Kurs Rupiah Merosot, Ekonom Serukan Kenaikan Bunga Acuan

Rizky Alika
26 Juni 2018, 19:49
Uang rupiah
Arief Kamaludin|Katadata

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terjadi. Setelah berhasil menguat ke level 13.800 per dolar AS pada akhir Mei hingga awal Juni lalu, kini rupiah kembali ke kisaran 14.100 per dolar AS seiring berlanjutnya arus keluar dana asing. Para Ekonom pun kembali menyarankan agar Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate.  

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyarankan kenaikan BI 7 Days Repo Rate sebesar 0,25%. "Sementara ini 25 basis poin menjadi 5%. Sebaiknya tetap konservatif," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (26/6).

Advertisement

Menurut dia, kenaikan tersebut perlu dilakukan lantaran perekonomian global semakin tak menentu seiring potensi kenaikan agresif bunga acuan AS atau Fed Fund Rate dan perang dagang. Kondisi tersebut telah memicu arus keluar dana asing ke aset dan mata uang dolar AS untuk tujuan meraup untung ataupun sebagai safe haven. Alhasil, pasar keuangan dan mata uang negara lainnya terpukul.

Meski begitu, Tony melihat masih ada peluang Fed Fund Rate tak naik agresif. Sebab, hal tersebut sebetulnya bisa merugikan AS yang tengah menekan defisit perdagangannya. Maka itu, ia menyarankan kebijakan BI 7 Days Repo Rate tetap konservatif. "Kalau Fed Fund Rate naik cepat, dolar semakin menguat, justru akan menyulitkan Amerika memangkas defisit," kata dia.

(Baca juga: Waspadai Kenaikan Agresif Bunga AS, BI Pertimbangkan Kerek Bunga Acuan)

Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, jika ingin berefek besar, perlu ada kenaikan signifikan BI 7 Days Repo Rate untuk mengimbangi Fed Fund Rate. Jika Fed Fund Rate naik dua kali lagi tahun ini, ia menyarankan kenaikan Bi 7 Days Repo Rate sebanyak 2-3 kali lagi.  

Menurut dia, BI juga bisa menaikkan langsung 0,5% BI 7 Days Repo Rate untuk menjaga selisih antara imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) dan US Treasury. "Sehingga spread (selisih) dengan Treasury tidak semakin lebar," kata dia. Namun, kenaikan signifikan perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak justru dipersepsikan negatif oleh investor asing atau dimanfaatkan oleh para spekulan untuk memperoleh untung valas.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement