Dolar AS Pulih, Tekanan Terhadap Rupiah dan Mata Uang Asia Berlanjut

Nilai tukar rupiah dan beberapa mata uang Asia lainnya menghadapi tekanan dalam beberapa hari belakangan. Hal itu seiring pulihnya kekuatan dolar Amerika Serikat (AS) imbas berkembangnya optimisme seputar negosiasi dagang antara Negeri Paman Sam dan Tiongkok serta Brexit, hingga sinyal kebijakan bunga acuan yang tak agresif alias dovish dari bank sentral AS.
Nilai tukar rupiah tercatat kembali ke kisaran Rp 14.200 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot, Senin (21/1). Saat berita ini ditulis, rupiah berada di level 14.228 per dolar AS atau melemah 0,36%. Rupiah melemah bersama peso Filipina 0,62%, won Korea Selatan 0,52%, rupee India 0,32%, yuan Tiongkok 0,17%, dan dolar Taiwan 0,12%.
Baht Thailand, dolar Singapura, dan dolar Hong Kong juga melemah, meski tipis, kurang dari 0,1%. Sementara itu, yen Jepang tercatat menguat 0,18%, begitu juga dengan ringgit Malaysia yang masih mampu menguat meski hanya 0,02%.
(Baca: Dana Asing Keluar Rp 6 T dari SBN, Ekonom Duga Trader Ambil Untung)
Di sisi lain, dolar AS tercatat mulai pulih. Hal itu terpantau dari indeks DXY yang menunjukkan perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara mitra dagang utama Negeri Paman Sam. Index DXY telah kembali ke kisaran 96, dari sebelumnya sempat menyentuh level 95 atau yang terlemah dalam tiga bulan terakhir.
Senior Foreign Exchange Strategist dari IG Securities di Tokyo Junichi Ishikawa mengatakan dolar AS tengah dalam jalur pemulihan. “Mata uang tersebut berada dalam tren pelemahan saat dimulainya Januari tapi sekarang kembali menguat terhadap mata uang besar lainnya seperti yen, euro, dan dolar Australia,” kata dia seperti dikutip Reuters, Senin (21/1).
Namun, keberlanjutan penguatan dolar AS masih akan bergantung pada beberapa faktor di antaranya data-data pendapatan korporasi AS, perkembangan negosiasi dagang AS-Tiongkok, dan risiko politik di AS.
(Baca: Gubernur BI Pastikan Kebijakan Bunga Acuan Tetap Hawkish)
Meski begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi, dengan ketidakpastian global yang mereda tahun ini -- terlihat dari berlanjutnya arus masuk dana asing -- maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil bahkan cenderung menguat.
Perkiraan tersebut juga dengan mempertimbangkan defisit transaksi berjalan Indonesia yang diperkirakan bisa turun ke kisaran 2,5% terhadap Produk Domestk Bruto (PDB) dari tahun lalu yang diperkirakan sebesar 3% PDB. Selain itu, pendukung lainnya yaitu berkembangnya pasar valuta asing domestik, termasuk Dmestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Dengan perkembangan sejauh ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat menguat 1,13% dibandingkan posisi penutupan akhir tahun lalu (year to date). Penguatan ini merupakan yang terbesar keempat di antara beberapa mata uang Asia yang mencatatkan penguatan sepanjang awal tahun ini. Penguatan terbesar terjadi pada baht Thailand 1,69%, diikuti won Korea Selatan yaitu 1,5%, dan yuan Tiongkok 1,3%.