Darmin Nilai Pengembangan Batam Terkendala Persoalan Pelik

Miftah Ardhian
7 Oktober 2016, 17:18
Darmin Nasution
Arief Kamaludin (Katadata)

Rencana pemerintah mengembangkan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terkendala berbagai persoalan pelik. Selain persoalan tumpang tindih pemanfaatan lahan, pengusaha dari beberapa asosiasi bisnis melaporkan masalah tumpang tindih pengelolaan yang menyebabkan matinya pelayanan publik selama enam bulan terakhir.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui pengembangan Batam menjadi KEK memang terkendala berbagai masalah. "Masalah paling banyak soal tanah atau lahan. Tidak mudah (menyelesaikannya), tapi pasti ada solusinya," ujar Darmin usai rapat terkait KEK Batam dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di kompleks MPR/DPR, Jakarta, Jumat (7/10).

(Baca juga: Percepat Sertifikasi Tanah Rakyat, Pemerintah Gandeng Swasta)

Permasalahan lahan ini muncul akibat bercampurnya pemukiman dengan kawasan industri dan pariwisata di Batam. Saat ini, pemerintah mencarikan solusi guna memisahkan kawasan sesuai fungsinya. Salah satu strateginya, meminta industri di tengah kawasan pemukiman untuk pindah ke wilayah KEK. Pemerintah akan memberikan insentif agar industri bersedia pindah atau membangun baru di wilayah KEK.

Selain soal tumpang tindih lahan, persoalan pelik lainnya adalah pengelolaan antara Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam. Dualisme kewenangan ini menyebabkan ketidakefisienan di wilayah tersebut. Bahkan, hal itu sampai menyebabkan matinya pelayanan publik selama enam bulan belakangan. Kondisi tersebut menuai protes dari kalangan pengusaha dari berbagai asosiasi bisnis.

"Kami sudah mendengar keluhan, protes, usulannya yang disampaikan beragam, ada yang akumulasi lama ada yang baru. Saya melihat kalau hanya untuk berdebat tidak ada gunanya. Kami akan ambil alih kami akan selesaikan. Tentu kami minta laporannya ditulis," ucap Darmin.

Salah satu asosiasi yang mengeluhkan soal dualisme pengelolaan adalah Real Estate Indonesia (REI) Batam. Secara bergantian, perwakilan REI Batam mengeluhkan adanya 5.200 unit pemecahan pemetaan lokasi yang masih belum selesai. Selain itu, mereka memprotes sulitnya perizinan lahan pasca pemerintah mengganti Otoritas Batam dengan BP Batam.

Sejak adanya BP Batam, izin peralihan hak (IPH) lahan terus bertambah dan menyulitkan. Jika pada 2015 hanya 12 poin, maka tahun ini naik menjadi 17 poin. Sedangkan sejak BP Batam beroperasi naik lagi menjadi 20 poin.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...