Jadi Calon Tunggal Gubernur BI, Perry Warjiyo Pengalaman Hadapi Krisis

Rizky Alika
Oleh Rizky Alika - Martha Ruth Thertina
26 Februari 2018, 13:44
perry warjiyo
Arief Kamaludin|Katadata
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo jadi sorotan setelah beberapa sumber di BI dan pemerintahan mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo memilih dia sebagai calon tunggal Gubernur BI. Para ekonom menyambut positif pencalonan tersebut lantaran Perry dianggap sebagai sosok yang berpengalaman.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan Perry memiliki keunggulan lantaran merupakan pejabat karier yang berpengalaman menghadapi krisis. "Pak Perry ini orang BI banget. Dia selalu ada di krisis 1997, 1998, 2005 waktu ada krisis obligasi, 2007, 2008 krisis Amerika. Jadi kita tak perlu meragukan kesiapan Pak Perry sebagai Gubernur BI," kata dia di Hotel Mercure, Padang, Sabtu (24/2).

(Baca juga: Ini Profil Perry Warjiyo, Calon Tunggal Gubernur BI Pilihan Jokowi)

Lana berharap, Perry bisa membuat kondisi ekonomi membaik sehingga bank lebih agresif dalam menyalurkan kredit. Di sisi lain, di tengah maraknya penerbitan surat utang oleh korporasi, ia mengingatkan Perry adanya risiko gagal bayar yang harus dicegah. "Peran Gubernur harus memonitor betul,” kata dia.

Sementara itu, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai Perry sebagai pilihan logis dari Presiden Jokowi. “Beliau dari internal dan selama ini beliau terlibat dalam kebijakan moneter BI,” ucapnya.

Ia pun sudah menduga pencalonan Perry lantaran dua calon potensial lainnya yaitu petahana Agus Martowardojo dan Chatib Basri merupakan pejabat dari pemerintahan sebelumnya. Di sisi lain, pencalonan Bambang Brodjonegoro yang masih menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bakal membuat perubahan lagi di kabinet.

(Baca juga: Ini Empat Nama Calon Gubernur BI yang Disodorkan ke Jokowi)

Di bawah kepemimpinan Perry, arah kebijakan BI diyakini masih akan sama yaitu netral menjelang pengetatan moneter di negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS). Sebab, dengan kebijakan tersebut, inflasi, cadangan devisa, dan defisit neraca transaksi berjalan cukup baik. Selain itu, nilai tukar rupiah terjaga.

Menurut dia, pengetatan moneter atau kenaikan bunga dana di AS berisiko membuat gejolak di neraca modal dan finansial. "Ini perlu diantisipasi," ucapnya. Adapun Malaysia sudah menaikkan bunga acuannya pada Januari lalu sebagai bentuk antisipasi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...