Respons Kasus Freeport, Pengamat Minta Perjelas Pajak Pusat dan Daerah

Ameidyo Daud Nasution
9 Mei 2018, 17:22
Freeport Indonesia
Arief Kamaludin | Katadata

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mendorong pemerintah untuk membuat pedoman kebijakan perpajakan di sektor pertambangan untuk acuan pusat dan daerah. Dengan begitu, kasus seperti sengketa pajak air antara PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Papua tidak perlu terulang lagi.

Ia menjelaskan, perlu pemahaman yang sama mengenai perjanjian Kontrak Karya (KK) dalam Undang-Undang dan ketentuan perpajakannya. Dengan begitu, ada kejelasan pajak yang bisa ditarik daerah dan pusat. Harapannya, ke depan, ada kepastian hukum terkait pajak untuk perusahaan tambang sehingga iklim investasi di sektor tersebut juga membaik.  

"Bentuknya bisa Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," kata Prastowo dalam diskusi perpajakan di Jakarta, Rabu (9/5). (Baca juga: Hakim MA Batalkan Kewajiban Freeport Bayar Pajak Air Rp 2,6 Triliun)

Sebelumnya, Hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Freeport atas perkara tunggakan dan denda pajak air permukaan. Hakim membatalkan keputusan Pengadilan Pajak yang menolak permohonan banding Freeport dan mengesahkan tagihan pajak air permukaan Pemerintah Provinsi Papua ke Freeport selama 2011-2015 sebesar Rp 2,6 triliun.

Hakim menganggap alasan-alasan yang diajukan Freeport dalam permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima, salah satunya yaitu bahwa Freeport dan Indonesia terikat perjanjian Kontrak Karya yang bersifat khusus. Selain itu, perkara tersebut merupakan kebijakan fiskal yang merupakan otoritas pemerintah pusat bukan daerah.

Menurut Prastowo, persoalan pajak semacam itu bukan hanya dialami Freeport, tapi perusahaan tambang lainnya misalnya PT. Newmont Nusa Tenggara. Pemda menerbitkan aturan pajak kendaraan bermotor (PKB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 soal Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Padahal di dalam perjanjian KK, Newmont tidak wajib membayar pajak daerah. "Jadi usulan kami memang harus ada standar,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengatakan, sejauh ini, pihaknya menemukan adanya 547 Peraturan Daerah (Perda). Hal itu berdasarkan kajian terhadap 1.082 dari total 5.560 Perda sepanjang 2010-2015 yang jadi fokus kajian KPPOD.

Dari jumlah tersebut, tiga permasalahan yang paling banyak ditemukan yaitu tekait standar, prosedur, dan struktur tarif (28%); terkait relevansi acuan yuridis Perda (25%); dan terkait hak dan wajib pungut (15%).

"Kalau terkait pemerimaan fiskal untuk tambang ini terkait pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), retribusi, serta pajak lainnya," kata Robert. Adapun satu contoh Perda yang kerap bermasalah adalah Pajak Penerangan Jalan di Kota Cilegon.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...