Pertumbuhan Ekonomi AS Diproyeksi Melemah, Asia Bakal Terseret?

Martha Ruth Thertina
12 Desember 2018, 18:54
Donald Trump
REUTERS/Lucas Jackson/ANTARA FOTO
Presiden Amerika Serikat Donald Trump

Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) bakal melemah tahun depan. Tanda-tanda pelemahan mulai tampak dalam data-data ekonomi terbaru AS beberapa wakt lalu. Lantas, bagaimana risikonya bagi perekonomian Asia, termasuk Indonesia?

Kepala Ekonom DBS Taimur Baig justru melihat adanya potensi kejutan dari Asia. “Kami pikir bahan-bahannyanya telah tersedia untuk kejutan kenaikan ringan di pasar dan ekonomi Asia tahun depan,” kata dia dalam analisis tertulisnya, pekan lalu. Ini argumentasinya:

Advertisement

Dari segi harga minyak. Rata-rata harga minyak mentah dunia diproyeksikan berkisar US$ 75-80 per barel pada 2019, lebih tinggi 20% dari rata-rata tahun ini. Ini akan menambah risiko bagi negara-negara pengimpor minyak sehingga meningkatkan risiko pelepasan mata uang (currency selloff) dan tekanan untuk pembiayaan kembali (refinancing) utang. “Kami sudah berulang kali memperingatkan risiko tersebut sepanjang tahun ini,” kata dia.

(Baca juga: IMF Prediksi Penurunan Harga Minyak Dunia Imbas Naiknya Pasokan)

Tapi, bagaimana bila pasokan minyak tetap tinggi, sehingga meskipun AS menjatuhkan sanksi dagang terhadap Iran, pergerakan harga minyak mentah cenderung datar tahun depan? “Itu akan menjadi dorongan besar bagi negara-negara seperti India dan Indonesia, (sebab hal itu akan) membantu menstabilkan inflasi, mengurangi beban subsidi untuk bahan-bakar minyak, menstabilkan nilai tukar mata uang, dan mendorong sentimen positif dari investor asing,” kata dia.

Kondisi berkebalikan bakal dirasakan AS. Harga minyak yang turun bakal memukul pendapatan dari produsen shale gas di AS dan meredam alokasi belanja modal yang besar untuk proyek energi masa depan.

Dari segi valuasi aset di pasar modal. Aksi jual dan volatilitas memang mewarnai pasar modal AS dalam beberapa bulan belakangan, tapi harga asetnya sama sekali tidak murah. Berbanding terbalik, dengan aset di pasar saham dan obligasi Asia yang tengah dilirik investor setelah mengalami penurunan tajam.

“Laporan terbaru dari Institute of International Finance menunjukkan bahwa arus masuk dana ke pasar portofolio di negara berkembang melonjak menjadi US$ 34 miliar pada November, dengan investasi di pasar saham Tiongkok dan obligasi negara berkembang meningkat,” kata dia.

(Baca juga: Ketidakpastian Meningkat di Desember, Aliran Deras Dana Asing Terhenti)

Dalam beberapa pekan belakangan kita melihat surat utang negara maupun korporasi Asia mengalami kelebihan permintaan hingga enam sampai 10 kali. Ia menyatakan perkembangan dalam satu bulan tidak bisa disebut sebagai tren, tapi ia melihat potensi kondisi semacam ini akan berulang tahun depan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement