, berdasarkan kesepakatan sepihak dan standar ilmiah yang cacat.

Melalui regulasi ini, Komisi Eropa mengonfirmsi tujuan Draft Delegated Regulation bukanlah mempromosikan keberlanjutan di sektor minyak nabati, tetapi untuk mengenakan larangan impor minyak sawit dalam mandat biofuel Uni Eropa. Ini untuk melindungi dan mendorong minyak nabati rumahan Uni Eropa.

Halaman:
Reporter: Rizka Gusti Anggraini
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...